Apa yang dilakukan Seokmin selama sebelas tahun? Tidak ada, selain menyembunyikan semua kebohongan dan membuat kebohongan baru demi menyembunyikan kebohongan sebelumnya. Tentu tidak hanya sebatas itu. Bagaimanapun, Seokmin sungguh hendak membawa Jisoo masuk ke dalam kehidupan nyatanya. Selamanya. Tanpa harus menyembunyikan banyak hal. Termasuk kematian Ayah Jisoo dan profesi Seokmin selama ini. Mencari celah di mana ia bisa sedikit demi sedikit membongkar kebohongan sendiri. Tapi belum bisa terealisasikan hingga detik menjelang kematian.
Kematian siapa? Lee Seokmin.
Seokmin menutup mata. Bayang-bayang Jisoo perlahan hilang dari pandangan. Mata Seokmin perih. Bukan karena takut, tapi kecewa pada dirinya sendiri. Kenapa selama sebelas tahun pun rasanya masih kurang? Ia masih membutuhkan banyak waktu untuk mengungkapkan semua rahasia yang tidak Jisoo ketahui. Karena sudah Jisoo ketahui dari orang lain, sangat wajar jika akhirnya gadis itu lebih memilih membunuh Seokmin. Sama halnya dengan Jisoo, Seokmin pun sangat kecewa.
Sedetik, dua detik, suara ledakan dari sebuah pistol yang ada di tangan Jisoo belum juga terdengar. Padahal, terakhir kali Seokmin menggunakan fungsi indra penglihatan, Jisoo sudah mengangkat pistol itu dan diarahkan kepada Seokmin. Seokmin membuka mata. Posisi tangan Jisoo belum juga berubah. Tapi bedanya, Jisoo secara terang-terangan menunjukkan kekecewaan.
Isak tangis Jisoo terdengar. Semakin lama semakin nyaring. Tersedu. Tangan gemetar. Itulah alasan kenapa Seokmin masih bisa bernapas hingga sekarang. Jisoo terlalu lemah hingga tidak sanggup bahkan sekadar menarik pelatuk pistol di tangannya.
"Soo-ya..." Seokmin memanggil lagi.
Sejak awal Jisoo begitu enggan mengeluarkan suara walau sepatah kata pun. Hanya sanggup menangis, meluapkan kemarahan.
Seokmin maju satu langkah. Tangannya terulur. Hendak menjangkau Jisoo.
"Berhenti di situ!" Jisoo memperingatkan. Tangisannya semakin nyaring. Berteriak lantang. "Pembunuh!"
Seokmin ingat persis. Salah satu perkara yang membuatnya sakit hati luar biasa adalah ketika gadis itu merayakan hari kelulusan di salah satu SMA. Seorang lelaki memeluknya lalu memberikannya bunga. Saat melihat ini, Seokmin bersumpah dalam hati. Seokmin yakin Tuhan pun pasti telah mendengar sumpahnya ini. Apa pun yang terjadi, siapa pun itu, Seokmin tidak akan pernah lagi membiarkan Jisoo bahagia selain dengan dirinya. Terdengar egois memang. Tapi Seokmin yakin bahwa hanya dirinyalah yang bisa membuat Jisoo bahagia.
Keegoisan Seokmin terus berlanjut hingga Jisoo diterima bekerja. Melarang Jisoo melakukan ini itu dengan alasan berbahaya. Tentu alasan tersebut memang sangat berlaku. Dunia luar terlalu berbahaya untuk kehidupan rapuh Jisoo. Akan tetapi, selain poin tersebut, tentu masih banyak alasan lain yang menyertai. Hanya pada Jisoo. Hanya untuk Jisoo. Seokmin tidak mau Jisoo bertemu pria lain dan hidup bahagia dengan pria selain dirinya.
Mendengar Jisoo meneriakinya sebagai pembunuh, Seokmin tidak bisa membantah. Benar. Tidak ada yang bisa Seokmin lakukan selain mengaku. Seokmin menjatuhkan tubuhnya. Bertumpu dengan lutut. Ikut menangis. Bukan untuk meminta maaf. Seokmin yakin permintaan maafnya tidak akan pernah bisa memperbaiki kesalahan sebelumnya. "Aku terlalu egois. Aku sangat menyesal. Sebab awal kenapa aku menjagamu, aku ingin menebus kesalahan. Tapi perasaanku malah berubah menjadi cinta."
Jisoo menggelengkan kepala. Alasan Seokmin tidak masuk di akalnya. "Ayahku dan semua orang yang kamu bunuh tidak akan pernah bisa kembali meskipun kamu menjagaku seumur hidup."
Seokmin mendongak. Ya, ucapan Jisoo seratus persen benar. "Kamu boleh membunuhku."
Tontonan apa yang jauh lebih lucu dibandingkan kartun yang tayang setiap pagi di akhir pekan? Ucapan Seokmin tadi. Jisoo tergelak menahan tawa. Tangannya jatuh ke atas paha bersama pistol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Romance (✓)
Fanfiction[SEOKSOO GS Fanfiction] Seokmin adalah penyelamat hidupnya, hanya itu yang Jisoo tahu. Seokmin adalah rumah baginya, hanya itu yang membuat Jisoo bertahan. Seokmin adalah buku diary-nya, hanya itu yang Jisoo rasakan. Akan tetapi, tanpa Jisoo tahu, S...