‣ bottle

438 134 0
                                    

Sabiela masuk ke kelas XII IPS-I. Gadis itu berjalan ke arah bangkunya. "Nulis apaan, Za?" tanya Sabiela kepada teman sebangkunya yang bernama Dizza Moura.

"Nyalin tugas bahasa Inggris punya Shean. Lo siap gak?" jawab Dizza sambil mendongak menatap Sabiela yang sudah duduk di bangkunya itu.

Sabiela menepuk jidatnya.

"Pasti belum siap lo, ya." kata Dizza lagi yang langsung peka terhadap pergerakan Sabiela.

Sabiela mengangguk lesu. "Semalam gue cuma ngerjain tugas fisika doang, anjir. Gak tau kalo bahasa Inggris ada tugas."

Dizza tersenyum mengejek. "Kalo fisika gue juga udah siap. Kayaknya lo bakalan kena hukum deh, La."

"Ih, kenapa gitu?!"

"Bentar lagi bel masuk bunyi. Soal bahasa Inggris ada sepuluh ikut pilihan bergandanya ditulis. Mata pelajaran pertama juga. Mana keburu lagi, tolol. Untung gue udah nomor terakhir."

Sabiela mengusap kasar wajahnya. "Kok lo bisa cepet banget, Za? Datang cepat lo, ya."

Dizza mengangguk. "Iya. Semalam udah gue bilang juga sih ke Shean buat nyontek tugas bahasa Inggris punya dia." setelah mengatakan itu, Dizza melanjutkan kembali aktivitas menyalin tugasnya yang sempat tertunda.

Lain dengan Sabiela, gadis itu meratapi nasibnya yang akan dihukum nanti pada saat jam mata pelajaran bahasa Inggris.

Semoga aja gurunya gak masuk. batin Sabiela.

๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ────⋆˚₊⋆ ๑

Disinilah Sabiela berada sekarang. Ya, di lapangan sekolah sembari menghormat bendera di bawah teriknya matahari pagi. Sehat sih tapi 'kan tetap aja panas. Mana Sabiela haus banget lagi.

"Sial banget hidup gue. Udah gak dibalas perasaannya sama Satya, sekarang malah dihukum kek gini." dengus Sabiela kesal. Gadis itu menendangi batu kerikil kecil yang berada di dekatnya.

"Sabiela." panggil seseorang dari belakang.

Sabiela menoleh. Gadis itu tersenyum senang ketika mengetahui bahwa Satya yang memanggil dirinya. "Hai, sayang." sapa Sabiela. Satya reflek mau muntah dengernya.

Satya berdecak. "Lo disuruh hormat bukan ngegatelin gue."

Bibir gadis itu mengerucut. "Gatelin dikit doang gakpapa kali, Sat. Kaku amat lo."

"Berisik lo. Enak kena hukum? Besok-besok ulangin aja terus kesalahan yang sama. Lo emang gak ada kapok-kapoknya. Keras kepala banget." omel Satya.

Sabiela tersenyum menggoda. "Yaampun, sampai diomelin. Sepeduli itu lo sama gue, ya?"

"Cewek bandel. Dibilangin juga."

Sabiela tertawa kecil. Salah fokus, Sabiela melihat sebuah botol air mineral yang ada dalam genggaman tangan Satya. "Eh, ada air. Buat gue, ya, Sat?" tanya Sabiela penuh percaya diri sembari melirik botol air yang ada di tangan Satya.

Satya menggeleng. "Bukan buat lo. Geer banget."

"Ya, terus buat siapa?!" Sabiela mencebik kesal.

"Buat anak setan."

Lagi, lagi, dan lagi. Sabiela memukul lengan Satya. "Ya, itu gue."

"Masa?"

"IYA."

"Tau darimana lo?"

"Itu 'kan panggilan sayang lo buat gue."

"Pede habis lo, ya."

"Tapi emang buat gue 'kan?" Sabiela menaikkan kedua alisnya secara bergantian.

Satya menghela nafasnya dan kemudian mengangguk. Gadis di hadapannya itu langsung meloncat kesenangan. "Yaampun, Satya! Lo udah mulai suka, ya, sama gue? Benih-benih cinta buat gue udah tumbuh di hati lo, ya?"

Satya menatap Sabiela dengan pandangan jijik. "Kenapa sih lo geer banget?! Gue cuma kasih air mineral itu sama lo karna takut lo mati dehidrasi aja disini. Kan gak lucu lo mati cuma karna disuruh hormat bendera."

"Bisa aja lo ngelesnya. Gengsian banget." Sabiela membuka tutup botol air mineral itu dan meneguknya hingga setengah.

"Terserah lo." kemudian, Satya pergi darisana menuju kelasnya.

Sabiela tersenyum dan memeluk botol air mineral tersebut. "Bakalan gue simpan nih botol."

๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ────⋆˚₊⋆ ๑

see u soon in next part <3 💗

❝ love letters ❞ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang