Langit cerah itu perlahan berubah menjadi keruh. Cahaya matahari tak lagi nampak dengan percaya diri, terlihat begitu pasrah ketika awan hitam itu datang dan menutupinya dengan angkuh. Kicauan burung lambat laun meredup seperti sebuah tape yang dikecilkan volumenya secara penuh.
Suasana melankolis ini sepertinya tak membuat bocah kecil berbaju kuning cerah yang nampak asik bermain pasir di tengah-tengah taman warna-warni.
Satu-persatu anak-anak terlihat panik dan berlari sambil menutupi kepala mungil mereka, berusaha menghalau rintik-rintik hujan. Namun anak berbaju kuning itu tetap memasang senyumnya ketika sebuah istana pasir berhasil ia ciptakan.
Saat sebuah kilatan petir yang diikuti gemuruh mengamuk di langit, saat itu pula anak itu berteriak kencang dengan air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Bukan karna gemuruh ataupun kilat, tapi karna dengan kurang ajarnya air hujan menghancurkan istana pasirnya.
Dengan tubuh basah kuyup dan ujung hidung yang memerah, anak itu menangis di bawah pancuran air hujan. Namun tidak dengan waktu lama, karna semenit kemudian datang anak lainnya yang mengenakan jas hujan biru muda dan sebuah payung berwarna hijau di tangannya, anak itu cukup berani menerjang hujan sendirian.
Tergesa, anak itu membuka payungnya dan membawanya pada anak berbaju kuning.
"Hoseokie-hyung, tidak kah kamu sadar? Hujan sudah sangat lebat"
Anak berbaju kuning itu mendongak dan perlahan mengusap mata memerahnya.
"Tapi Jiminie, hyung sedang membuat istana pasir. Tapi sekarang sudah hancur"
Anak bernama Jimin itu menunduk dan melihat gundukan pasir basah di bawah kakinya. Ia menarik tangan Hoseok dan membuatnya untuk menggenggam payung pemberiannya. Ia berjalan mundur dan menatap Hoseok dengan senyum lebarnya.
"Kenapa susah-susah membuat istana yang mudah hancur jika rajamu ini tidak membutuhkan istana, ratuku"
Jimin menggenggam sebelah tangan Hoseok yang terbebas. Ia mengajak sang hyung untuk berjalan menjauhi taman, menghiraukan jari-jari mungil mereka yang kedinginan dan terasa kebas.
"J-jiminie, hyung laki-laki"
Jimin menganggukkan kepalanya cepat dan menoleh kearah Hoseok.
"Jimin tahu, tapi tetap saja hyung memiliki wajah cantik melebihi kecantikan seorang ratu"
"T-tapi"
"Kita harus cepat, eomma Jung pasti sangat menghawatirkanmu"
Kedua anak berumur tujuh tahun itu saling melempar senyum sebelum mereka berlari dibawah hujan menghiraukan sepatu yang mereka pakai beberapa kali terjebak dalam kubangan lumpur.
Hoseok berjalan menyusuri jalan ramai dipusat kota dengan tangan yang menggenggam erat tali ranselnya. Dengan seragam Junior High School yang ia pakai membuat is terlihat begitu imutnya. Celana pendek berwarna biru tua itu membalut dengan pas pada pahanya.
Sebuah aroma manis menyapa indera penciuman Hoseok. Kegiatan sekolah hari ini terasa begitu melelahkan dan cukup menguras energinya. Dan aroma manis dari sebuah toko kue membuat perut Hoseok bergemuruh cukup keras dan memaksanya mendekat dengan langkah terseok.
Ia merogoh saku celananya dan ia hanya bisa menghembuskan nafas panjang.
Ia lupa jika uang sakunya berada di dalam tempat pensil yang sialnya tertinggal di loker sekolah. Hoseok berjalan mendekati toko kue yang tidak terlihat begitu ramai, menatap penuh minat pada kue dengan toping keju leleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
BTS Love Hobie
Fanfictionsekumpulan cerita tentang Hoseok x member BTS Akan ada selingan pair dimana Hoseok akan berpasangan dengan idol lain Menerima request :* Hoseok bott! Hoseok uke! No gs! Yaoi!