16

3.3K 264 2
                                    

Ken pov

Aku dan Ardi duduk berhadapan dibalkon kamarku. Ditemani dua cangkir teh hangat. Malam ini agak dingin.

"Jadi, apa kau akan menghubungi gadis itu?" tanya Ardi.

"Gadis yang mana?"

"Yang memberimu data."

"Marisa?"

"Iya dia."

"Aku belum tau.."

"Menurutku kau harus menemuinya. Tanya lebih jelas mengenai video dan foto dalam flashdisk ini." usul Ardi.

Aku menghela napas,
"Baiklah."

Aku mengirim pesan kepada Marisa untuk bertemu di Colours Cafe besok jam 17.00
Dia membalas pesanku mengiyakan.
Cepat sekali responya.

"Sudah dibalas?" heran Ardi.

Aku meletakkan ponsel,
"Respon yang cepat."

"Oh ya, bagaimana perkembangan Devina?"

"Dia ternyata kemarin bersama Andre di kantin saat aku mengejar orang misterius itu."

"Lalu bukan Devina ya berarti?"

"Aku juga bingung."

"Selama aku bekerja sebagai polisi, ini termasuk kasus yang sulit." kekeh Ardi.

Aku tersenyum simpul,
"Aku juga."

"Oh hei, lihatlah kenapa orang itu sangat aneh?" bisik Ardi menunjuk ke jalan raya di bawah kami.

"Orang yang mana? Banyak orang itu." heranku.

Ia menunjuk seseorang yang memakai hoodie biru muda. Oh ini mirip sekali dengan si miterius.

"Lihat lihat dia melambaikan tangan pada kita!" seru Ardi membuyarkan lamunanku.

"Kurasa aku harus mengejar dia." sahutku meninggalkan balkon.

"Aku juga ikut. Bahaya kalau kau sendiri, adik kecil." sahutnya.

"Berhenti memanggilku begitu!" kesalku mengambil pistol.

Aku mendapatkan pistol ini resmi. Untuk berjaga jaga jika ada yang berusaha membunuhku saat aku menghadapi sebuah kasus.

Aku dan Ardi tak melihat orang itu saat sampai dijalan ini.

"Dimana dia?!" teriakku kesal.

"Santai, bro. Kita cari dulu makanya." Ardi menepuk bahuku.

Kemudian Ardi berlari kearah timur, aku terpaksa mengikuti. Rupanya ini pemukiman padat penduduk. Bahkan aku baru tau kalau dibelakang apartemen ada pemukiman.

Sempit sekali jalanya, gang nya juga banyak dan bercabang. Tapi aku tetap mengikuti kemana Ardi berlari. Entah apa yang dia kejar.

Aku, Ardi, dan si Misterius berhenti. Tampak sungai yang membentang membuat si Misterius tak bisa lari lagi.

"Oh ayolah, kita pakai cara aman. Serahkan dirimu dan kau tidak akan terluka!" perintah Ardi.

Dia memakai topeng Pink. Pantas waktu itu aku tidak melihat wajahnya.
Tidak tau dia ini laki-laki atau perempuan, tapi tubuhnya agak kecil.

"Mati saja..."

Dia bersuara. Suaranya rendah dan halus. Bahkan nyaris tidak terdengar.

Ardi sudah bersiaga dengan menodongkan pistol. Aku juga.

Bukanya ketakutan, dia malah menendang pistol Ardi hingga terlempar. Menangkapnya dan membuang ke sungai.

Lincah sekali, bahkan tidak sampai 5 detik. Aku terlalu berpikir hingga tidak sadar dia juga menendang senjataku dan melemparnya ke sungai.

"Menyerahlah! Aku anggota polisi!" seru Ardi.

Si misterius hanya terkekeh. Lalu melompat keatas pohon dibelakang kami. Dan berayun dari satu pohon ke pohon lainya hingga menghilang dikegelapan.

"Apa dia hantu?" heranku.

"Tidak mungkin."

"Lincah sekali.."

"Aku ragu dia manusia biasa.."

"Punya ilmu sakti mungkin?"

"Entahlah.."

Aku dan Ardi memutuskan pulang.
Namun saat sampai diapartemen kami terkejut. Semuanya berantakan, bagai kapal pecah.

Aku segera berlari menghampiri laptopku. Benar, flashdisk itu menghilang.

"Ah sial!!" geramku.

"Kenapa?" tanya Ardi juga ikut bingung.

"Kita dijebak, saat kita mengejar si misterius itu, ada orang yang menyusup masuk ke apartemen! Dan mengambil flashdisk itu."

"Kurang ajar."

Sweet Psycho[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang