1001 Cara Melupakan Mantan

108 5 2
                                    

Mantan itu ibaratnya sampah plastik. susah didaur ulang. Apalagi, dihilangkan dari pikiran.

Deskripsi Mantan

Lia menunggu jawaban Diana, ia tidak sabar lagi untuk menghempaskan Arka dari pikirannya. Kedua telinganya kini telah siap siaga untuk menangkap setiap kata yang keluar dari mulut Diana.

"Yaitu dengan 1001 cara melupakan mantan" Ujar Diana bangga.

"Banyak amat," imbuh Lia sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Diana menoleh, menjitak kepala Lia pelan.

"Itu hanya ungkapan bego!" teriak Diana ditelinga Lia.

Lia segera menjauhkan telinga, sebelum pendengarannya rusak.

"Ya gak usah teriak gitu juga kali." ujar Lia, tangannya sibuk memeriksa keadaan telinga, yang baru saja di teriaki kaset rusak.

"Mau lanjut apa gak?" tanya Diana sedikit berlagak sombong.

Lia tersenyum kikuk. "Mau dong."

Diana kemudian membuka sebuah laci, mengambil selembar kertas dan pena.

"Untuk apa?" tanya Lia ketika Diana menyerahkan kedua benda itu padanya.

Mata Diana membulat, sepertinya temannya sudah dipenuhi pengaruh bucin, itu sebabnya ia bahkan tidak bisa mengerti maksud sederhana Diana.

"Ditulis! Adelia ku sayang, kamu kan pelupa."

Awalnya Lia ingin membantah tetapi, ada benarnya juga ia memang pelupa dan ceroboh jadi, Lia menggambil kedua benda tersebut.

"Yang pertama, kamu gak boleh nyebut namanya," peringat Diana dengan gaya yang memerintah.

Lia segera menggangguk mengerti. "Terus manggil apa dong."

"Sampah." Jelas Diana enteng.

"Kedengarannya cocok, aku suka." Lia menulisnya di kertas tersebut, setelah itu, kembali menyimak cara selanjutnya.

"Kedua, hapus semua kontak sosmed atau apapun yang berhubungan dengan sampah(mantan), termasuk foto dan video saat kalian bersama dulu." Diana meraih ponsel Lia yang tergeletak di atas meja.

Ia mulai mengotak Atik benda tersebut. Sementara Lia ia hanya bisa mendengus pasrah, seluruh hal tentang Arka, maksudnya 'sampah' akan dihapus dari ponselnya.

Diana melirik ke arah Lia dengan tatapan tak percaya. Lia yang mendapat tatapan intimidasi dari Diana, hanya bisa meneguk salivanya berat.

"Lia, bagaimana kamu bisa melupakan Arka," Diana menghentikan ucapannya sesaat. "Maksudku 'si sampah', kamu bahkan mengunakan foto sebagai wallpaper."

"Karena dia tampan." Jujur Lia, entah kenapa setiap kali melihat foto Arka ia merasa sangat senang.

Belum sampai disitu, Diana juga membuka gelari, disana penuh foto Lia dan Arka yang sedang tersenyum bersama. Bukan hanya itu seluruh sosial media Arka di ikuti oleh Lia.

Diana meminjat kedua pelipisnya frustasi, sampai kuncing tumbuh tanduk pun. Lia tidak akan bisa melupakan Arka jika seperti keadaannya.

Sementara Lia, gadis itu hanya tersenyum polos, memamerkan deretan giginya yang putih lengkap dengan tatapan imut tanpa dosa.

"Jangan dihapus semua, tinggalkan satu saja," pinta Lia dengan nada memohon, ia tidak rela seluruh kenangan tentang Arka dihapus begitu saja.

Diana menghembuskan napas berat. "Kamu mau melupakannya atau tidak?"

Lia kembali menggangguk, ia kemudian menunduk sedih. Diana menepuk pelan pundak Lia.

"Ingat tujuan utamamu Lia." Semangat Diana.

Lia mendongakkan kepala, "kamu benar Diana, aku harus berhasil melupakan Arka, eh maksudnya 'sampah' yang sudah membuatku gagal move on."

"Nah, gitu dong," seru Diana senang.

Keduanya saling berpelukan, Lia memang ingin melupakan Arka tetapi, jauh dilubuk hatinya paling dalam, ia masih ingin Arka kembali, Lia masih terlalu mencintainya. Entahlah, semoga keputusan yang ia ambil ini adalah benar

Diana melepas pelukan mereka, keduanya menoleh ke arah pintu yang terbuka.

"Mama," pekik Diana senang, ia langsung memeluk ibunya.

Sementara, Lia hanya tersenyum miris, ia juga ingin punya ibu yang begitu menyayanginya. Namun, sayang jangankan kasih sayang, bertemu kedua orang tuanya saja ia tidak pernah. Pasti mereka malu memiliki anak seperti dirinya.

"Lia kok kamu diam aja, gak mau meluk tante," ucap Sinta ramah.

Diana segera menarik Lia, ketiganya saling berpelukan untuk melepaskan rindu.

"Papa mana Ma?" tanya Diana yang tidak menemukan kehadiran papanya.

"Papa masih belum selesai dengan urusan bisnisnya disana, mungkin minggu depan baru pulang," jelas Sinta pada anak semata wayangnya dengan nada lembut.

Diana tampak memanyunkan bibirnya, ia merasa sedikit kesal. Kedua orang tuanya selalu saja melakukan perjalanan bisnis ke luar kota, meninggalkan dirinya sendirian di rumah bersama seorang pembantu rumah tangga bernama Ratih, wanita paruh baya yang selalu setia bersamanya dan tidak lupa sahabat terbaiknya Lia.

"Tante, Lia mau izin pulang dulu ya, udah malam soalnya."

"Lho, kenapa gak nginap di sini aja dulu," cegah Sinta. Biar bagaimanapun ia sudah mengganggap Lia seperti Diana, anaknya sendiri.

"Iya Lia, kita bisa tidur bareng lagi," imbuh Diana.

"Bukannya aku menolak, besok aku harus berangkat ke kantor lebih awal, sepertinya ada hal penting Tante," terang Lia.

Sinta dan Diana akhirnya membiarkan Lia pamit pulang.

"Hati-hati ya, kamu pulang diantar sama supir tante, jangan mencoba menolak atau tante tidak akan membiarkanmu pulang," pinta Sinta sambil tersenyum.

"Siap Tante," ujar Lia meniru gaya hormat prajurit. Kemudian ketiganya saling tertawa.

🍀🍀🍀        

Lia membuka pintu apartemen, ia melangkah masuk mendekati sebuah sofa lalu, merebahkan tubuhnya agar lebih rileks.

Otaknya masih sibuk memikirkan perkataan Diana tadi. Benarkah ia siap melupakan Arka, hatinya mungkin akan memberontak tetapi, tekadnya sudah bulat ia tidak boleh terikat lagi dengan masa lalu.

"Aku akan pergi tidur dan memikirkan hal tersebut besok saja." Ucapnya pelan, ia bangkit berjalan ke kamar untuk tidur.

🍀🍀🍀

Jangan lupa tinggalkan jejak ya😉



Miss Gagal Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang