Dua puluh sembilan

78 11 0
                                    

29.

Huh, cukup menyakitkan ya tadi...

Setelah tadi berjumpa dengan Reno yang keadaannya semakin memburuk, Hacihan pergi ke rumah Ara tentu untuk bertemu gadis itu.

Singkatnya, Ara langsung menyambut kedatangan Hacihan dan seperti biasa langsung mengajaknya ke kamar.

Sejujurnya Hacihan tidak berniat ke rumah Ara, melainkan gadis itu yang mendadak memaksanya bertemu.

Daripada bertemu di rumah Semesta yang disembunyikannya, Hacihan memilih untuk menghampiri Ara walaupun jarak rumah Semesta dan Ara tidaklah dekat.

Hacihan dan Ara duduk-duduk manis di atas karpet yang menyelimuti lantai. Lesehan adalah cara duduk terbaik untuk menikmati camilan sambil berbincang ria.

"Kemarin kok lo bisa sama Semesta sih?" Tanya Ara sambil mengunyah camilannya.

Baru mulai dan Ara langsung bertanya ke arah itu.

Hacihan memasang wajah sesantai mungkin. "Harusnya gue yang tanya, kenapa lo bisa sama Jevon."

Ara menyengir. "Hehe, nanti juga lo tau."

Mengerti yang dimaksud Ara, Hacihan memutar bola matanya. "Ya udah gue tunggu tanggal mainnya."

"Sejujurnya gue nggak mau berharap banyak dari Jevon sih. Gue juga cuma menikmati aja selagi dia ngajak gue nonton dan segala macem," katanya kemudian meneguk segelas es jeruk, "jawab dulu lo sama Semesta gimana."

"Kayak nggak tau Moeses aja sih."

Ara nampak terkejut. "Jadi karena Moeses? Wah gila, sih. Kok bisa-bisanya ya dia segitu protektifnya ke lo."

"Udah deh Ra, jelasin aja langsung lo ngapain manggil gue ke sini."

Wajah Ara sontak berubah menjadi agak datar. Tidak, lebih tepatnya ia bingung bahkan mengalihkan matanya dari Hacihan.

Hacihan mengamati gadis yang duduk di depannya itu. Ia sadar betul ada yang tidak beres.

"Apa yang lo sembunyiin?"

Ara kembali menatap Hacihan. "Gue nggak akan nyembunyiin sesuatu."

"Jadi?"

"Gue akan mengatakannya ke lo, tapi lo harus janji dulu sama gue kalo lo nggak akan melakukan hal bodoh lagi, Hacihan."

"Segitunya ya?" Alis Hacihan bertautan.

Ara menghela napas panjang lalu akhirnya berkata, "tentang Manila."

Raut wajah Hacihan sontak berubah serius menatap wajah Ara. Ia diam, menunggu kelanjutannya.

"Ada seseorang yang pengen bertemu sama lo," Ara berkata dengan ragu.

"Siapa?" Hacihan menatapnya tegas.

"Hacihan, gue udah bilang dari awal lo—"

"Siapa?" Tak berkedip sekalipun, mata Hacihan tertuju pada Ara.

Ara mengalihkan matanya dari Hacihan sebentar kemudian kembali menatapnya.

"Mario."

Mendengar nama itu disebut, Hacihan mendadak bungkam.

Pikirannya berkecamuk, tak tahu ingin berkata apa. Mario Weasley, nama itu jelas Hacihan simpan di otaknya.

"Hacihan, gue bisa bantu lo." Ara berusaha menenangkan.

Sudahlah, rasanya ia ingin lenyap saja dari bumi. Huricihan Aybige Kalfa, namanya akan tersemat sebagai adik dari seorang psikopat Beverald selamanya.

The Universe Knock My Door [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang