I Just Wanna Cry

866 103 18
                                    

Suara gemuruh samar terdengar dari luar sebuah apartemen sempit. Tetesan air keran washtafel yang tak tertutup sempurna menggema ditiap sudut ruangan. Ya, terlalu sunyi dan terlalu sempit hingga suara lirih airpun terdengar jelas. Apartemen yang berisikan satu kamar dan ruang tengah yang menyatu dengan dapur itu terlihat remang. Gelapnya awan mendung memblokir cerahnya sinar matahari pada langit disiang hari ini. Suasana sangat cocok untuk mereka melankonis. Suasana yang sangat mendukung untuk mereka yang ingin mengeluarkan seluruh kesedihan dan keluh kesahnya.

Satu tetes air berhasil menembus tebalnya awan hitam. Seseorang yang tengah menggulung dirinya pada balutan selimut tebal nampak menatap kosong pada awan yang mulai robek dan menumpahkan isinya. Pria dengan raut wajah lelah itu berdiri lemas dan menyandarkan tubuhnya pada jendela apartemennya. Salah satu tangan putihnya terangkat, ibu jari bergerak pelan mengusap pipi keringnya. Dan helaan napas panjang terdengar begitu jelas keluar dari bibir memucatnya.

Sedangkan di tempat yang tak jauh dari pria melankonis itu, terlihat seorang pria dengan payung hitam ditangannya. Sepatu mahal yang ia pakai itu tak lagi mengkilap karna percikan lumpur. Ia mendongakkan kepalanya, menghiraukan bisingnya jalanan dan hujan. Mata penuh tanya itu menatap lurus kearah sebuah balkon di sebuah gedung apartemen. Tangannya terulur menampung rintik hujan. Jari-jari basah itu ia tuntun untuk menyentuh pipinya. Jari telunjuk menyentuh salah satu kelopak matanya dan bergerak menuruni pipi, seolah-olah ia tengah menciptakan sebuah jejak air mata buatan.

~~~

"Aromanya sangat lezat"

Seorang pria manis tersentak ketika mendapati sebuah pelukan hangat secara tiba-tiba. Ia menoleh dan mengecup bibir pria lainnya yang berdiri dibelakangnya. Sedikit terkekeh ketika hembusan napas menerpa kulit lehernya.

"Joonie, aku sudah membuatkanmu kopi. Minumlah sebelum dingin"

Pria dengan sebutan 'Joonie' itu mengangguk dan melepaskan pelukkannya dan berjalan lesu menuju meja makan. Jung Hoseok, pria berparas manis itu menggelengkan kepalanya pelan sebelum menatap jam dinding.

"Hmm? Sudah saatnya membangunkan member lain"

Hoseok mematikan kompornya dan berjalan keluar dari dapur. Namun belum sempat mencapai pintu, ia sudah mendapati seluruh temannya tengah berjalan berbaris menuju dapur dengan wajah bantalnya. Sekali lagi Hoseok menggelengkan kepalanya pelan.

Ia pun memutuskan untuk menata meja makan, menuangkan sup buatannya pada masing-masing mangkuk member lain. Seokjin menatap Hoseok dan tersenyum lebar.

"Terimakasih karena sudah menggantikanku untuk memasak sarapan Seok. Aku berhutang padamu"

"Tenang saja hyung. Ku harap tanganmu lekas sembuh. Kau tahu? Masakanku tak seenak buatanmu"

Mendengar perkataan Hoseok membuat Jungkook terkekeh dan mengangguk setuju. Namun ia tetap menikmati sup buatan Hoseok dengan penuh nikmat. Jungkook mengangkat wajahnya dari mangkuknya. Ia menatap lama kearah Hoseok.

"Jam berapa kalian latihan?", tanya Namjoon

"Dua Jam lagi hyung, aku dengar hanya vocal line yang berangkat? Apa itu benar hyung?", Taehyung menatap Namjoon bertanya dan detik selanjutnya, sebuah anggukan ia dapatkan.

"Aku akan berangkat bersama kalian, aku harus mengejar deadlineku"

Jimin yang sibuh menyendok supnya hanya bisa mengangkat jempol kirinya untuk menyahuti Yoongi.

Dua jam berlalu dan kini Hoseok tengah membantu Jimin untuk membawakan tasnya sampai depan pintu dorm ketika dongsaengnya itu tengah sibuk mengancingkan kemejanya dengan tergesa. Hoseok tersenyum manis menyapa Jungkook berdiri tepat disamping mobil yang mereka akan tumpangi.

BTS Love HobieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang