Kepergian

168 6 0
                                    

Aksi kejar-kejaran terjadi di jalanan kota yang ramai lancar, klakson dari berbagai jenis kendaraan terdengar dari berbagai sisi dan juga menimbulkan banyak kepanikan bagi orang-orang yang ada di jalanan.

Reza berkali-kali membunyika klakson sepeda motornya ketika nyaris menabrak kendaraan lain, ia berhasil menyalip belasan kendaraan yang ada di jalan yang ia lalui.

Kebut-kebutan di jalan bukanlah hal yang baru lagi bagi Reza, karena dulu dia sering ikut balapan liar bersama Kevin meskipun sekarang tidak lagi. Dia kapok setelah nyaris meninggal akibat kecelakaan tunggal yang dialaminya ketika mengikuti sebuah balapan liar.

Tapi ternyata pengendara yang membawa mobil berisi Venya dan dua orang preman itu juga tidak kalah jago dalam mengendarai kendaraannya dalam kecepatan tinggi, Reza berharap jika bensinnya tidak tiba-tiba habis di tengah jalan dan ia sendiri masih belum tahu kemana mobil van putih itu akan pergi.

"ANJI**!" seru Reza ketika salah satu preman yang ada di mobil van putih itu melempar sebuah botol minum yang hampir saja mengenai wajahnya.

Dari arah berlawanan dari mobil van putih itu ada sebuah truk yang melaju dengan kecepatan tinggi juga, Reza segera mengerem sepeda motornya sebelum ia bertabrakan dengan bagian belakang sepeda motor lain. Lalu ia segera melihat ke arah sumber suara tabrakan yang membuat tubuhnya membeku seketika.

Mobil van putih dan truk tadi bertabrakan karena pengendara dari kedua kendaraan itu tidak bisa menghindarinya, mobil van putih itu tertabrak hingga terpental beberapa meter dan terbalik. Asap putih seketika keluar dari mobil van putih itu.

Dan pada akhirnya....

DUAR!

Mobil van putih itu meledak.

•••

"Dokter, pasien mengalami kejang-kejang!" teriak seorang suster dari ambang pintu kamar Arka.

Bunda yang baru saja datang dari supermarket mendengar teriakan itu, ia langsung dilanda panik dan segera berlari ke arah kamar Arka. Dapat dilihatnya dari ambang pintu jika Arka sedang kejang-kejang didalam sana dan langsung ditangani oleh seorang dokter dan juga dua orang suster. Bunda hendak masuk tapi seorang suster mencegahnya supaya tidak mengganggu penanganan dokter kepada Arka.

"Tolong Ibu tunggu di luar saja" pinta suster itu.

Bunda hanya menurut dan mempercayakan semuanya kepada para petugas medis itu, dalam hati Bunda berdo'a jika Arka tidak akan kenapa-napa selain mengalami kejang-kejang. Semoga putra angkatnya itu sehat kembali seperti yang selalu ia harapkan setiap kali ada anaknya yang jatuh sakit.

Sementara itu didalam ruangan dokter berusia empat puluh tahun itu berusaha semaksimal mungkin untuk menangani Arka, keringat sudah membanjiri dahi dan juga lehernya. Apalagi ini bukan untuk pertama kalinya ia memeriksa Arka, setiap kali pemuda itu sakit maka ia lah yang memeriksanya. Bahkan bisa dibilang jika dokter itu dekat dengan Arka dan sering mengobrol bersama, dokter itu sudah menganggap Arka sebagai putranya sendiri.

"Dokter, saya tidak bisa merasakan detak nadinya" ujar salah satu dokter.

•••

Kara bisa merasakan kaki-kakinya yang berjalan tanpa alas kaki menyentuh pasir pantai yang menggelitik, suara deburan ombak dan burung laut menemani langkahnya. Gaun putih selututbyang ia kenakan malambai-lambai ikut tertiup angin. Meskipun Kara tidak tahu akan pergi kemana ia sekarang tapi dia tetap melangkah seolah kakinya sendiri yang akan menuntun jalan menuju tujuannya.

Dari kejauhan Kara melihat seseorang mendekat ke arahnya, semakin dekat orang itu berjalan ke arahnya maka Kara bisa langsung tahu jika orang itu adalah Arka.

[✔] ArKaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang