₍⸙ᰰ۪۪➪ hujan [17]

73 44 10
                                    

11.30

Setelah mengelilingi kota cukup lama, kami tidak jadi ke Gramedia karena mereka tutup. ah, mungkin karena tanggal merah.

Kami mampir untuk makan siang disebuah warung pinggir jalan.

"Setelah ini mau kemana?" tanyaku sambil menyuapkan nasi ke mulut.

"Terserah"

"Langsung pulang aja ya mendung nih" Farel hanya mengangguk menanggapi ucapan Kyara.

Setelah makan kami bergegas pulang.

Tak lama saat kami masih berada dalam perjalanan pulang, ribuan rintik hujan turun dari langit. Farel seperti tidak peduli. aku pikir dia akan segara menepi untuk berteduh.

"Rel, tidak mau berteduh?" Kyara bertanya namun tidak dijawab olehnya. mungkin, suaraku tersamarkan oleh suara hujan dan angin. Tapi hujan hujanan seperti ini bersama Farel seru juga.

Namun tak lama kemudian badan Kyara tiba tiba menggigil. "Rel, ini dingin!" Ucapku sedikit berteriak karena suara hujan dan angin mengalahkan suaraku.

"Gue engga". Ucapnya, Kyara menghela nafas berat, manusia es mana bisa kedinginan?

Hujan semakin deras, Farel terlihat tidak peduli. Bagaimana jika aku sakit? jaket milik Farel yang aku kenakan, sudah basah kuyup.

Tiba tiba Farel berhenti ditaman, suasana masih hujan deras. kami berteduh dibawah pohon. semoga tidak ada petir yang menyambar.

Kyara menggigil kedinginan, Farel tiba tiba memeluk Kyara, Kyara pun membalas pelukannya. otak Kyara masih membaca situasi.

"Gue tetap merasa hangat". Ucap Farel membuat Kyara membalas pelukannya.

"Kenapa?" tanya, Kyara.

"Gue di dekat perapian, hangat" Kyara teringat sesuatu, dia pernah mengatakan itu sebelumnya.

"Es akan mencair didekat perapian?" Kyara bisa merasakan degup jantung Farel, itu semakin cepat, sama denganku.

Tubuhnya menegang saat Kyara mengatakan itu, pelukannya melonggar.

"Lu masih inget? padahal waktu itu gue ngomong asal". Kyara hanya mengangguk.

"Rara, salah jika aku mencintaimu?" Kyara langsung melepaskan pelukannya, menatap dengan manik matanya yang indah, mencari kebohongan didalam sana.

"Jangan berbohong" cicit Kyara.

"Gue serius, Rara"

Kyara terdiam, baru kali ini Farel seserius itu. Kyara juga tak menemukan kebohongan dimanik matanya.

Dia menangkup kedua pipi Kyara, membuat Kyara sedikit menjinjit, karena dia sangat tinggi, sedetik kemudian, bibirnya menempel diatas bibir Kyara. hanya sebentar, hingga Farel menyadari air mata menuruni pipi Kyara yang basah.

Aku menangis bukan karna ciuman itu, hanya saja....ah, aku ga tau perasaan ini.

"Maaf Ra, gue lancang" ia mengusap air mataku yang mengalir bersama air hujan.

"Gue ingin tanya sesuatu". Farel menatapku dengan tatapan penuh keseriusan.

"Apa?" jawabku dengan suara yang masih bergetar menahan tangisan.

"Kamu menyayangi ku?" tanpa ragu Kyara mengangguk, mengiyakan pertanyaan Farel.

"Mau...pacaran?" katanya dengan malu malu, seketika aku tertawa kecil, melihat wajahnya yang tiba tiba menjadi menggemaskan dengan rona merah dikedua pipinya.

"Ah jangan deh" hatiku menjadi sedikit sakit saat dia berkata seperti itu. Dasar labil!

"tunggu aku mencintaimu saja" dia melanjutkan kata katanya lalu mencubit pipiku.

RELEASE [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang