Selesai makan siang di kantin. Sely segera kembali ke ruangan Felysha. Sesampainya disana, ternyata gadis itu tengah tertidur lelap. Ia pun berjalan mendekati Felysha dengan sangat hati-hati agar tidak mengganggu tidurnya.
Di tatapanya wajah cantik itu. Begitu terasa damai dan tentram. Seulas senyum pun terukir di wajah Sely. Ia merasa beruntung Tuhan mempertemukan mereka di hari itu. Karena rasa sakit yang selalu Sely pendam selama belasan tahun, akhirnya bisa terobati. Meski itu belum sepenuhnya.
Karena bayang-bayang masa lalunya dengan Syakir, tidak bisa ia lupakan begitu saja. Apalagi saat pria itu memisahkan Sely dari Felysha. Wanita itu sangat terpuruk. Ia merasa gagal menjadi seorang ibu. Bahkan sampai hari ini, Sely masih belum bisa menjadi ibu yang baik untuk kedua anaknya.
"Maafin mama sayang," Sely meraih tangan Felysha. "Mama belum bisa jadi ibu yang baik buat kamu sama Ari. Mama juga minta maaf," Sely membelai puncak kepala gadis itu. "Gara-gara mama gak bisa jagain kamu... Kamu harus ada di tempat seperti ini sayang," lirihnya seraya menangis terisak.
Hatinya terasa sangat hancur. Apalagi saat kejadian semalam, Sely benar-benar takut jika putrinya kembali mengalami depresi. Seperti apa yang Haris katakan waktu itu.
Ceklek...
Pintu ruangan terbuka. Sely pun segera menghapus air matanya dan mengalihkan pandangan ke arah pintu. Di dapatinya Bu Sheni yang tengah berjalan menghampirinya dengan raut wajah yang begitu khawatir.
"Sayang... Gimana kondisi Felysha, nak?" Bu Sheni menatap Felysha sendu.
Sely meraih tangan bu Sheni. "Udah agak membaik mi. Mami gak usah khawatir," jawabannya seraya tersenyum manis.
"Syukurlah... Kenapa gak ngasih tau dari semalam, sayang?"
"Aku gak mau ngerepotin mami. Lagi pula ada Ari. Semalam dibantu juga sama Iyan," Sely mengelus lembut puncak kepala Felysha. "Dia yang udah nolongin Fely saat pingsan di jalanan,"
Bu Sheni menutup mulutnya tak percaya. "Pingsan di jalanan? Ya Allah... Ba-ba-bagaimana bisa Sely?" tanya bu Sheni terbata-bata.
"Aku juga gak ngerti mi. Oh ya, mami kesini sama siapa?" tanya Sely mengalihkan pembicaraan.
"Sama Rasyid, nak."
"Terus Rasyid nya mana, mi?"
"Dia jemput Vera, nanti balik lagi kesini kok." Sely pun tampak manggut-manggut.
"Eum... Mi, aku boleh minta tolong?"
"Boleh sayang, mau minta tolong apa hmm?"
"Eum... Aku... Mesti pulang dulu bentar, soalnya mau ngambil beberapa pakaian di rumah," Sely menatap bu Sheni tak enak. "Eum... Kalau aku titip Fely bentar keberatan gak mi?"
"Ya ampun... Mami kira apa. Nggaklah sayang, mami gak keberatan sama sekali. Yaudah gih kalau mau pulang!"
"Bener gak keberatan sama sekali mi?"
"Nggak sayang!"Sely memeluk pinggang bu Sheni. "Makasih ya mi," Ia melepaskan pelukannya. "Kalau gitu aku berangkat dulu ya. Assalamualaikum," Sely beranjak dari duduknya dan mencium tangan bu Sheni.
"Waalaikumsalam... Hati-hati nak,"
🍂🍂🍂🍂🍂Hari mulai gelap. Namun Syakir masih belum juga menemukan tempat tinggal Felysha. Sekarang pria itu terlihat begitu frustasi. Ia tak tahu harus mencarinya kemana lagi.
Rasanya begitu melelahkan. Apalagi Syakir tak henti-hentinya memikirkan gadis itu.
"Arghh... Gak, gue gak bisa cari Fely dalam keadaan seperti ini. Gak bisa!" Ia menjambak rambutnya frustasi.

KAMU SEDANG MEMBACA
FELYSHA
Teen Fiction"Jika seorang anak adalah anugerah yang Tuhan titipkan dalam suatu hubungan rumah tangga. Lalu mengapa meski ada perpisahan diantara kalian?" Kalimat itulah yang selalu gadis itu tanyakan pada dirinya sendiri. Sebab perpisahan orang tuanya, membuat...