Waktu terus bergulir, dinginnya malam mulai menyelimuti mereka. Di atas sana, bulan menyeringai sambil menatap mereka dari kejauhan. Suho memasukkan kedua tangan ke dalam saku jaketnya.
Jaebum yang berjalan di sampingnya juga ikut memasukkan sebelah tangannya, sementara tangan kanannya sibuk membawa sekantong kresek berisi makanan. Tidak lama kemudian, mereka tiba di kedai kopi. Suho menyebutkan semua pesanannya. Selang beberapa menit kemudian, semua pesanannya sudah selesai dibuat. “Terima kasih.” Ujar Suho sambil mengambil kopi tersebut.
Tanpa menyia-nyiakan waktu, mereka pergi meninggalkan café tersebut dan kembali ke studi room. Berbeda dengan sebelum-nya, tangan Suho tidak lagi berada di balik saku jaketnya, kini kedua tangannya sibuk membawa dua kantong kopi. Jarak antara café dan kampus mereka tidak terlalu jauh.
“Hyung, kenapa kau bisa tahu pesanan kopi milik Jisoo dengan se-detail itu?” Tanya Jaebum memecah keheningan.
“Aku beberapa kali minum kopi dengannya, jadi aku hapal.” Jawab Suho dengan santainya.
“Entahlah, tapi aku merasakan adanya getaran yang berbeda.” Suho hanya tersenyum mendengar perkataannya.
“Hyung, kau benar-benar menyukainya, ya?”
“Siapa maksudmu?"
“Kim Jisoo. Aku menyadarinya saat makrab dulu, mungkin yang lain melihatnya sebagai lelucon, tetapi aku menganggap hal itu adalah perkataan yang tulus dari hatimu.”
“Apa menurutmu begitu?” Tanya Suho meyakinkannya. Jaebum mengangguk, Suho kembali menyunggingkan kedua sudut bibirnya.
“Ayo cepat! Nanti kopinya keburu dingin.” Ajak Suho, mereka pun mempercepat langkahnya.
Sementara itu, suasana di studio room terasa sangat canggung. Semenjak pembahasan terakhir yang dibahas oleh Jinyoung dan Jisoo, mereka memilih diam dan fokus mengerjakan maketnya.
“Apa kau tidak merasa gerah, Jinyoung-ah?” Jisoo berbicara ngawur. Jinyoung mengernyit-kan dahinya.
“Apa kau sakit?” Ia menempel-kan punggung telapak tangan kanannnya ke dahi Jisoo. Jantung Jisoo berdetak tidak karuan, waktu seakan berhenti untuk sesaat.
“Ke-kenapa?” Tanya Jisoo terbata-bata.
“Kau merasa gerah di cuaca yang dingin seperti ini?”
Sebenarnya, perasaan gerah yang Jisoo rasakan bukanlah karena ia sedang tidak enak badan, melain-kan karena ucapan Jinyoung itu-lah yang membuatnya merasa gerah.
“Aku tidak apa-apa.”
“Oh! Wajahmu memerah!” Ujar Jinyoung terkejut, ia segera melepaskan telapak tangannya.
“Apa? Tidak. Aku tidak apa-apa.” Jawab Jisoo panik.
“Beneran?” Jinyoung meyakin-kannya kembali. Jisoo meng-angguk. Mereka pun kembali ke pekerjaan masing-masing.
“Jinyoung-ah.” Jisoo kembali membuka suara. Jinyoung menoleh.
“Kenapa?” Jisoo menghela napas, ia mencoba memberanikan diri untuk menanyakan hal yang selama ini ia hindari.
“Apa kau dan Ryujin itu…”
Ia tidak menyelesaikan kalimatnya. Jinyoung semakin penasaran, ia sangat menunggu ucapan apa yang akan ke luar dari mulut manisnya. Jisoo menelan ludah dengan kasar, ia sangat gugup.“Apa kau dan Ryujin pacaran?”
“Apa? Bisa kau ucapkan sekali lagi?” Jinyoung menjahilinya, ia menyeringai.
“Apa kau tidak bisa mendengar-nya?!” Rengek Jisoo kesal.
“Kenapa kau sangat penasaran? Aku dan Ryujin-”
![](https://img.wattpad.com/cover/186284862-288-k650605.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Architecture
FanfictionMenjadi arsitek adalah impiannya yang tak pernah berubah. Namun, seseorang terus mengunggulinya. Tetapi dia adalah Kim Jisoo, si ambisius yang pantang menyerah.