[SUN SERIES]
Bersekolah di SMA Beverald dan dijuluki sebagai adik dari seorang psikopat membuat Hacihan merasa bertanggung jawab terhadap hidup seseorang.
Semua berawal sejak pertemuan pertama Hacihan dengan Semesta, yaitu sahabat baik dari kekasihn...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hari semakin malam dan cuaca yang semakin dingin mulai menusuk ke tubuh.
Setelah Beni memberi arahan untuk merapikan segala perlengkapan dan peralatan yang dibawa-milik pribadi maupun bersama-mereka semua langsung bubar meninggalkan halaman.
Tidak semua melakukan tugas sebenarnya, kebanyakan adalah kaum lelaki karena para perempuan banyak yang tumbang satu per satu akibat kedinginan.
Ada yang sedang membangun tenda pleton di halaman untuk kumpulan beberapa anak acara, ada juga yang tengah menyiapkan alat untuk bakar-bakar, ada yang membuat api unggun, dan sisanya adalah anak perempuan yang sedang merapikan bagian dalam villa.
Hacihan berdiri di dekat para laki-laki yang sedang berusaha membuat api unggun.
Dengan Hoodie kuning yang menempel di tubuhnya, ia tetap saja merasa kedinginan dan berharap api unggun tersebut cepat menyala.
"Han," seseorang datang memanggil dan berdiri di sebelahnya.
Hacihan menoleh, oh ternyata itu Ara yang kini sudah mengenakan dua lapis kaos panjang.
"Ada kabar buruk," bisik Ara, tepat di telinga kanan Hacihan.
"Apa?"
Ara terlihat menarik sebelah tangan Hacihan, mengajak Hacihan untuk sedikit menjauh dari kumpulan orang ramai.
Saat melihat wajahnya, Ara nampak gelisah. Hacihan sangat benci melihat ekspresi wajah seperti itu.
"Manila pindah ruangan," kata Ara dengan suaranya yang dipelankan.
Mata Hacihan sontak membesar. Ia terkejut, bagaimana bisa?
"Kayaknya dugaan gue bener, Han. Anak-anak Binaraya itu, nggak akan memberikan celah untuk siapapun anak Beverald yang berani mendekati Manila," lanjutnya dengan nada suara yang masih pelan.
"Kenapa?" Hacihan tak bersuara.
Ara nampak mengalihkan matanya dan mengangkat bahu. Ini benar-benar kabar buruk.
"Dari mana info ini lo dapet?" Tanya Hacihan, ia masih sedikit tak percaya.
"Bisa nggak sih lo cukup percaya aja sama gue?" Ara membalikan ucapannya. Ini bukan saatnya Hacihan bertanya dari mana sumber informasi tersebut.
Hacihan terlihat mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan menarik napas berat.
"Ada satu kabar baiknya."
Hacihan kembali menoleh. "Apa?"
"Gue tau di mana ruangan Manila pindah."
"Kalo begitu gue-"
"MATI LAMPUUU!!!!"
Terdengar suara teriakan seorang gadis dari arah villa yang membuat semua yang di luar fokus ke arah situ.