Part 13

55 8 25
                                    

Suhu tubuh gadis itu semakin terasa panas, wajahnya terlihat semakin pucat. Tangannya pun mulai terasa dingin. Sely semakin khawatir akan kondisi Felysha. Sedari tadi ia tak henti-hentinya menggosakan telapak tangan gadis itu dengan tangannya.

"Yan, tolong lebih cepat lagi bawa mobilnya ya nak. Tante gak mau Fely kenapa-napa," lirih Sely sembari membelai lembut rambut Felysha.

Riyan melirik jam di tangannya sekilas. "Iya tan, sepuluh menit lagi kita sampai." ucap Riyan yang masih tetap fokus dengan jalanan.

Sedangkan Farizal hanya bisa diam. Ia tak tahu harus melakukan apa. Karena sekarang, pria itu juga mengkhawatirkan kondisi Felysha.

Kini mobil Riyan tengah berhenti tepat di depan RSKB Halmahera Siaga. Farizal pun tampak tergesa-gesa turun dari mobil tersebut. Pria itu segera membuka pintu mobil belakang, dan membopong Felysha yang masih tak sadarkan diri di pangkuan ibunya. Begitu juga dengan Riyan, ia segera berlari dan memanggil suster yang kebetulan sedang mendorong brangkar.

"Ya allah... Mbak Fely," suster Dara menutup mulutnya tak percaya.

Pasalnya gadis itu baru melakukan cuci darah satu hari yang lalu. Lalu kenapa sekarang kondisinya kembali seperti ini?

"Suster Vanya, tolong bawa mbak Fely ke IGD sekarang.  Saya panggil dokter Haris dulu," ucap suster Dara seraya pergi.

Suster Vanya pun segera mendorong brangkar tersebut yang di bantu Farizal, Riyan, dan juga Sely.
Sesampainya di ruangan tersebut, suster Vanya meminta keluarga gadis itu untuk tetap menunggu di luar. Dan ia segera menangani Felysha.

Sungguh rasa khawatir Sely semakin menjadi-jadi. Apalagi selang beberapa menit, terlihat Haris berlari masuk ke ruangan tersebut dengan wajah yang sangat khawatir juga. Kini Sely tak dapat membendung air matanya lagi. Seketika ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai.

Farizal yang melihat itu, segera berlari menghampiri ibunya.

"Bangun ma... Ari mohon jangan kayak gini," Farizal memegang kedua pundak Sely.

Sely menggeleng lemah. "Mama jahat Ari, seharusnya tadi mama gak biarin Fely kayak gini. Hiks..." Sely memeluk Farizal erat. "Kalau terjadi sesuatu sama dia gimana, Ri? Mama gak bisa maafin diri mama sendiri, hiks...hiks..."

"Nggak! Mama gak boleh ngomong kayak gitu," Farizal membalas pelukan Sely. "Fely pasti baik-baik aja ma, Ari yakin itu. Om Haris juga gak bakal biarin Fely kenapa-napa ma," Farizal menangkup kedua pipi Sely dan menatapnya dengan penuh keyakinan.

"Tapi say__" ucapan Sely tergantung.

"Suutt... Mama gak boleh ngomong yang aneh-aneh lagi," Farizal beranjak seraya memegang pundak ibunya. "Sekarang mama bangun ya," pintanya, kemudian membantu Sely berdiri dan membawanya untuk duduk di kursi.

Lima belas menit telah berlalu. Namun tampaknya Haris masih belum juga keluar dari ruangan tersebut. Hingga membuat Sely tak henti-hentinya menangis. Riyan yang melihat itu merasa iba. Hingga akhirnya, pria itu pun memilih pergi dari tempat tersebut.

"Mama jangan nangis terus, ma. Fely pasti sedih kalau liat mama kayak gini," ucap Farizal seraya menghapus air mata Sely dengan lembut.

Sely memegang tangan kanan Farizal. "Mama gak kuat sayang. Mama takut Fely kenapa-napa, hiks..."

"Dengerin Ari ma," Farizal menangkup pipi Sely. "Mama selalu bilang sama Ari, kalau tuhan maha pemberi pertolongan. Dan sekarang___mama harus yakin jika Fely akan baik-baik aja ma. Yang perlu mama lakukan sekarang adalah berdoa, ma. Karena doa seorang ibu akan sangat berarti bagi seorang anak," ucap  Farizal lirih, kemudian mencium kedua telapak tangan wanita itu bergantian.

FELYSHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang