₍⸙ᰰ۪۪➪ imposible [21]

76 43 1
                                    

Keesokan harinya, aku berangkat sekolah dengan Felix.

Tidak seperti biasanya, langit dipenuhi awan putih. Sehingga, sang biru tak terlalu terlihat.

"Kyara!" aku berbalik kesumber suara.

"Nathan?". Nathan berjalan mendekati ku.

"Farel baik baik saja bukan?" jujur saat ini aku sedang tidak ingin membahas masalah Farel.

"Pasti, dia pasti baik baik saja!" ucapku dengan tersenyum miris.

"Syukurlah,kamu harus kuat, biar Farel nya lebih kuat!" aku mengangguk, lalu izin menuju ruang ujian, mood ku sedang tidak baik hari ini.

Huh, Farel. Kamu membuat ku tak tenang hari ini.

❄️❄️❄️

Setelah mengerjakan ujian yang terakhir, aku pergi ke Rumah Sakit tempat Farel dirawat.

Aku berjalan kearah ranjang Rumah Sakit itu, memegang erat tangan Farel yang tidak terdapat jarum infus.

"Farel". lagi lagi aku menangis. Serapuh itu, memang. Sembari mencium punggung tangannya.

"Rel, ayo bangun! kamu janji setelah ujian,kita bakalan kepantai. Kamu ingat kan?" tangisanku berhenti ketika mendengar pendeteksi detak jantung itu berbunyi lebih cepat.

Aku buru buru keluar mencari perawat atau dokter.

Dokter memeriksa kondisi Farel, aku menunggu diluar. Aku menangis, aku bisa membayangkan jika Farel ada disebelahku dia akan mengataiku buruk rupa, lagi.

Setengah jam berlalu.

Dokterpun keluar dari ruanganya.

"Keluarga dari Farel Dirgantara?" aku berdiri, menghapus air mataku.

"Saya" jawabku.

Dokter mempersilahkan ku duduk diruangannya.

"Begini, kondisi Farel tadi pagi sudah membaik. Tapi, kami menemukan kejanggalan pada Jantung pasien. apa pasien mempunyai riwayat sakit Jantung atau lainnya?" aku menggeleng tak yakin.

Bibir ku keluh, tak bisa mengeluarkan kata kata. Kak Desta datang keruangan dokter itu. Menyuruhku untuk keluar, untuk menenangkan diri.

Aku duduk dikursi dekat ruangan Farel. Memegang liontin yang berada dileherku.

"Rara, Farel sadar" aku beranjak berdiri dengan cepat mendengar ucapan Kak Desta.

"Farel!" ucapku dengan tangis, aku memegang tangannya.

"Ra, i'm fine, aku baik baik saja". lihatlah, dia selalu pura pura kuat, padahal wajahnya tak nampak seperti itu. Bibir yang pucat, tangan yang dingin, dan suara yang hampir tak ku dengar.

"Maaf Ra, aku tidak bisa mengajakmu ke pantai". dia mengusap kepalaku pelan.

"Ck, jangan mikirin itu dulu Rel, kamu fokus dulu buat sembuh". Dia mengagguk sembari tersenyum. Senyum yang jarang orang orang lihat.

"Aku sayang Kyara Anindya, ah bisakah ku ubah menjadi Kyara Dirgantara?" ucapnya. Aku tersenyum pahit, Mendengar nya berucap dengan lemas. "Kyara Dirgantara juga sayang sama Farel Dirgantara".

"Kamu sudah tahu?" aku mengangkat satu alisku.

"Jantungku... tidak normal?" aku menahan tangisanku, aku mengangguk kecil. "maaf aku tidak jujur dari awal,"

"Rara mau pergi?" aku menggeleng cepat.

"No,big no!" ucapku tegas, dia malah terkekeh sangat pelan, dia selalu menganggapku lucu.

RELEASE [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang