12

3.4K 259 3
                                    

Ken Pov

06.45

Aku masih menggenggam flashdisk pemberian Marisa kemarin, belum kubuka. Aku masih belum percaya.

Dan sekarang lapangan sekolahku ramai. Entah apa yang murid-murid itu kerumuni.
Aku menghentikam salah satu siswi yang lewat dengan asal.

"Ada apa itu?"

Siswi dengan gaya centil ini menjawab,
"Ada pembunuhan. Hii seram sekali."

Aku kaget,
"Benarkah? Siapa yang mati?"

"Cowok pokoknya, kakak kelas kalau tidak salah. Aku tidak kenal namanya."

"Oke terimakasih."

Aku menerobos kerumunan dengan mudah. Apaan ini yang berkerubung kebanyakan cewek semua.
Mereka berteriak histeris dan ada beberapa yang menangis, sebagian hanya bergosip.

Kalau takut darah ya jangan melihat, cewek itu ribet. Kecuali Sarah. Tuh kan jadi inget lagi. Rindu lagi.

Mayat itu telungkup dengan pistol tergenggam ditangan kirinya. Sedangkan tangan kanan patah.
Aneh.

Guru laki-laki mulai menyuruh semua murid masuk kelas. Kecuali aku tentu saja. Mereka tau kalau aku detektif. Jadi mereka membiarkan saat aku lebih mendekat dengan mayat ini.

"Dugaanku mungkin dia berdiri di lantai 3, tepat diujung. Lalu menembak dirinya sendiri, ia jatuh dan tanganya patah." ujarku pada guru olahragaku.

"Kalau begitu baiklah.." jawabnya lirih.

"Apa sudah telfon polisi?"

"Mereka akan datang 5 menit lagi."

"Oke, boleh aku masuk kelas? Aku takut murid lain curiga."

Guru olahragaku menggeleng,
"Tunggu sampai polisi datang. Kamu sendiri yang harus menyampaikan penyebab kematianya."

"Oke." ucapku duduk dipinggir lapangan.

Sembari menunggu samar-samar aku melihat seseorang berpakaian biru muda memperhatikan kami dari kejauhan. Apa dia pelakunya?
Aku mengamatinya, ia segera kabur saat aku mengejarnya.

Ia lari cepat sekali. Tubuhnya cewek, tapi tenaganya mirip cowok.
Siapa dia ini? Ia menggunakan topeng aneh.

"Hei berhenti!!" teriakku.

Ia masih berlari terus menerus.
Oh tidak ia menuju hutan lindung! Aku berhenti mengejarnya. Aku bisa bertemu binatang buas jika aku tetap mengikuti orang itu.

Devina! Tidak salah lagi.
Pasti dia pelakunya.
Dia suka warna biru cerah.
Tubuhnya juga kecil.
Larinya cepat.

Aku segera menelfon Ardi, agar ia kemari.

"Ardi, aku sedang berada dijalan menuju hutan lindung. Cepatlah kemari, ada yang penting! Petunjuk baru!"

"..............."

"Oke, cepat ya!"

Tak lama memang, Ardi datang dengan kemeja hijau dan celana jeans selutut. Konyol sekali penampilanya. Membuatku tertawa terbahak-bahak.

"Oh dasar adik kurang ajar! Sekarang kau berani tertawa ya saat aku kesini sangat ngebut!" kesalnya.

Aku masih tertawa.

"Gara gara telfon mendadakmu itu aku mengenakan pakaian ini! Sudahlah, berhenti tertawa atau aku akan pergi?" ancamnya.

Aku menghentikan tawaku. Lalu mulai masuk ke mobilnya.

"Lagian kau ini, lucu sekali penampilanmu. Aku jadi ingin ketawa terus." kekehku.

"Sekarang apa berita pentingnya? Dan kenapa kau malah berjelajah ke hutan begini? Kau mau jadi tarzan sekarang?" ada nada kesal dalam ucapannya.

"Bukan begitu, kakakku. Ayo kita kerumahmu, aku ada flashdisk yang akan membantu kita menangkap Devina. Dan tadi aku mengejar orang misterius yang kuduga adalah pelaku pembunuhan disekolahku."

Ia masih fokus menyetir,
"Jadi itu benar? Tadi Nathan sangat buru-buru begitu tau ada pembunuhan disekolah."

"Ya memang benar."

"Siapa itu yang mati?"

"Orang."

"Bodoh."

"Iya aku pintar."

"Sudah ya, bacotnya nanti saja."

"Hayo sekarang kak Ardi berani ngomong kasar ya? Kuadukan mama nanti."

"Oh ya? Sekarang adikku jadi pengadu ternyata."

Kami saling tertawa. Melupakan sejenak kerumitan kasus ini.

Sweet Psycho[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang