Nyaris Di Culik

168 5 0
                                    

"Non Kara kenapa ngelamun?" tanya seorang pembantu rumah tangga di rumah Kara, kita panggil saja dia Bi Susi.

Wanita paruh baya itu berdiri disamping Kara dan mulai menyusun piring yang sudah kering di rak piring, Kara masih berdiri di depan rak piring namun bi Susi merasa tidak terganggu. Dia justru heran kenapa Kara melamun di dapur.

"Bi, gegar otak itu bahaya gak sih?" tanya Kara.

Bi Susi nyaris saja menjatuhkan piring yang ia pegang, nama penyakit yang disebut oleh Kara sangat sensitif ditelinganya karena dulu ada anggota keluarganya yang meninggal akibat gegar otak. Dia tersenyum canggung dan menatap Kara yang menunggu jawaban darinya.

"Bahaya lah Non, dulu anak bibi juga meninggal karena gegar otak setelah dia jatuh dari tangga sekolahnya. Masih seumuran Non Kara, kejadiannya sudah lama sekali," jawab bi Susi.

Pikiran Kara semakin tidak karuan, dia tidak mau mendengar jawaban seperti itu. Tapi salahnya juga yang melontarkan pertanyaan itu padahal perasaannya sedang tidak baik.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi Kara berbalik dengan kotak bekal berwarna biru berisi cumi goreng yang akan dia bawa ke rumah sakit, benar, cumi goreng itu untuk Arka.

Saat tiba di luar rumahnya Kara langsung menghampiri mang Asep yang sedang msngobrol dengan satpam komplek.

"Mang Asep, anterin Kara ke rumah sakut ya. Mau jenguk teman."

"Siap Non!"

•••

"Kenapa sih lo suka banget makan cumi goreng?"

"Karena cumi goreng bikin aku bahagia."

"Kok bisa?"

"Soalnya kayak aku dapetin apa yang aku suka, dan itu bikin aku bahagia."

Kara tersenyum setelah mendengar jawaban sederhana dari Arka, sekarang mereka berdua sedang berada di taman rumah sakit. Arka langsung meminta untuk ditemani ke taman itu untuk makan cumi gorengnya.

"Kamu yang masak ini?" tanya Arka seraya menunjuk kotak bekal berisi cumi goreng yang dibawa Kara.

"Iya, enak gak?"

"Enak banget" jawab Arka jujur.

"Makasih, dihabisin ya?"

"Pasti!"

Sembari memperhatikan Arka yang sedang makan membuat Kara jadi teringat dengan obrolannya bersama bi Susi tadi. Dia jadi semakin berpikir negatif tapi kemudian dia menggeleng dan mencoba membuang jauh semua pikiran buruk itu, dia tidak mau suasana hatinya kembali rusak sekarang.

"Ar," panggil Kara.

Arka yang semula menunduk kini mendongak dengan satu alisnya terangkat.

"Gak jadi" ujar Kara kemudian, Arka mengernyit lalu kemudian kembali memakan cumi gorengnya.

"Mau gak nih?"

"Enggak, gue udah kenyang."

Suasana kembali hening, sesekali hanya terdengar suara kicauan burung yang ada di atas pohon dan juga daun-daun yang bergemerisik tertiup angin.

Tanpa Kara sadari, sebenarnya sedari tadi Arka memperhatikannya secara diam-diam. Arka bisa melihat bagaimana wajah gelisah Kara seolah bingung harus berbuat apa sekarang, apa gadis itu sedang ada masalah? Entahlah, Arka tidak tahu. Dia mau bertanya tapi takut jika membuat perasaan Kara semakin memburuk.

Dari kejauhan Rian memperhatikan Kara dan Arka, rasanya cemburu ketika melihat kebersamaan antara Kara dan Arka. Entah sejak kapan perasaannya tumbuh kepada sepupu perempuannya itu, Rian sendiri tidak tahu. Kemungkinan semenjak ia kembali ke Indonesia dan memilih untuk menetap di negara ini.

•••

Kara masuk ke rumahnya dengan langkah lesu, lalu diambang pintu rumahnya ia sudah ditunggu oleh bi Susi yang tampak khawatir. Kara merasakan perasaan yang buruk ketika melihat pembantu di rumahnya itu, dia segera menghampiri bi Susi untuk bertanya apa yang terjadi dan kenapa wanita itu tampak gelisah.

"Kenapa Bi?" tanya Kara.

"Didalam ada teman Non Kara, dia nangis waktu datang tapi bibi gak tahu kenapa. Bibi langsung ajak dia masuk, pas ditanya dia gak menjawab" jawab bi Susi seraya mengajak Kara masuk ke dalam.

Saat tiba di ruang tamu Kara menatapi Venya yang duduk sembari menunduk di sofa tunggal, gadis itu terisak dengan bahu yang gemetar dan dengan segera Kara menghampiri Venya.

"Lo kenapa?" tanya Kara khawatir.

Venya mendongak dan Kara bisa melihat ada bekas tamparan di pipi Venya, dengan segera gadis yang menangis itu segera berdiri dan memeluk tubuh Jara erat. Pelukannya sangat erat sehingga Kara merasa sesak napas.

"Lo kenapa?" tanyanya lagi dengan nada yang lembut.

Perlahan isakan Venya mereda, dia melepaskan pelukannya dan melangkah mundur selangkah. Dia mengusap pipinya yang basah dan siap untuk mulai bercerita.

"Lo duduk dulu," pinta Kara, Venya menurut lalu Kara memberikan cangkir berisi teh yang tersaji di meja dan langsung diminum oleh Venya.

Venya menghembuskan napasnya pelan dan membuangnya perlahan, hal itu ia lakukan berkali-kali sampai perasannya benar-benar lega.

"Tadi gue niatnya mau ke rumah Velin, tapi di rumah Velin gak ada orang. Akhirnya gue mutusin buat pulang lagi aja tapi di tengah jalan gue di hadang sama preman ada sekitar dua orang preman, gue gak tahu kenapa. Mereka maksa gue buat ikut sama mereka, jelas gue nolak dan memberontak. Sampai akhirnya gue ditampar dan finalnya gue berhasil kabur dan langsung lari ke sini, mungkin karena lihat satpam rumah lo semua preman itu kabur dan gak jadi ngejar gue" ucap Venya panjang lebar. Kara mengangguk paham lalu mengusap air mata yang mengalir lagi di pipi Venya.

"Gak apa-apa, lo aman disini" Kara berusaha menenangkan, Venya menutup kedua matanya dan bersandar disandaran sofa. Dia tidak pernah menyangka akan mengalami kejadian menegangkan seperti tadi, dan entah apa maksud serta tujuan dua preman tadi. Yang Venya tahu mungkin dua preman itu berniat akan menculiknya.

Kara segera menghubungi Kevin supaya menjemput Venya sekaligus akan ikut menceritakan kejadian yang ia dengar dari Venya tadi, tak berselang lama Kevin datang bersama dengan Reza.

Reza lantas menghampiri Venya dan mengusap pipi Venya yang masih memerah akibat ditampar, dia sangat khawatir kepada kekasihnya itu. Untunglah saat Kara mengabari kebetulan ia sedang main PS di rumah Kevin, mereka berdua langsung melesat menuju rumah Kara.

"Makasih ya Ra" ucap Venya sebelum ia, Kevin dan Reza berbalik pergi.

Kara memperhatikan Venya sebelum akhirnya gadis itu dibawa pergi oleh kakaknya, perasaannya menjadi was-was untuk keluar rumah sendirian. Dan dia masih bingung kenapa bisa di komplek perumahannya ada preman padahal lingkungan komplek tempat Kara tinggal terkenal aman dan tentram.

•••

"KERJA GITU DOANG GAK BECUS!" bentak Bima seraya menendang sepeda motornya dengan kesal.

Dua preman yang ia bayar untuk menculik Venya kembali dengan tangan kosong, kedua pria bertubuh besar itu bahkan tidak bisa menculik seorang gadis berusia delapan belas tahun. Bima marah akan hal itu.

"Pokoknya besok jangan sampai gagal lagi!" bentak pemuda itu untuk yang kesekian kalinya.

Kedua preman itu mengangguk saja meskipun dalam hati mereka sangat ingin memukul wajah Bima atau membuang anak laki-laki itu ke laut. Tapi posisi mereka bisa terancam bila melakukan hal itu karena mengingat jika ayah Bima memimpin sebuah organisasi mafia terbesar di kota tersebut.

Dengan kesal Bima pergi dari sana, dia menghampiri salah satu rekannya untuk memberitahu rencana yang akan dilakukannya besok.

"Intinya besok lo ikut sama gue, kita habisin cewek itu" ujar Bima yang mendapat anggukan dari temannya.

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Kalau ada typo kasih tahu di komen ^-^

[✔] ArKaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang