Prolog

239 33 8
                                    

Rasa sakit di sekujur tubuhnya tak sebanding dengan rasa rindu yang selalu ia rasakan selama belasan tahun. Setiap malam, seorang Felysha Davira Shaki hanya bisa menangisi wajah cantik wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini lewat sebuah bingkai foto.

Gadis itu benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Ayah kandungnya sendiri. Mengapa dia dengan mudahnya merenggut kebahagiaan Felysha.

Ya Tuhan ... Ingin sekali ia menjerit dan melampiaskan rasa kesalnya selama ini. Tapi, apa mungkin pria itu akan mengasihaninya? Karena Syakir selalu menghindar saat Felysha mencoba untuk menanyakan keberadaan sang Mama tercinta.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Fely, Sayang__makan dulu yuk nak!" ajak seseorang dengan lembut.

Suara wanita itu, membuat Felysha mengepalkan tangan dan menghapus air matanya dengan kasar.

"Fely gak laper. Jadi pergi sekarang juga dari sana!" sahutnya kesal.

"Bunda tau kamu belum makan, Sayang. Jangan menyiksa diri sendiri. Bunda gak mau liat kamu sakit. Jadi turun ke bawah sekarr___"

Brak!

"Aku bilang gak laper ya gak laper! Kalau mau makan, yaudah makan aja sana! Gak usah maksa aku buat makan. Sekalipun aku sakit, itu bukan urusan kamu. Dan ya, Tante gak perlu repot-repot sok peduli sama Fely. Tante tau kenapa? KARENA TANTE BUKAN MAMA FELY!" bentaknya dengan penuh amarah.

Jleb!

Perkataan gadis cantik yang berambut pirang itu mampu membuat hati Susan terasa sesak seketika. Namun, meski sering diperlakukan seperti itu oleh anak sambungnya Susan selalu sabar. Karena ia tau, dibalik sikap keras kepalanya seorang Felysha. Gadis itu sangat memiliki hati yang lembut dan penyayang kepada orang-orang terdekatnya.

"Ya, bunda tau itu Sayang__" Susan terisak dalam tangisnya, "Tapi setidaknya kamu pikirin kesehatan kamu Nak,"

"Makan tidak akan menjamin kesehatan jika hidup aku sendiri banyak beban. Jadi tolong___berhenti untuk berpura-pura baik dan sok peduli sama aku," Felysha menatap Susan dengan tajam, "Sekarang juga Tante pergi dari sini!"

"Felysha___" bentak Syakir seraya menghampirinya.

"Apa ini cara berbicara kamu sama orang tua, hah? Selama ini Ayah, Nenek, Kakek dan Tantemu selalu mendidik dengan baik." memegang bahu Susan, "Dia memang bukan wanita yang melahirkanmu. Tapi dia sangat mencintaimu, dan memberikan kasih sayang yang sama kepada kamu dan juga adik-adikmu Fely," sambungnya dengan penuh amarah.

"Aku tidak butuh itu semua Ayah. Aku hanya ingin kasih sayang dari wanita yang sudah melahirkanku kedunia ini. Ayah egois, hiks ... Ayah boleh benci sama Mama, tapi Ayah gak berhak misahin aku dari Mama hiks ... Fely benci sama kalian berdua!" bentak gadis itu dengan sangat emosi. Kemudian ia kembali ke kamar, dan membanting daun pintu dengan sangat keras.

Sebenarnya Felysha sedih dan kecewa jika harus berdebat seperti ini dengan Ayahnya. Tapi apa daya, jika ego sudah menguasai dirinya.

Seandainya Syakir mempertemukannya dengan sang Mama dari dulu. Mungkin gadis itu takkan keras kepala dan menentang ucapan Ayahnya.

FELYSHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang