Sejatinya, sekolah merupakan tempat untuk menuntut ilmu. Namun, tidak untuk beberapa orang yang menganggap sekolah sebagai tempat untuk bersaing.
Kim Jisoo adalah siswi yang cantik dan salah satu siswi cerdas di sekolahnya, tetapi ia tidak pernah unggul dari salah satu siswa cerdas lainnya.
“Kau berada di urutan kedua lagi.” Ujar Jennie sambil melihat papan pengumuman.
“Jangan pikirkan aku, lihat peringkatmu ada di nomor berapa!” Cibirnya sambil berjalan meninggalkan papan pengumuman itu.
“Aku tidak peduli lagi. Aku bukan orang yang peduli terhadap nilai sepertimu.” Ledek Jennie.
“Aku benar-benar penasaran. Siapa Park Jinyoung itu? Dia selalu berada di peringkat atas, ini sudah dua tahun dia bertengger di sana. Menyebalkan.”
“Kau tidak tahu? Heol. Dia sangat terkenal.”
“Ah, masa bodoh.”
“Kau terlalu sibuk dengan belajar sampai mengabaikan hal lainnya.”
“Berisik! Lebih baik kau tunjukkan saja padaku orangnya.”
“Kau penasaran juga kan?” Jennie menatapnya penuh arti.
“Tidak. Sudahlah ayo kita ke kantin saja!”
Jam istirahat sedang berlangsung. Seperti biasa, kantin ramai dengan banyak orang yang berlalu lalang. Jisoo dan Jennie sedang mengantri untuk mengambil makanan.
“Wah, kakiku pegal sekali.” Gerutu Jennie.
“Aku merasa antriannya semakin panjang dari hari ke hari.” Jisoo ikut menggerutu.
Tidak lama, tibalah giliran mereka. “Terimakasih.” Mereka berdua pun berjalan untuk mencari tempat duduk yang kosong. Tiba-tiba seseorang memanggil mereka.
“Jisoo! Jennie!” Orang itu berteriak sambil melambaikan tangannya.
“Rose!” Ujar mereka berdua serempak, kemudian berjalan ke arahnya.
“Sudah lama sekali. Bagaimana rasanya mengikuti pertukaran pelajar ke Australia?” Tanya Jisoo.
“Begitulah. Ayahku bekerja di sana, jadi aku tidak terlalu kesepian. Semua sama saja kok, sama-sama menuntut ilmu.”
“Pada dasarnya, bahasa Inggrismu memang bagus Rose. Aku iri padamu.” Ujar Jennie.
“Tidak juga. Oh iya, kalian menulis apa di formulir cita-cita?”
“Aku ingin menjadi penyanyi, kalau Jisoo sih sudah jelas dia menulis apa di formulir itu.”
“Benar juga. Itu sudah menjadi rahasia umum bahkan ketika kita masih SD.” Rose menimpalinya.
“Yah, aku memang menginginkan itu sejak aku kecil.
“Hebat sekali cita-citamu tidak pernah berubah sejak dulu.” Rose mengaguminya.
“Kenapa kau ingin sekali menjadi Arsitek, sih? Melihat gambarnya saja aku sudah pusing.” Jennie ikut berkomentar.
“Umm, entahlah.” Jisoo mengangkat bahunya diiringi senyuman penuh makna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Architecture
FanfictionMenjadi arsitek adalah impiannya yang tak pernah berubah. Namun, seseorang terus mengunggulinya. Tetapi dia adalah Kim Jisoo, si ambisius yang pantang menyerah.