47.
Hujan turun semakin deras, untung saja Semesta membawa payung sebelum mereka turun dari mobil dengan basah-basahan.
Baru hendak membuka payung tersebut, tiba-tiba saja Hacihan turun dari mobil lalu menerobos hujan dengan sangar.
Semesta yang masih berada di dalam mobil itu terpaku dibuatnya. Dilihatnya Hacihan yang sudah berteduh di depan pintu restoran dengan keadaan sedikit basah.
Menutup payungnya kembali, ia mengikuti langkah Hacihan untuk menerobos hujan lebat dengan paksa.
"Pffuh..."
Semesta yang berlari dari arah mobil itu langsung berteduh di sebelah Hacihan. Setelan kemeja laki-laki itu juga ikut basah akibat mengikuti langkah yang Hacihan ambil.
Hacihan yang melihatnya hanya tersenyum saja. Siapa suruh mengikuti langkahnya barusan.
Tak perlu berlama-lama lagi mereka masuk ke dalam restoran yang sore itu keadaannya cukup ramai.
Terlihat Ara dan Jevon yang menempati sebuah meja yang berada di dekat jendela sana.
Hacihan hanya berusaha tak mempedulikan tatapan orang-orang yang melihat keadaan pakaiannya yang agak basah. Untung saja ini bukan acara dinner romantis ya.
"Hai," sapa Ara ketika Hacihan dan Semesta menghampirinya. Mereka berdua mengambil tempat bersebelahan padahal masih banyak kursi kosong di sebelah Ara.
"Sampe basah gini lo pada," ucap Jevon yang mengamati keadaan pakaian Hacihan dan Semesta, "dateng bareng?"
"Nggak sengaja ketemu di jalan," Hacihan buru-buru menjelaskannya, yang langsung diberi anggukan paham oleh Ara dan Jevon.
"Panji mana?" Tanya Semesta, seharusnya ada satu sahabatnya lagi yang berada di sini, terkecuali Moeses yang di luar negeri.
"Orangtua dia kan lagi nggak ada di rumah, jadi mau nggak mau dia yang nemenin dan urusin adek-nya," jawab Jevon.
"Omong-omong gue udah pesen duluan makanannya, kalian nggak ada alergi apapun kan?" Ara memastikan, yang diberi gelengan oleh Hacihan dan Semesta.
Sambil menunggu makanan datang, mereka mengisi waktu kosong itu dengan berbincang-bincang, khususnya dengan apa yang terjadi semalam.
"Oh ya, Sa," Jevon teringat sesuatu kemudian menunjukkan sesuatu di layar ponselnya, "gue lega banget, setelah gue cek hape gue, ternyata gue ngerekam omongan semalem."
Semesta memeriksanya, sebuah file rekaman yang kemungkinan berisi bukti penting.
"Asli deh, mabok itu nggak enak banget coi. Perut gue sakit banget rasanya, pengen buru-buru muntah," imbuh Jevon dengan tampang seriusnya.
"Kamu sampe mabok?" Ara mendadak khawatir. Tapi hal itu membuat Hacihan menatapnya aneh, tidak biasanya melihat Ara dan Jevon tiba-tiba menjadi sepasang kekasih.
"Iya, temen-temennya Reno itu pada kuat banget maboknya. Jadi mau nggak mau aku harus lakuin," Jevon terdengar menjelaskannya untuk Ara.
Tapi Hacihan lebih fokus pada apa yang Jevon sampaikan di awal. "Jadi, dia bilang apa?"
"Nanti lo denger sendiri deh rekamannya. Gue kirim rekamannya ke Semesta deh ya." Jevon terlihat fokus pada ponselnya.
Semesta dan Jevon langsung fokus pada obrolannya, sedangkan Ara yang awalnya menjadi satu-satunya orang yang mengetahui hal ini langsung menatap Hacihan heran.
"Jadi semuanya udah tau?" Ara bertanya pelan kemudian diberi anggukan oleh Hacihan.
Wajah Ara mendadak cemas. "Nggak apa-apa? Bukannya lo merasa keberatan Semesta tahu tentang ini?" Ia meyakinkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Universe Knock My Door [SELESAI]
Novela Juvenil[SUN SERIES] Bersekolah di SMA Beverald dan dijuluki sebagai adik dari seorang psikopat membuat Hacihan merasa bertanggung jawab terhadap hidup seseorang. Semua berawal sejak pertemuan pertama Hacihan dengan Semesta, yaitu sahabat baik dari kekasihn...