Paginya Hana berangkat lebih siang dari biasanya, 10 menit sebelum bel masuk berbunyi. Akibat semalam begadang mengerjakan tugas sekolahnya.Langkahnya di koridor terhenti akibat kerumunan juga suara bising, Hana mendekati orang-orang yang berkumpul membentuk sebuah lingkaran.
Tubuhnya yang kecil membantu Hana untuk dapat menerobos hingga barisan depan.
Di hadapannya sekarang terdapat dua orang laki-laki yang saling berkelahi, memukul satu sama lain hingga membabi buta. Tak peduli pada situasi jika ini masih dilingkungan sekolah.
Bahkan anak-anak tak ada yang menegur satupun, mereka membiarkan perkelahian terjadi. Ingin sekali rasanya Hana memisahkan mereka. Namun Hana terlalu takut. Lagipula jika Hana terlalu ikut campur bukankah itu juga tidak baik?
Bruk
Sebuah balok kayu tanpa sengaja mengenai kepala Hana, posisi gadis tersebut memudahkannya untuk terkena serangan karena melihat terlalu dekat. Akibat terkena benda tersebut menyebabkan pelipis Hana berdarah. Hana bergeming di tempat, menyentuh pelipisnya yang semakin mengeluarkan banyak darah. Sementara murid lain berteriak histeris.
Kepala Hana mulai ber-reaksi, rasanya pening dan juga sakit. Hana menyandarkan tubuhnya di tembok. Menatap sekeliling semuanya hening, semua tatapan tertuju pada Hana. Bahkan adegan perkelahian tadi kini sudah terhenti.
Hingga sebuah tangan menyeret paksa Hana, tak ada penolakan karena tubuhnya lemas. Hana membiarkan tubuhnya ditarik paksa.
Hana dibawa menuju UKS. perempuan tersebut langsung berbaring di brankar karena pusing.
"Lo ngapain sih diem berdiri kaya orang idiot. Sementara kepala lo ngeluarin banyak darah."
Tidak usah ditanya siapa pemilik suara tersebut, seratus persen pasti dapat mengenali suara ketus yang kini memenuhi UKS.
Hana hanya diam tak merespon, barulah Hana memperhatikan Jidan ketika laki-laki tersebut menyuruhnya duduk.
Dengan kapas dan rivanol luka di pelipis Hana dibersihkan begitu teliti. Tangan kiri Jidan menyentuh pipi Hana sementara tangan kanannya terus membersihkan luka Hana.
"Ssst pelan-pelan. Sakit tau," ucap Hana sambil mengigit bibirnya, berusaha menahan sakit.
"Kenapa bisa gini sih? Lo gila apa ya. Ceroboh banget."
"Hah gila? Kamu pikir aku mau kena pukul kayu, gak ada juga orang yang mau kena pukul!"
"Terus lo ngapain disitu? Berantem?"
"Enak aja, tadi itu aku ngeliat orang pada ngumpul, aku penasaran pas aku deketin ada orang berantem. Tadinya aku mau niat misahin cuma kepala aku kena timpuk duluan. Aku yakin sih ini pasti gak sengaja, lagian salah aku udah tau ada yang berantem malah dideketin," ucap Hana tanpa jeda.
Jidan merapihkan kapas juga obat-obatan yang tergeletak dimeja setelah selesai mengobati luka Hana.
"Kepala lo masih pusing?" tanya Jidan.
Hana mengangguk cepat.
"Lo istirahat disini, biar gue yang bilang ke guru kalo lo ga bisa masuk karena sakit." ucap Jidan lalu beranjak dari UkS.
"Eh tunggu."
Langkah Jidan terhenti, namun laki-laki tersebut tak menoleh sedikitpun kearah Hana.
"Makasih," kata Hana.
Tanpa membalas ucapan Hana, Jidan melanjutkan kembali jalannya yang sempat tertunda.
Meskipun banyak sekali pertanyaan yang ia ingin lontarkan kepada laki-laki yang memgobati luka di kepalanya, mengapa laki-laki itu menjadi baik.
🍁
"Astaghfirullah Hana kepala kamu kenapa? Kok diperban gini. Kamu jatuh atau kenapa? Ada yang jahatin kamu?" pertanyaan bertubi-tubi menyambut Hana ketika kaki Hana baru memasuki rumah.
Keke yang semula duduk di sofa kini beranjak menghampiri Hana.
"Kamu kenapa Hana?" tanya Keke kembali.
"Siang Bunda." suara bass dari arah pintu membuat Keke mengalihkan pandangannya. Keke tersenyum menyambut kedatangan Jidan.
"Ini Jidan nganterin Hana pulang Bun, Hana gak papa, cuma kepala Hana tadi sedikit kebentur tapi cuma sedikit," ucap Hana sambil tersenyum lembut.
"Loh bukannya tadi kepala lo-," ucapan Jidan terpotong akibat Hana yang sengaja menginjak kaki Jidan. Jidan meringis sesaat. "Aw sakit kenapa lo injek sih!" ucap Jidan sambil mengusap kakinya.
Hana tertawa canggung, menatap Jidan sebentar, lalu menatap Bunda. Mengelus bahu Bunda. "Jangan terlalu khawatir Bun. Hana serius gak papa."
Keke mengelus rambut Hana. "Lain kali hati-hati, kamu sudah besar masih suka ceroboh."
Maaf Bun, bukan maksud Hana bohongin Bunda seperti ini. Hana cuma gak mau Bunda khawatirin Hana terus-Batin Hana.
Hana menaruh tangannya di depan keningnya, memperagakan gerakan hormat. "Siap Bun."
"Makasih ya Jidan udah nganterin Hana, lagi-lagi ngerepotin."
"Gak papa Bun, saya sama sekali gak ngerasa direpotin."
"Kalo gitu makan siang bareng gimana?"
"Maaf sebelumnya, Jidan harus balik lagi ke sekolah. Lain kali aja ya Bun."
"Yaudah kalo gitu, hati-hati di jalan sekali lagi makasih."
Jidan menyalimi Keke kemudian pamit dari rumah Hana.
Hana menggandeng lengan Keke, keduanya berjalan menuju ruang keluarga.
"Jidan baik ya." ucap Bunda sambil duduk di sofa panjang.
"Maksud Bunda."
"Gak ada apa-apa, tapi dia emang baik lho."
"Bunda cuma belum tau sifat sebenarnya aja," lirih Hana pelan sambil menuangkan segelas air mineral. Suaranya kecil, hingga Keke tak bisa mendengarnya.
"Tadi juga nganterin pulang. Bukan cuma pertama kali, tapi udah dua kali. Yakin nih kalian cuma temen? Atau jangan-jangan kalian udah pacaran?"
Hana yang semula tengah meneguk minumannya kini tersedak akibat tuduhan sang Bunda.
"Bunda, jangan nuduh gitu. Hana gak pacaran," elak Hana sambil membersihkan mulutnya dengan tisu.
"Bunda gak masalah Hana mau pacaran. Asalkan pacaran yang sehat. Hidup gak selalu tentang sekolah gak selalu tentang baca novel. Bunda tau kamu suka baca novel tapi hidup lebih dari itu. Hana harus bisa keluar dari zona nyaman, bertemu teman, sahabat, Hana harus bisa bersosialisasi."
"Bunda tau Hana punya temen kaya Jidan aja Bunda udah seneng."
"Jangan terus menutup diri Hana, suatu saat kamu pasti akan membutuhkan orang lain. Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Percaya sama Bunda."
🍁
Next
Makasih yang udah mau baca sorry kalo ada typo ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Berpisah
Ficção Adolescente[Lengkap] "Berhak rindu tapi tak pantas kembali." Hana pernah merasakan begitu beruntung, hidupnya diliputi warna kebahagiaan karena hadirnya sosok laki-laki bernama Jidan Rajendra Ilalang. Sebelum Hana divonis sakit, semuanya masih terasa sempurna...