23."Semesta, kita mau ke mana sih?"
Entah sudah kali berapanya Hacihan menanyakan hal yang sama karena Semesta yang menggendong tubuh Hacihan itu justru bukan membawanya ke jalan pulang.
Mereka menyusuri trotoar pinggir jalan besar yang kebetulan sedang sepi kendaraan.
Hacihan yang digendongnya itu hanya melengkungkan tangannya dengan erat di leher Semesta, memastikan dirinya tidak akan terjatuh.
Hacihan sangat benci keheningan, maka dari itu ia kembali berkata, "Semesta, apa lo benci gue?"
Tiba-tiba saja Hacihan bertanya seperti itu, tapi Semesta masih tak menggubrisnya.
"Kata Moeses, nggak ada yang bisa menebak pikiran lo. Termasuk merasa asing sama orang yang seharusnya lo kenal. Maaf gue udah mengganggu lo ya, Semesta. Gue janji akan secepatnya keluar dari rumah lo." Terlepas dari Semesta yang mendengarkannya atau tidak, Hacihan hanya mengungkapkan perasaannya saja.
Tapi justru hal itu membuat Semesta menjawab, "gue nggak pernah merasa pernah ngusir lo."
"Apa?" Hacihan ingin memastikan apa yang didengarnya namun Semesta tak ingin mengulang. "Tapi malam itu lo bertanya tentang uang..."
"Gue cuma memastikan apa lo butuh uang saat itu."
"Jadi selama kita serumah ini, lo diam bukan karena lo benci gue?" Hacihan antusias. "Semesta, gue tau lo jarang bicara, tapi gue kira kali ini lo bener-bener ngerasa keganggu dengan kehadiran gue yang tinggal di rumah lo."
Tak ada sahutan apapun dari Semesta, laki-laki itu fokus melihat ke arah jalan sembari menggendong tubuh Hacihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Universe Knock My Door [SELESAI]
Teen Fiction[SUN SERIES] Bersekolah di SMA Beverald dan dijuluki sebagai adik dari seorang psikopat membuat Hacihan merasa bertanggung jawab terhadap hidup seseorang. Semua berawal sejak pertemuan pertama Hacihan dengan Semesta, yaitu sahabat baik dari kekasihn...