Bagian Tujuh Belas

63 6 0
                                    


Hana duduk lesu di mejanya, sesekali mengeratkan jaket yang di pakainya. Sementara matanya menatap laki-laki di sampingnya.

Laki-laki tersebut duduk dengan tenang, mengerjakan soal di buku paket. Hana mengalihkan pandangannya ketika Jidan menatap balik Hana.

Hana pura-pura sibuk dengan bukunya, membolak-balikkan halaman meski sama sekali tak Hana baca.

"Jidan." Jidan baru menoleh ke depan ketika namanya dipanggil. Laki-laki tersebut mengangkat satu alisnya menatap Orin yang menyodorkan buku ke arah Jidan.

"Gue mau nanya nih jawaban nomer tiga cara penyelesaiannya gimana?"

Jidan menarik buku Orin. "Rumusnya masih sama kayak nomer satu bedanya cara penyelesaiannya dibagi."

Orin tersenyum lalu mengangguk, tangannya menulis cepat di buku paketnya. Setelah selesai barulah menunjukan hasilnya.

"Begini?" tanya Orin lagi.

Jidan memperhatikan sejenak. "Yang ini kurang, coba lo itung."

"Ah iya harusnya 28."

Jidan mengangguk cepat sebagai jawaban.

Hana yang melihat interaksi itu hanya diam ditempat. Tangannya mengepal, menggenggam erat ujung kemeja seragamnya.

Entah mengapa rasanya kesal melihat kedekatan Orin dan Jidan seperti ada rasa tak rela. Seharusnya tak boleh ada perasaan seperti itu, Jidan bukan 'miliknya' yang bisa Hana atur dengan siapa laki-laki itu bisa dekat.

Hana segera bangkit dari duduknya. Pergi keluar kelas. Tak tahan lagi jika harus melihat kedua sejoli tersebut yang sedang mengobrol dengan akrab. Belum lama mereka saling mengenal. Mereka sudah sedekat itu apalagi nanti. Mengapa Hana juga harus merasa kesal? Dirinya mengapa merasa tidak suka dan perasaan sesak itu terus menghampirinya. Apa yang terjadi pada dirinya? Mengapa ia merasa berbeda? Padahal Jidan dan Hana hanya teman, apa dalam pertemanan boleh ada rasa seperti itu?

Hana tak bisa membayangkan bagaimana ke depannya. Apa mungkin Jidan dan Orin semakin dekat? Hana menggelengkan kepalanya. perempuan tersebut lantas masuk ke dalam toilet. Setidaknya ia harus menjernihkan pikirannya.

Berdiri di depan cermin. Menatap pantulan dirinya sendiri. Hana meraba-raba wajahnya, menatap secara intens.

"Kenapa aku jadi kayak gini?"

"Kenapa perasaanku semakin aneh."

Perempuan tersebut menggelengkan kepalanya lagi. Mungkin saja jika Hana membasuh wajahnya akan lebih baik nantinya.

Perempuan tersebut membasuh wajahnya, setelah tampak lebih baik Hana beranjak dari sana. Tidak menuju kelas. Lebih tepatnya Hana akan pergi ke perpustakaan.

Dengan membaca perasaan Hana akan membaik. Dibandingkan harus kembali ke kelas, menatap pemandangan yang begitu tak menyenangkan

Ya untuk saat ini membolos tak apa. Hanya sekali. Lagipula guru yang mengajar tidak masuk kelas.

🍁

Hana memakan bekalnya berisi siomay. Sesekali berbicara sepatah dua patah menanggapi Yasmin.

Bukan mereka berdua yang mengisi meja bundar di kantin ini, ada, Orin, Jidan, dan juga Tristan. Mereka sengaja makan di kantin bersama.

Hana memakan siomaynya dengan tak minat. Meski begitu tetap menyumpal mulutnya dengan potongan siomay.

"Bwahahaha Na mulut lo, sumpah lucu banget."

Tristan yang duduk di depan Hana tertawa keras laki-laki tersebut memukul meja, sehingga menjadi pusat perhatian di kantin. Wajahnya memerah hingga sampai ke telinga.

Setelah BerpisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang