Delapan belas

131 17 0
                                    


"Tommy bilang itu?"

Suara Hacihan kembali terdengar setelah ia tertegun mendengar pernyataan Manila tentang pentolan sekolahnya sendiri.

"Waktu itu saya nggak tahu apa alasannya, Tommy bilang ke saya dan minta maaf. Ternyata yang dia maksud, dia bohongi saya," ucap Manila dengan nada bicaranya yang terdengar santai.

"Apa Tommy pernah bilang sesuatu tentang Beverald?" Hacihan menatap Manila penasaran.

Manila menggeleng. "Nggak ada. Hubungan kita layaknya teman satu sekolah, nggak pernah ada pembahasan Beverald ataupun Binaraya selain dia minta maaf itu. Buat orang yang nggak di posisi saya, mereka akan mengira kalo saya ini punya hubungan khusus sama Tommy, tapi sebenarnya nggak."

Lalu Manila terlihat tersenyum manis pada Hacihan. "Terima kasih atas apa yang udah kamu berikan ke saya. Besok dan seterusnya, jangan datang lagi untuk saya karena kamu nggak bertanggung jawab apapun tentang diri saya. Maaf karena sikap saya yang kurang baik dan mungkin menyakiti perasaan kamu sejak kemarin-kemarin. Maaf kalau perkataan saya dan teman saya menyakiti perasaan kamu dan teman kamu. Hacihan, makasih."

Hacihan yang menatap Manila itu tiba-tiba membendung air matanya. Apa ia tidak salah dengar? Barusan Manila menyebut namanya.

Hingga air mata yang dibendungnya jatuh ke pipi, Hacihan tak kuasa menahannya.

"Manila..." Kata Hacihan dengan lirih. Bibirnya terlihat bergetar bersamaan dengan air mata yang terus-menerus jatuh ke pipinya.

Sungguh terbayar segala usaha Hacihan sejak kemarin, Manila benar-benar sosok yang sangat baik.

"Manila..." Dengan air matanya yang berurai, Hacihan terlihat memegang kedua tangan Manila yang berada di pangkuannya. "Gue minta maaf karena gue udah mengganggu diri lo. Gue benar-benar merasa bersalah atas apa yang Kak Reno lakuin saat itu makanya gue berani melakukan itu. Gue minta maaf, Manila..."

"Kamu nggak salah... Bukan Reno yang bikin saya kayak gini," Manila menjelaskan.

Hacihan berusaha tersenyum di saat tangisnya. "Makasih, Manila. Terima kasih..."

"It's okay, jangan merasa bersalah lagi. Mulai besok dan seterusnya, kamu nggak perlu datang untuk menemui saya lagi."

••••

"Kamu tahu salah satu sahabat Kak Rio? Namanya Emir, dia yang kakak kamu lukai. Luka yang dia terima lebih parah dari saya. Terakhir kali saya dengar tentang dia, keadaannya belum stabil."

Emir. Laki-laki yang Hacihan ingat memiliki keturunan Arab itu jelas menjadi salah satu orang yang Hacihan hindari.

Sembari berjalan ke ruangan yang telah diberitahu Manila, teringat di benak Hacihan bagaimana perubahan yang terjadi pada Reno setelah kejadian masa lalu yang membekasnya.

Memang benar adanya sekarang, Reno berubah menjadi monster. Perubahan itu tak berlaku pada sahabatnya saja, tapi juga pada keluarganya termasuk Hacihan.

Dulu, Reno begitu peduli pada Hacihan dan menjaga betul dirinya. Tapi sekarang? Jarak pun sudah Reno bentuk dari Hacihan.

Tiba lah Hacihan di ruangan yang Manila maksud, ruang 410. Hacihan mematung di depan pintu ruangan yang tertutupi itu.

Sudah lebih dari 2 tahun lamanya ia tak bertemu dengan orang-orang itu, ia tak yakin dapat melakukannya. Dan juga, sungguh ia tak menyangka bahwa Reno benar-benar melakukan itu pada orang yang pernah menjadi sahabatnya.

Ya, Emir yang Manila maksud adalah sahabat baik Reno saat SMP. Tak hanya Emir, ada Rio sang pentolan Binaraya dan satunya lagi yaitu Ican. Namun semenjak kehadiran orang itu, persahabatan tersebut usai.

The Universe Knock My Door [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang