Devina pov
Aku hanya bermalas-malasan diatas tempat tidur. Sekolah akhirnya diliburkan juga. Aku senang.
Andre bilang akan mengajakku jalan-jalan nanti jam sembilan. Ini baru jam setengah tujuh. Bosan sekali.
Tok tok tok!!
Siapa itu yang datang? Andre cepat sekali. Tidak mungkin.
Dengan malas aku membuka pintu rumah. Ternyata Ken.Oh musuh kesayanganku, mau apa ya dia?
"Apa?"
"Bolehkah kita bicara baik-baik saja?"
"Aku sudah baik padamu, kau saja yang selalu kasar." kekehku.
Ia mungkin merasa bersalah,
"Maaf...""Oh, oh, tidak perlu. Sudah kumaafkan. Silahkan masuk."
Sebentar lagi pergilah ke surga..
"Apa kau mau minum sesuatu?" tanyaku.
Ia menggeleng ragu. Takut kuracuni ya? Aku kan tidak bodoh.
Bisa hancur rencana itu jika dia kubunuh sekarang."Takut banget aku racuni, aku tidak jahat loh padahal.."
Karena aku lebih jahat haha
"Tidak, bukan begitu–emm maksudku.." jawabnya gugup.
Oh mungkin dia sadar sedang dengan siapa dia berhadapan. Mungkin dia merinding, atau takut? Memang aku setan ya? Bukanlah.
Aku kan iblis"Jika kau datang kesini hanya untuk membisu, lebih baik pulang saja sana." ujarku menuju dapur.
Ken masih di ruang tamu.
Duduk membelakangiku, karena aku di dapur. Aku mengambil pisau.
Oke aku mulai senang adengan ketakutan.Tiba tiba Ken menoleh dan menatapku horor. Wajahnya masih tampan, aku pun masih ingin merusak kulitnya. Kulitnya putih dan mulus sekali, aku saja kalah.
Tanpa sepatah kata apapun aku mendekati dia. Aku tersenyum pasti, agar dia tidak ketakutan menuju kematianya.
Ken berlari menuju pintu. Menggedornya keras, berusaha membukanya. Sudah terkunci, percuma. Ia berusaha memecahkan jendela. Oh bodoh sekali dia, jendelaku kan tebal. Kacanya 10 cm.
Mirip kandang macan.Tanganya mulai berdarah, tapi kaca itu tak sedikitpun retak. Kasian sekali dia. Kasian karena aku ingin sekali membunuhnya.
"Ken, jangan takut begitu dong. Lagipula kamu kenapa malah datang ke kandang maut?"
Dia menggeleng cepat. Matanya mulai memerah.
Padahal jika dia pintar, dia bisa memukul atau menendangku.
Dia cowok kan?Biar kuberi tahu, aku ini kalah kalau soal fisik. Fisikku lemah, tapi otakku jalan. Kelincahanku bagus. Hanya aku lemah fisik.
"Kumohon... Jangan bunuh aku..." dia masih ketakutan.
Kemudian ia berlutut di kakiku.
Buat apa sih? Aku malah geli.Kudekati wajahnya, aku mengelus pipi-nya yang lembut,
"Tenang saja Ken. Kau selamat kali ini, tapi jangan coba melaporkan aku setelah ini."Aku melanjutkan,
" Jika ingin menangkapku, tangkaplah aku besok jam 7 malam di bekas bangunan rumah sakit belakang Colours Cafe. Mengerti?"Dia mengangguk cepat. Kemudian berkata dengan terbata,
"Kamu... Mau... Apa.. Kesana?"Kucengkram keras rambutnya sembari tersenyum,
"Kok kamu kepo banget sih, ikuti saja jika masih sayang nyawa.""I–iya.." jawabnya berdiri.
Aku membuka pintu,
"Silahkan keluar."Ia berlari cepat. Jika pun sekarang dia melaporkanku, tidak ada bukti. Aman. Tapi aku yakin ia tak punya keberanian untuk melapor.
***
I'm back!
/dilemparin tomat busuk sama readers.Menuju ending tak terbatas dan melampauinya!!
Next kalo ini udah end rencana saya bakal bikin Psycho versi cowok. Setuju gak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Psycho[END]
Mystery / Thriller"hati hati ya, di dunia ini banyak orang gila yang menyamar seperti orang normal. aku contohnya haha!!!" -Devina (15+ ada beberapa adegan kekerasan dan kata-kata kasar) [A/N] : cerita ini tokohnya banyak yg gila, tidak waras, nyebelin, dan bahasa ya...