Part 3

78 10 5
                                    

"Mami kecewa sama kamu, Syakir. Kalau dari awal kamu jujur sama dia, Felysha gak bakal ninggalin kita. Dia gak bakal ninggalin rumah ini, Syakir. Hiks...hiks... Kenapa kamu menjadi pria pengecut seperti ini? Kenapa hah?! Kenapa?! Jawab pertanyaan mami, Syakir. Jawab!" bentak bu Arin dan terus memukul dada bidang putra sulungnya itu.

"Sudahlah, mi. Ini urusan masalalu rumah tangga aku. Jadi mami gak usah ikut campur masalah ini," ujarnya sambil meremas rambutnya frustasi.

Mendengar penuturan putra sulungnya, amarah bu Arin semakin naik. Ia tak habis pikir dengan anak itu. Kenapa bisa Syakir menjadi keras kepala seperti ini? Apa sebenarnya dosa yang telah ia lakukan.

"Keterlaluan kamu, Syakir. Jika ia mami tidak perlu mencampuri urusan masalalu rumah tangga kamu. Lantas kenapa kamu meminta kita untuk menutupi semua ini dari Felysha, hah? Kenapa?!"

"Udahlah mi, aku cape. Biarkan anak itu pergi. Toh percuma dia tinggal disini, bisanya cuman menyusahkan dan membuatku emosi,"

Plak...

"Brengsek! Ayah macam apa kamu, hah? Selama ini papi diam bukan berarti kamu bisa berbuat seenaknya," pak Arman menatap Syakir dengan tajam. "Asal kamu tau, Felysha dan Fathan juga cucu saya. Mereka darah daging kamu. Anak ya Allah anugrahkan untuk keluarga kecilmu bersama Sely dulu. Kamu tak pantas berbicara seperti itu, Syakir . Dimana otak kamu selama ini?" tanya pak Arman dengan emosi yang meluap-luap.

"Hilang, pi. Makannya aku menjadi sosok ayah yang pengecut dan brengsek seperti ini," jawab Syakir datar.

Pak Arman pun seketika bungkam saat mendengar jawaban Syakir. Ia terlalu lelah untung menanggapi anak laki-lakinya ini.

🍂🍂🍂🍂🍂

Sely hanya bisa mengelus pundak gadis itu, sambil sesekali mencium puncak kepalanya. Ia hanya bisa membiarkan anak gadisnya itu terus menangis.

"Fely benci sama ayah, ma. Benci, hiks... Kalau hidup Fely harus seperti ini, kenapa dulu Fely gak di buang aja ma? Sekalian bunuh, Fely gak kuat ma jika harus seperti ini," racau gadis itu.

Sely membawa gadis itu ke dalam dekapannya. "Suttt.... Felysha gak boleh ngomong kayak gitu, sayang. Kamu dan Farizal adalah anugrah yang Allah titipkan kepada mama dan juga ayah kalian. Mama gak bakal melakukan hal gila seperti itu nak. Begitu pun dengan ayah kalian," Sely membuang nafasnya kasar. "Mama minta maaf sayang. Karena mama, kamu sama Farizal harus seperti ini," ucap Sely lirih.

Kini gadis itu merasa sangat bersalah atas ucapannya. Felysha tidak bermaksud untuk menyinggung Sely. Dan dia juga tak ingin jika ibunya merasa bersalah. Karena gadis itu yakin, jika masalalu tentang rumah tangga kedua orang tuanya adalah kesalahan ayahnya sendiri. Ya meskipun ia belum mengetahui fakta yang sebenarnya, tapi entah kenapa ia merasa yakin dengan perasaannya itu.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 12.30. Namun, sepertinya Sely maupun Felysha masih enggan untuk bangkit dari tempat duduknya. Mereka malah semakin asik berbincang-bincang, setelah Sely berhasil menghibur anak gadisnya itu untuk sejenak melupakan masalah yang sedang mereka hadapi.

Gadis itu benar-benar dibuat kagum dengan sosok ibu kandungnya. Belum sehari bertemu dengan Sely, Felysha sudah merasa nyaman berada didekatnya. Sifatnya yang humoris dan penyayang membuat orang lain banyak yang dekat dengan dirinya.

"Assalamu'alaikum... Ma, Ari pul__" ucapan seorang pria itu terhenti, saat melihat gadis asing yang tengah duduk bersama ibunya sambil tertawa kecil.

Seketika tawa gadis itu pun juga terhenti kala melihat kakak kandungnya yang tengah mematung saat melihat dirinya. Perlahan, Felysha beranjak dari tempat duduknya. Kemudian ia menghampiri pria tersebut. Matanya mulai berkaca-kaca, dan pada detik berikutnya ia pun menghabur ke dalam pelukan Farizal.
Farizal pun terlonjak kaget saat mendapat pelukan yang secara tiba-tiba. Ingin melepaskan pelukan gadis tersebut, namun itu tidak mungkin. Karena ia bukanlah tipe pria kasar terhadap perempuan, apalagi mereka belum saling mengenal.

FELYSHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang