NOVELTY 18: Truth Untold

179 28 189
                                    

Terlambat satu minggu enam jam empat puluh lima menit. Maaf ya, semoga suka!
💛💙

ⓝⓝⓝ

Jaffar

Ketika ada banyak banget orang yang bertanya tentang kenapa gue selalu menempatkan Diane sebagai yang pertama di saat berbondong-bondong orang lain menganggap kalau orangtua adalah nomor satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika ada banyak banget orang yang bertanya tentang kenapa gue selalu menempatkan Diane sebagai yang pertama di saat berbondong-bondong orang lain menganggap kalau orangtua adalah nomor satu. Gue selalu disalahkan, gue selalu dipojokkan dengan embel-embel 'durhaka'.

Dan ketika ada orang yang bilang gue adalah anak durhaka, rasanya gue pengen ketawa di depan muka mereka kenceng-kenceng sampe ludah gue muncrat ke mukanya.

"Kenapa selalu Diane, sih? Kayak lo gak punya orang lain aja."

"Seistimewa apa, sih itu cewek sampe bikin lo lupa diri kayak gini?"

"Susuknya pasti kenceng, tuh. Dapet dari dukun mana."

Dan segala macam bacot yang keluar tanpa dipikir lainnya.

Gue mengerti dan sangat memaklumi kenapa orang lain bisa berpikiran seperti itu bahkan terkesan jugemental seenak dengkul. Dan gue hanya bisa diam manakala mereka berkata demikian.

Karena mereka gak pernah diremehkan seumur hidupnya.

Karena mereka selalu dapat dukungan dari orangtuanya.

Karena mereka diistimewakan oleh orangtuanya.

Sedangkan gue enggak, untuk bisa sampai sekarang aja gue harus perang batin dengan diri gue sendiri. Satu sisi gue gak mau pisah sama orangtua dan memutuskan untuk membeli apartemen dengan metode kredit. Namun di satu sisi, gue gak bisa terus-menerus tinggal di lingkungan yang membuat diri gue gak berkembang.

Gue lelah selalu dibanding-bandingkan dengan anak lain yang jadi anggota DPR, jadi polisi, jadi PNS. Gue muak disebut gak punya masa depan hanya karena bekerja sebagai juru masak.

Lalu saat gue usia gue sepuluh. Gue bertemu dengan cewek itu, di halaman belakang rumahnya yang gak seberapa luas itu dia selalu menemani gue main masak-masakan. Entah itu siang, sore atau pagi. Setiap kali gue merasa sendirian ketika bermain masak-masakan di bawah pohon jambu kala itu. Diane selalu datang, dengan atau tanpa diminta.

Dan dari situ gue merasa kalau akhirnya gue punya seseorang.

Seseorang yang hanya melihat bagaimana gue menikmati mencampur tanah dengan air lalu dengan percaya diri dan gagah berani gue menyebut itu adonan kue.

Seseorang yang selalu tersenyum ketika gue selesai membuat satu resep masakan yang entah apa namanya. Pokoknya ada tanah, batu sama daun kering di atasnya saat itu.

Ketika kebanyakan anak selalu mempunyai seseorang di sampingnya untuk mengejar impian mereka. Gue malah ditinggalkan, diacuhkan bahkan tidak dipedulikan.

NOVELTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang