Tiga bulan.
Sudah tiga bulan Hiroki disini. Dan Hiroki benar-benar tidak mendengarkan kabar apapun soal Matsuda Ruka, sang teman terbaik. "Oniichan… pulang?" Tanya perempuan berkuncir kuda itu. Matanya sudah berkaca-kaca sambil memeluk boneka kelinci merah mudanya.
"Huum. Oniichan harus pulang dan sekolah lagi. Tapi kalau ada waktu, Oniichan main kesini."
"Bersama Kai Sensei?"
"Iyap. Bersama Kai Sensei. Kalau perlu, nanti Oniichan bawakan coklat." Hiroki tersenyum simpul saat melihat raut gembira di wajah gadis itu. Tak lama kemudian dia kembali bermain sambil menggumamkan 'Hiroki Niichan akan membelikanku coklat!' berkali-kali.
"Hiroki?" Kai memanggilnya. "Oh. Bagaimana di ruang bedah?" Tanyanya sambil memasukkan tangannya ke saku jas dokternya. Kai menyatukan ibu jari dan telunjuknya, "Aman. Nyonya Meneer itu selamat." Lapornya.
Hiroki tertawa saja mendengar Kai menjuluki pasien itu sebagai Nyonya Meneer. Ya, memang sih. Sikap bossy dan galaknya mirip dengan nona-nona Belanda jaman penjajahan. "Oh! Kau mau makan sesuatu?" Tanya Hiroki.
"Hari ini hari terakhir kita magang. Aku yang traktir!" Dia berjalan mundur sambil memperhatikan wajah Kai. "Terserah kau." Katanya. Kemudian langkah kakinya terhenti. Membuat Kai ikut berhenti. "Kenapa?"
"Ruka, apa kabarnya? Kandungannya.. Pasti sudah besar kan? Ah tidak sabar melihat bayinya. Apakah secantik Ruka atau setampan pacarnya." Kepala Hiroki menunduk saat mengatakannya.
Kai menggigit bibir bawahnya. Disaat seperti ini, aku malah tidak bisa menenangkan Nii-san. Pikir Kai. Reflek, tangannya memiting leher Hiroki dan menyeretnya ke kantin. "Aku lapar Nii-san. Tega sekali membiarkanku kelaparan."
Kai berani sumpah, semua perkataan dan tingkahnya saat ini reflek. Tidak bermaksud apapun. "Kaaaaai. Hahahaha, iya ampun jangan begini. Bagian tergeliku itu dileher hahaha." Hiroki tertawa sambil memegangi lengan Kai.
Sedang asik seret-menyeret itu, "Nii-san. Bukankah itu Ukyo Senpai bersama Toshiki Senpai?" Kai menunjuk ke arah sebrang. "Ah benar. Ayo bantu!" Hiroki dan Kai segera melesat dan menghampiri Toshiki.
"Senpai. Ada yang bisa kami bantu?"
Pergerakan Toshiki yang mencuci tangan langsung terhenti. Ada jeda hening sejenak disana, "Ada baiknya kau istirahat bersama Kai. Kalian belum makan kan?" Katanya sambil melanjutkan acara cuci tangannya.
"Kami ambil jam istirahat lebih. Sudah izin pada Ibu Ruangan." Elak Hiroki. Toshiki menghela nafas, "Aku bisa merawat Ruka sendiri. Jangan meremehkanku!"
Kampret. Batin Toshiki.
"J-Jadi tadi Ruka?! Apa Ruka akan melahirkan? Biarkan aku membantu! Iya kan Kai?" Tanyanya seolah meminta dukungan. Kai mengangguk pelan dengan wajah tegangnya. Toshiki selesai mencuci tangannya dan segera ke meja administrasi untuk mendapatkan sarung tangan. "Senpai?!"
"Kau yakin sanggup hah?! Yakin?! Tidak akan mengeluarkan airmata atau emosi apapun?!" Bentak Toshiki. Mereka otomatis menjadi tontonan gratis bagi para perawat yang lewat atau tamu jenguk.
Toshiki menghela nafas, "Akan kuberitahu padamu. Ruka pendarahan sekarang. Aku harus segera menjahit lukanya. Dia melakukan aborsi dan gagal. Kalau kalian ingin bantu, cepat bersiap. Kita tidak ada banyak waktu."
.
🌺 MAGANG 🌺
.
Satu jam terlewati. Kai dan Hiroki menunggu di kursi tunggu setelah membantu Ruka. "Sebanyak itu. Apa yang dia pikirkan sih?!" Kesal Kai sambil berdecak. Hiroki menggigit jarinya. Ini pertama kali, dia melihat temannya tak berdaya langsung didepan matanya.
"Hiroki? Aku senang, kau disini."
Hatinya berdenyut nyeri. Ruka berkata begitu, saat Hiroki memasangkan infus untuknya. Dia masih tersenyum, disaat bibirnya pucat dan darah masih mengalir dari alat vitalnya. "Aku harap dia selamat." Gumamnya.
Sementara itu Toshiki masih betah diruangan. Menemani Ruka dengan mata sayunya. "Bisa sampaikan pada sesuatu pada Hiroki dan Kai?" Tanyanya setengah berbisik. Toshiki menggeleng, "Katakan sendiri. Aku sibuk."
"Hm~ kau tidak berubah sedikitpun. Tapi, kumohon? Kali ini saja? Kabulkan permintaanku. Aku tidak akan meminta lagi."
Hiroki boleh saja berwajah datar. Tapi kepalan tangan diatas disamping tubuhnya tidak bisa berbohong. "Aku tidak mau."
"Katakan pada mereka, aku minta maaf. Dan aku tidak pernah menyesal berkenalan dengan mereka."
"Aku bilang tidak ya tidak!!" Toshiki, pertama kalinya marah di tempat publik. Ruka hanya tersenyum, "Sudah lama tidak melihatmu marah. Aku mengantuk. Boleh aku tidur?"
Toshiki panik. Dia buru-buru memeriksa tubuh Ruka. Tanda-tanda vitalnya menurun, nafas Ruka pun melambat. "Jangan kau tidur dulu! Ini masih siang!" Toshiki segera menaikan kecepatan infus selagi dia menelepon Ukyo dan Hayato.
Diluar ruangan, Hiroki terkejut ketika Ukyo dan Hayato berlari kedalam ruangan. Dan well, bukan Hiroki namanya kalau tidak nekat. Dia memasuki ruangan bersama Kai setelah memakai sarung tangan. "Bagaimana?" Tanya Ukyo.
"Nafas menurun. 60kali permenit. Tekanan darah menurun 70mmHg. Infus sudah ditambah tidak ada kemajuan." Toshiki melaporkan. "Ruka kau dengar aku? Jika iya genggam jariku. Bertahan ya!"
Tidak ada respon dari Ruka.
Matanya menutup. Hayato memeriksa detak jantung Ruka. Berkali-kali, memastikan bahwa dia yang salah periksa. "Pukul 14.23 Matsuda Ruka dinyatakan mening-"
"Kau pikir siapa dirimu? Mendiagnosa tanpa seizinku?" Toshiki masih kembali menaikkan cairan infus. "Toshiki Seto sadar!! Jangan denial pada kenyataan!"
"RUKA MASIH HIDUP!"
"Hiroki, kau bantu Hayato disini. Kai, bantu aku mengeluarkan dokter gila ini." Kai segera menyeret Toshiki keluar bersama Ukyo. Toshiki sendiri memberontak tidak terima, bahkan sesekali memukul dan melawan.
"Ruka..." Hayato melirik Hiroki. Ah, bocah kesayangannya terkejut pasti melihat mayat. "Kau takut? Aku bisa sendiri kalau kau takut." Hayato menghampiri Hiroki dan merangkulnya hangat. Sedangkan Hiroki menggeleng, "Tidak. Aku hanya sedih. Sangat sedih."
Tak lama, bahunya bergetar. Disusul isak tangis kemudian. Hayato memeluk Hiroki sambil menepuk-nepuk punggungnya. "Menangis saja. Tidak apa kalau lelaki menangis sekali-kali." Dan tangis Hiroki langsung keluar. Tanganya meremas jas dokternya sendiri.
N.b
Yeaaay tamat :> aku akhiri ceritanya karena emang cuma segitu aja pengalamannya. Inget, ini engga murni based on true story. Ada sedikit adegan drama-dramanya
KAMU SEDANG MEMBACA
Magang [End]
De TodoBeberapa pengalaman Iijima Hiroki, mahasiswa KoAss yang magang di Rumah Sakit Seito. Juga dibimbing oleh beberapa seniornya dengan berbagai sifat berbeda.