Tiga puluh lima

63 9 3
                                    

35.

"Kita di sini berapa hari? Gue cuma bawa baju sedikit."

Entah sudah kali ke berapa Hacihan mengatakan hal yang sama sedari tadi.

Setelah melewati perjalanan cukup melelahkan, beberapa jam kemudian mereka sampai di Denpasar, Bali.

Lebih tepatnya, mereka sudah berada di dalam mobil yang dikerahkan oleh orangtua Semesta untuk menjemput kedatangan mereka.

Sekitar pukul setengah 9 malam saat ini, butuh waktu sekitar 10 menit lagi untuk mencapai tempat mereka menginap.

Semesta yang duduk di kursi depan itu melirik Hacihan dari kaca mobil yang menggantung di atas, tak perlu susah-susah menoleh ke belakang.

Hacihan duduk di kursi tengah dengan barang-barang yang dibawa dirinya dan juga Semesta. Hanya barang-barang besar saja yang disimpan di dalam bagasi.

Semesta masih fokus melihat Hacihan dari kaca dan gadis itu nampak kelelahan. Hacihan menyandarkan kepalanya di kaca sambil menikmati jalan raya yang super ramai malam ini.

Sebenarnya tak ada bedanya dengan Jakarta, hanya saja ia merasa ingin menikmati segala hal yang baru didapatnya.

Hingga sampailah mereka ke tempat di mana mereka akan menginap beberapa hari ke depan, rumah Papa-nya Semesta.

Rumah itu nampak besar dengan tersedia kolam renang di dalamnya. Di halaman depan disuguhkan dengan berbagai macam hiasan tanaman bunga yang menyegarkan mata.

Kedatangan mereka disambut baik dengan beberapa asisten rumah tangga Semesta yang sudah beberapa waktu ini mengosongkan rumah untuk ikut ke sini.

Termasuk salah satunya, Bik Nani yang selalu Hacihan andalkan.

"Bik Nani!" Hacihan memekik semangat kemudian memeluk Bik Nani. Sejujurnya mereka tak punya ikatan batin apa-apa, hanya saja Hacihan merasa rindu dengan orang-orang yang sebelumnya sering mengisi rumah Semesta. Ya, ia terlalu bosan hanya melihat Semesta terus menerus di rumah itu.

"Mau minum apa, Non? Biar Bibik suguhkan," tawar Bik Nani setelah melepas pelukannya.

"Apapun." Hacihan tersenyum manis, seperti biasa.

Barang bawaan Hacihan dan Semesta langsung dibawa oleh beberapa asisten rumah tangga ke kamar yang akan mereka tempati.

Dari arah dapur muncul lah sosok yang sudah lama tidak Hacihan temui akhir-akhir ini, Wenda.

Wenda terlihat mengenakan pakaian formal yang menandakan bahwa ia bekerja keras di sini. Dengan pakaian seperti itu di jam segini memperkuat fakta bahwa Wenda merupakan orang yang sibuk untuk menggantikan pekerjaan suaminya di sini.

"Hacihan!" Wenda datang menghampiri Hacihan kemudian memeluknya pelan.

Hacihan yang dipeluknya itu tentu tersenyum senang, kemudian ia melepaskan pelukannya.

Dilihatnya tubuh Wenda yang tinggi menjulang seperti anak laki-lakinya itu, Wenda nampak sedikit lebih kurus dari biasanya. Matanya terlihat lelah dengan memberikan warna agak kehitaman di bawah mata. Semoga ia sehat selalu.

Langsung saja Wenda menarik Hacihan untuk duduk bersamanya di ruang tamu. Senyum lebar masih menghiasi keduanya, sudah seperti keluarga betulan saja. Padahal jika dipikir-pikir, Hacihan hanyalah orang asing yang baru masuk di keluarga mereka.

"Gimana kamu? Sehat?" Sama seperti orangtua kebanyakan, pasti menanyakan kesehatan pada anaknya.

Hacihan mengangguk. "Baik kok, Tante."

The Universe Knock My Door [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang