Tiga puluh empat: Pergi bukan berlibur

71 7 0
                                    

34.

You don't know! OO! You don't know you're baeutiful! OO! That's what's makes you beautiful!

"Nanananananana... na!" suara Hacihan yang nyaring itu terdengar keras mengudara di ruang TV Semesta. Alih-alih merapikan kamarnya, Hacihan malah mengambil kesempatan dengan menyetel musik di speaker Semesta selagi sang pemilik rumah tidak ada.

"Baby you're light up my world like nobody else! The way that you flip—"

"Huricihan!"

Tiba-tiba saja suara musik yang berasal dari speaker tersebut mati. Dilhatnya ke asal benda tersebut, nampak kabel listri yang menyolok itu dicabut. Tak hanya itu, namun kehadiran seseorang membuat Hacihan terlonjak kaget hingga turun dari sofa yang dipijaknya selama ia bernyanyi.

Bukan Semesta, tetapi...

"MAMA?!" Mata Hacihan melotot kaget bukan main untung saja tidak lepas.

Itu Risra, mamanya yang seharusnya ada di Makassar entah bagaimana bisa berdiri beberapa langkah di hadapannya.

Tapi tidak mungkin, ini pasti mimpi! Hacihan pasti sedang bermimpi.

Ia mencoba mencubit pipinya beberapa kali hingga tak disadarinya Risra mendekat kemudian menjewer telinga Hacihan, membuat gadis itu tersadar bahwa ia tidak sedang bermimpi.

"Duduk!" Risra menekan bahu Hacihan unutk memaksanya duduk kemudian menatapnya tajam. "Apa yang kamu lakuin barusan, Hacihan? Kamu gila, ya? Ini bukan rumah kamu!"

Hacihan bahkan tak berani melirik Risra karena mamanya itu sungguh menakutkan. Sungguh, ini seperti mimpi buruk.

"Ini kelakuan kamu pas nggak ada Mama, iya?!" Risra meninggikan suaranya. "Mama sama Papa susah-susah cari uang di Makassar, kamu enak-enak sembrono di rumah orang! Di mana urat malu kamu?!"

Masih tak meliriknya, Risra memaksa tubuh Hacihan agar menghadap ke arahnya, "Liat Mama! Mama bicara sama kamu."

"Iya..." ucap Hacihan pelan.

"Diomelin gini aja pelan ngomongnya. Giliran tadi, nyanyi-nyanyi keras sampe pasang speaker. Udah kurang ajar kamu, ya?"

"Ma... Semesta-nya juga nggak ada."

"Nggak ada gimana? Itu di belakang kamu."

Deg! Apa? Semesta di belakang gue?

Hal itu membuat Hacihan refleks melihat ke arah belakang, benar saja itu Semesta dengan tangan kanannya yang memegang sebuah koper kecil.

"Lo? Katanya pergi?"

Risra kembali menarik wajah Hacihan menghadapnya. "Semesta itu habis jemput Mama di bandara. Nggak kayak kamu, malah sembrono gini."

"Iya... aku tau aku salah," Hacihan mengakuinya.

"Minta maaf sama Semesta."

Tak perlu pikir panjang ia langsung menoleh ke Semesta. "Semesta, gue minta maaf..." lalu kembali menatap Risra sebelum mendengar apa jawaban Semesta. Tanpa diketahui hacihan, Semesta tersenyum kecil mendengar lontaran maafnya itu.

"Mama akan menginap di sini. Jagain kamu sama Semesta selama satu malam ini." Kemudian memicingkan matanya menatap Hacihan dan Semesta bergantian. "Kalian nggak macem-macem berdua, kan?"

"Ya nggak, lha!" Hacihan jelas membantahnya. "Gimana bisa aku khianatin Moeses. Lagipula Semesta itu sahabatnya Moeses, kali. Masa aku selingkuh sama sahabat dari pacar aku sendiri?"

"Lho emangnya kenapa? Mama menikah sama Papa kamu yang merupakan sahabatnya pacar Mama dulu. Semua garis kehidupan itu udah ada yang membentuk, Hurici."

The Universe Knock My Door [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang