Pagi harinya Azri kembali datang ke Rumah sakit untuk membawakan Aksa sarapan. Aksa hanya melirik tidak nafsu makanan yang baru saja di bawa Azri.
"Nih bang masih anget buburnya." Azri menyodorkan bubur ayam yang tadi di belinya serta sebotol air mineral.
"Entar aja, belum lapar." Sahut Aksa, yang sejujurnya tidak begitu menyukai bubur ayam.
Menyesal ia mengatakan terserah beberapa waktu lalu, harusnya ia bilang aja -Nasi goreng.
"Ya udah. Aku juga entar aja." Azri yang sudah berniat memasukkan sesendok bubur kedalam mulutnya terpaksa kembali menurunkan sendok-nya lagi.
"Kamu belajar dari mana si?" Tanya Aksa lalu meraih sendok-nya.
"Ya dari abang." Sahut Azri lalu melahap bubur ayam kesukaannya.
Aksa dengan gerakan ingin menyuap bubur-nya menolehkan kepalanya pada pemuda yang duduk di sampingnya.
"Abang?"
"Abang 'kan selalu ngelarang siapapun buat nyentuh makanan di meja makan kalau kita semua belum kumpul. Satu pelajaran yang aku dapat beberapa bulan ini." Jelas Azri dengan senyumnya membuat Aksa ikut tersenyum.
"Btw, siapa yang nemenin Elvino hari ini?" Tanya Azri seraya melirik Vino yang masih asik memejamkan matanya.
"Siapa lagi." Sahut Aksa yang masih berusaha menikmati bubur nya.
"Siapa bang?" Tanya Azri yang masih belum mengerti.
"Calon Dokter yang dingin itu. Dia benar-benar emang." Sahut Aksa seraya menggelengkan kepalanya saat ingat beberapa sikap dingin Arvin.
"Oh bang Arvin. Tapi aku juga mau di sini ah."
"Kamu 'kan ada kuliah pagi."
"Skip sehari kayaknya gak masalah deh bang,"
"Gak ada ya Az, lagian pasti Arvin bilang gini 'kalian pulang aja. Gimana kalau terjadi sesuatu sama Elvino, kalian pasti akan panik tanpa memikirkan cara logis buat nolongnya' gitu." Aksa meniru gaya bicara Arvin tempo hari yang menyuruhnya untuk pulang saja.
"Atau 'kalau kalian gak nurut, simpel sih, suntik mati aja'." Azri ikut-ikutan meniru gaya bicara Arvin dan sontak kedua pemuda itu tertawa setelahnya tanpa mempedulikan seseorang yang sejak tadi bersandar pada dinding di samping pintu dengan melipat kedua tangan di dada. Oh jangan lupakan tatapan dinginnya.
Ya. Itu Arvin. Si calon Dokter yang kata Aksa dingin itu.
Aksa dan Azri seolah buta atau mungkin memang Arvin yang tak terlihat karena kulitnya yang begitu putih.Tidak, itu pasti karena dua kakak-beradik itu terlalu asik menggosipkan Arvin. Sekali-kali tidak apa,'kan?
"Btw, gue gak tuli sih. Sekedar informasi aja."
Bbyuurr...
Seteguk air mineral yang baru saja masuk kedalam mulut Aksa kembali keluar. Diam-diam Azri berucap syukur, karena tidak duduk di hadapan Aksa. Tidak lucu 'kan kalau wajahnya terkena semburan air dari mulut Aksa.
"Arvin, kamu udah datang." Dengan cengiran bodohnya Aksa melirik Arvin, begitupula Azri.
Arvin tidak menyahut. Membuat cengiran bodoh Aksa dan Azri seketika luntur. Bodoh, itu tidak akan mempan untuk seorang Arvin Arsalan Azhar.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐀𝐔𝐃𝐀𝐑𝐀 ? (SOTB LOKAL VER)
Fiksi PenggemarCerita ini adalah hasil dari remake-an STORY OF THE BROTHER dalam kata lain cerita ini adalah STORY OF THE BROTHER DALAM VERSI LOKAL. Saya sengaja membuatnya dalam versi lokal, kenapa? Ya karena saya mau:) Nb : Ada beberapa poin yang ikut saya ubah...