Adzan subuh telah berkumandang. Farizal pun terbangun dari tidurnya. Ia terlihat masih mengerjap-ngerjapkan kedua bola matanya, karena rasa kantuk masih menyerang. Namun beberapa detik kemudian ia tersadar jika dirinya sedang berada di rumah sakit.
"Dek, kakak harap saat kamu bangun nanti. Kamu__bisa melupakan apa yang telah terjadi kemarin ya," Farizal mengelus lembut puncak kepala gadis itu. "Kakak gak mau liat kamu nyakitin diri sendiri, Fel. Kasian juga mama, dia sangat terpukul liat kamu kayak gitu," lirih Farizal dengan mata yang tampak berkaca-kaca.
"Lagi pula apa untungnya sih lo nyiksa diri sendiri, Fel? Gak ada kerjaan banget. Udah kayak orang gila aja lo," Omel Farizal.
"Siapa yang kayak orang gila, Ri?" tanya seseorang yang keluar dari kamar mandi.
Farizal pun lantas menolah ke arah sumber suara tersebut. Tiba-tiba pria itu cengengesan kala mendapati sosok ibunya yang tampak kebingungan mendengar ucapan Farizal.
Farizal menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Eum...anu ma__hehe,"
"Why Ari?" Sely mengerutkan keningnya heran.
"Hehe, enggak kok ma. Oh ya btw mama abis dari mana? Kok mukanya pada basah gitu?" tanya Farizal mengalihkan pembicaraan.
"Abis dari kamar mandi lah, sayang. Kamu kok aneh-aneh sih nanyanya,"
"Kali aja kan mama abis dari kantin, terus gak sengaja ke siram ama orang. Hahaha," canda Farizal sembari tertawa renyah.
Sedangkan Sely malah ikut tertawa sembari menggelengkan kepala mendengar perkataan pria itu.
"Kamu ya, suka ngada-ngada kalau ngomong." Sely memelototi anaknya itu sembari berkacak pinggang.
"Hahaha, canda ma."
"Baiklah becandamu mama maafkan,"
"Dihh... Siapa yang minta maaf sama mama?"
Sely tampak mengerucutkan bibirnya. "Ari mah gitu. Mama marah ya sama kamu," ucapnya sembari melipat kedua lengannya di depan dada.
"Yah, jangan dong ma!" Farizal berjalan menghampiri Sely. "Kalau mama marah, entar aku dimarahin balik lagi sama om Gibran." Pria itu menaik turunkan alisnya menggoda Sely.
Wajah Sely pun seketika memerah. "Apaan sih kamu. Udah siap-siap gih! Kita sholat subuh,"
"Siap mama sayang," Farizal mendekat ke arah telinga Sely, "Jangan lupa minta cepet-cepet dihalalin ya ke om Gibran. Biar gak nyuruh-nyuruh Ari jadi imam kalau sholat," bisiknya dan berlari ke kamar mandi sembari tertawa.
Sedangkan Sely hanya bisa mengusap wajahnya menahan malu akibat kelakuan anaknya itu.
🍂🍂🍂🍂🍂
Jarum jam menunjukkan pukul 09.15 WIB. Dan kini gadis itu telah sadar kembali, setelah semalam ia diberi obat penenang. Namun kondisinya masih sangat lemah. Wajahnya pun terlihat semakin pucat dengan mata yang sembab akibat semalam menangis.
Sedari tadi Sely dan Farizal tampak sibuk membujuk gadis itu untuk makan. Berbagai cara telah mereka lakukan, salah satunya berusaha menghibur gadis itu. Namun sama sekali tidak mempan.
Sely menghembuskan nafasnya. "Sayang, makan dulu ya? Biar kamu cepet sembuh lagi nak," ucap Sely lembut sembari mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang.
"Gak mau ma! Fely gak laper," Gadis itu menggeleng lemah.
"Satu suap aja, dek. Kamu harus minum obat lho. Aaaa..." Farizal mendekatkan satu sendok bubur tepat di depan mulut gadis itu. "Buka mulutnya Fely!"
KAMU SEDANG MEMBACA
FELYSHA
Teen Fiction"Jika seorang anak adalah anugerah yang Tuhan titipkan dalam suatu hubungan rumah tangga. Lalu mengapa meski ada perpisahan diantara kalian?" Kalimat itulah yang selalu gadis itu tanyakan pada dirinya sendiri. Sebab perpisahan orang tuanya, membuat...