Kosong. Hanya ada satu benda yang terdapat di dalam sana. Yaitu kursi yang tengah Jisoo duduki. Dengan tangan dan kaki terikat Jisoo berusaha keras melepaskan diri. Meski rasanya percuma, ia belum juga menyerah. Keringat mengucur deras di keningnya.
Dulu, saat masih ada Seokmin di sampingnya, jangankan keringat. Merasa kepanasan pun Jisoo tidak pernah. Laki-laki Lee itu terus memastikan bahwa Jisoo berada dalam kondisi baik. Menjadi angin jika Jisoo merasa panas, menjadi selimut tebal jika Jisoo merasa dingin. Rasanya baru kemarin Seokmin datang secara tiba-tiba. Berdiri di depan rumahnya. Bak seorang malaikat penolong. Di saat Jisoo merasa tidak ada siapa pun yang bisa menolong. Waktu berlalu sangat cepat.
Bukan tanpa alasan Jisoo berusaha keras melepaskan diri. Tidak mau egois. Ia memikirkan bagaimana kondisi Lee Seokmin. Laki-laki Lee itu terkapar tidak berdaya di dalam mobil bersama luka tembakan. Apa yang terjadi pada Seokmin sekarang? Adakah orang yang dengan suka rela membantunya? Apakah para tenaga medis bersedia menyelamatkan Seokmin meskipun tanpa adanya pihak keluarga?
Jisoo menutup mata. Tidak sanggup membayangkan. Baru terbuka begitu merasakan kehadiran seseorang. Membuka pintu. Turut masuk. Jisoo berusaha keras berteriak. Minta dilepaskan. Gagal. Kewalahan. Suara Jisoo tidak bisa menembus tebalnya lakban hitam yang menutup erat mulutnya.
Seorang pria masuk sambil tertawa. Disusul oleh beberapa orang pria lainnya sekaligus. Jisoo perhatikan wajah mereka satu per satu. Terbelalak. Seungcheol, kekasih pemilik mini market tempatnya bekerja, ada orang yang pertama kali masuk tadi. Dan keterkejutan Jisoo tidak berhenti sampai di situ. Seungcheol memberi instruksi pada salah seorang bawahannya. Meminta agar lakban di mulut Jisoo dilepas. Saat seseorang itu mendekat, barulah Jisoo berhasil mengenali. Hansol. Pria yang sangat dikagumi oleh Seungkwan.
"Lepaskan aku!"
"Wow. Tenang, cantik." Seungcheol tergelak menahan tawa. "Tidak perlu takut. Umurmu dan Seokmin tidak akan lama lagi. Aku jamin itu."
Mendengar nama Seokmin disebut, Jisoo semakin tak gencar melakukan pemberontakan. Hingga hampir terjatuh dari kursinya.
"Baiklah... Sebelum aku membunuhmu, ada satu fakta yang hendak aku ceritakan sedikit mengenai meninggalnya ayahmu. Bagaimana? Asalkan kamu mau bersikap manis sebentar saja," Seungcheol memberi tawaran. Dan sesuai dugaannya, Jisoo langsung terdiam. Seungcheol menyeringai penuh kemenangan dibuatnya. Mengeluarkan selembar foto yang tersimpan dalam kantung celana. Mendatangi Jisoo. Berjongkok di depannya. "Coba kamu perhatikan baik-baik. Dia ayahmu. Benar, kan?"
"B-bagaimana bisa?" Jisoo tidak mengerti sedikitpun. Apa hubungannya kejadian ini dengan meninggalnya sang ayah sebelas tahun lalu?
Kemudian, Seungcheol mengeluarkan foto kedua. Jisoo masih bisa mengenalinya. Lee Seokmin saat masih berumur dua puluh tahun. Usia di mana mereka pertama kalinya bertemu. Jisoo membuka mulut, jelas hendak mengajukan pertanyaan. Namun Seungcheol sudah lebih dulu menjelaskan. "Dia adalah salah satu bawahanku yang paling aktif. Aktif sebagai apa? Pembunuh bayaran. Sudah bekerja denganku selama tiga belas tahun. Sudah ada puluhan orang yang telah mati di tangannya. Dan apa kamu tahu? Ayahmu, Hong Myunsoo, adalah salah satu korbannya."
Jisoo menggeleng tidak percaya. Menangis. Melakukan pemberontakan lagi. Berusaha keras menentang, meski kaki dan tangannya masih terikat kuat. Juga mengeluarkan banyak sumpah serapah. Mengutuk seorang Choi Seungcheol.
Bukannya urung, Seungcheol semakin bersemangat menjelaskan latar belakang seorang Lee Seokmin. "Sekarang, kami harus membunuhnya. Kamu tahu kenapa? Karena dia membiarkan kamu, satu-satunya saksi kematian Hong Myunsoo, masih hidup." Seungcheol mengulurkan tangan. Hendak bersalaman. Meski tahu bahwa berjabat tangan adalah kegiatan yang mustahil. Tangan Jisoo masih terikat di belakang. "Selamat. Cinta kalian abadi. Sampai mati. Seokmin mati, kamu juga mati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Romance (✓)
Fanfic[SEOKSOO GS Fanfiction] Seokmin adalah penyelamat hidupnya, hanya itu yang Jisoo tahu. Seokmin adalah rumah baginya, hanya itu yang membuat Jisoo bertahan. Seokmin adalah buku diary-nya, hanya itu yang Jisoo rasakan. Akan tetapi, tanpa Jisoo tahu, S...