Berangta

15 6 5
                                    

Keadaan kelas sudah jauh berbeda, banyak dari mereka yang mulai mengakrabkan diri satu sama lain. “Jinyoung di mana? Dia belum hadir?” Tanya Ryujin. “Aku tidak tahu, mungkin dia kesiangan.” Jawab Jisoo, matanya terus menatap pintu. Sosok yang ia tunggu belum juga berada dalam jangkauan pandangannya.


“Hyung, Jinyoung tidak hadir hari ini?” Tanya Jackson.

“Dia bilang tidak enak badan.” Ucapannya didengar oleh Jisoo dan Ryujin.

“Jinyoung sakit?” Tanya Ryujin.

“Sepertinya begitu.”

“Tapi kemarin dia baik-baik saja.” Celetuk Jackson.

“Hyung, aku harus ke asrama dulu. Aku lupa membawa catatanku.” Ujar Jaebum dari belakang.

“Baiklah, tapi cepat ya! Sebentar lagi professor Park akan tiba.” Jaebum hanya mengangguk paham.

Jaebum berlari sekuat tenaga untuk sampai ke asrama. Namun, saat ia melewati taman, ia melihat sosok yang tidak asing baginya, lantas berjalan men-dekatinya. “Jinyoung?” Tanya Jaebum. Terlihat Jinyoung sedang duduk sambil meminum cola. Ia mengangkat wajahnya, lalu menatap seseorang yang berada di hadapannya.

“Kenapa kau di sini? Katanya kau sakit?”

“Aku memang sakit.”

“Lalu kenapa kau duduk di sini dan meminum cola di pagi hari?”

“Lukaku berada di dalam.”

“Hah?” Dahinya mengernyit.

“Jaebum-ah, kau ingat dengan pertanyaan yang dilontarkan Jackson padaku?” Jinyoung bertanya tiba-tiba, membuat Jaebum memicingkan matanya.

“Pertanyaan apa?”

“Saat malam api unggun.” Jaebum berpikir keras, kemudian ia teringat sesuatu.

“Apakah pertanyaan tentang Suho Hyung?”

“Ya. Jackson bertanya padaku, apakah Suho Hyung sedang menyatakan perasaannya. Ku pikir iya.”

“Lalu?”

“Lucu, kan?” Ujarnya menyeri-ngai.

“Apa maksudmu? Kau menyukai Jisoo?”

“Entahlah. Tapi bagian ini terasa sakit.” Ujarnya sambil menunjuk ke dadanya.

“Aku yakin 100% kalau kau menyukainya. Utarakanlah!”

“Suho Hyung menyukainya, bagaimana bisa?"

“Lalu kau akan diam saja? Sudahlah, aku akan ke asrama dulu, bisa-bisa aku terlambat.”

“Pergilah!”

“Aku duluan, ya!” Jaebum menghentikan langkahnya dan menoleh. “Jika kau tidak ingin pergi kuliah, masuk saja ke kamar! Di sana akan jauh lebih baik.”

Jinyoung tidak menggubrisnya, ia menatap Jaebum yang saat ini sedang berlari. Kepalanya mendongak, memandang langit yang cerah, tapi matahari sama sekali tidak membakar semangatnya. Tubuhnya beranjak pergi, ia meremas kaleng cola itu dengan kuat, lalu membuangnya bersamaan dengan perasaan aneh yang ia rasakan.

***

Kelas berakhir dengan cepat, namun tetap saja mereka tidak terbebas dari banyaknya tugas. Ya, seperti inilah resiko yang harus dijalani saat menjadi mahasiswa di jurusan arsitektur, tidak ada waktu untuk bersantai-santai. Jisoo melihat isi dompetnya di hadapan Ryujin.

“Kenapa? Ada apa?”

“Hah.” Jisoo menghela napas.

“Uangku menipis lagi untuk membeli material model.”

“Sama. Tapi aku harus membeli sesuatu ke supermarket. Kau mau mengantarku?”

“Boleh. Ayo!”

Keduanya berjalan menuju supermarket yang letaknya tepat berada di samping kiri univer-sitas. Ryujin memilih banyak makanan, termasuk susu pisang.

“Kau membeli itu untuk siapa? Kau kan tidak suka pisang.” Ryujin hanya tersenyum. Jisoo mengernyitkan dahi, ia kemudian pergi ke rak obat.

“Kau mau membeli obat apa?” Pertanyaan Ryujin mengaget-kannya.

“Tidak kok, aku hanya melihat-lihat.”

“Benarkah? Kalau begitu aku akan mengambil obat demam.” Tangannya dengan cekatan mengambil obat yang ia maksud, kedua tangannya dipenuhi dengan barang belanjaan.

“Untuk siapa?”

“Kau perlu memilikinya untuk berjaga-jaga, Jisoo-ya.”

Jisoo terus dibuat kebingungan dengan perilaku anehnya, namun ia tidak menemukan jawaban meskipun hint yang diberikan Ryujin sudah sangat jelas.

“Kau sudah selesai, Jisoo-ya?” Ia menoleh ke arahnya, namun ia tidak melihat apapun di tangan Jisoo.

“Mau ku bantu membawakan barangmu?” Tanya Jisoo.

“Boleh. Kau tidak membeli apa-apa?”

“Tidak. Aku kebingungan, sudah berikan padaku!”

Ryujin memberikan sebagian barang yang telah ia pilih, mereka berdua menuju kasir. Sesudah membayar, Ryujin menyuruh Jisoo untuk pulang terlebih dahulu. “Jisoo-ya terimakasih. Tetapi aku akan menunggu seseorang dulu, kau duluan saja.” Jisoo mengernyitkan dahinya. “Tidak apa-apa?” Ryujin mengangguk.

Jisoo meninggalkannya dengan teka-teki yang masih belum bisa ia pecahkan. Sementara Ryujin menatap punggung Jisoo yang kian lama semakin menjauhinya, kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan pesan pada seseorang. Saat ia merasa Jisoo sudah pergi cukup jauh, ia mulai melangkahkan kakinya menuju asrama.

Jinyoung menggosok-gosokkan handuk ke rambutnya yang basah. Ponselnya bordering sangat nyaring. “Halo?” Ujarnya. “Jinyoung-ah, kau tidak membaca pesanku?” Tanya seseorang diujung sana. “Pesan? Ini siapa?” Tanya Jinyoung. Jinyoung melihat layar ponselnya sekilas. Tertulis nama Shin Ryujin di sana.

“Oh, Ryujin-ah. Maaf, aku baru selesai mandi.”

“Bisakah kau ke lobi asrama sekarang?”

“Lobi?”

“Iya. Cepat, ya! Aku sudah menunggumu dari tadi.”

“Baiklah, tunggu di sana!” Jinyoung menutup teleponnya, ia bergegas turun ke lobi. Di sana, Ryujin melambaikan tangannya, Jinyoung berjalan mengham-pirinya.

“Ada apa?” Tanyanya. Ryujin menyodorkan kantong kresek yang berisi sus pisang, obat dan berbagai makanan kepadanya.

“Ini untukmu?”

“Apa ini?”

“Aku dengar kau sakit, jadi aku membawakan obat, makanan dan susu pisang kesukaanmu.”

“Kau tidak perlu seperti ini, tapi terimakasih.”

“Tidak apa-apa. Lagi pula kau adalah orang yang aku sukai.” Ujarnya sambil menunduk.

“Apa? Kau bilang apa barusan?”
Jinyoung memastikan bahwa apa yang ia dengar salah. Ryujin menaikkan pandangannya, ia menatapnya dalam-dalam.

“Jinyoung-ah.” Ryujin mengatur napas, berusaha menenangkan dirinya.

“Aku menyukaimu. Bukan sebagai teman, tetapi sebagai pria.”

***

Happy reading and
thank you for your vote^^

Dear ArchitectureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang