Aku tidak akan pernah membiarkan dirimu pergi, entah itu dari pandangan atau hatiku.
***
"Kamu saja yang tidur di kasur." Arka berusaha membujuk Lia untuk tidur di kasur tetapi, Lia malah bersikukuh ingin tidur di lantai.
Lia segera menggeleng, ia langsung tidur di lantai yang sudah beralaskan kasur tipis. "Orang sakit lebih baik tidur di kasur. Kalau kamu gak setuju, aku pulang ni."
Acaman Lia seketika membuat Arka diam menurut, ia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur, sementara di dalam hati ia merasa tidak enak membiarkan Lia tidur di bawah. Arka memang ingin Lia merawat dirinya tapi, bukan seperti ini konsep yang dia inginkan.
"Pejamkan matamu dan segera tidur!" Perintah Lia, setelah memastikan Arka menutup matanya, ia juga menarik selimut miliknya. Lalu tertidur lelap.
Setelah beberapa menit, Arka kembali bangun, ia tidak benar-benar tidur. Dirinya kini memperhatikan Lia yang sedang tertidur pulas.
Ia melambaikan tangannya di depan wajah Lia, memastikan perempuan tersebut sudah tidur atau belum. Setelah merasa yakin Lia tertidur, perlahan Arka berusaha memindahkan tubuh Lia ke atas kasur, ia tidak tega melihatnya tidur di lantai.
Sesudah membaringkan tubuh Lia di kasur dan menyelimutinya, Arka pindah ke lantai untuk tidur. Baru saja dirinya ingin memejam mata sebuah suara membuat ia kembali bangun.
"Jangan pergi!" teriak Lia. "Kakak, jangan tinggalkan aku, aku bukan pembunuh. Ma, Pa, Lia bukan pembunuh."
"Lia, ada apa? Ayo bangun!" Arka berusaha menggoncangkan tubuh Lia agar terbangun.
Lia yang sudah membuka matanya, langsung memeluk Arka, tubuhnya kembali bergetar ketakutan dan berkeringat dingin.
"Aku bukan pembunuh, aku tidak melakukan apapun." Lia terus berteriak hingga dirinya kembali terisak.
Arka menepuk punggung Lia perlahan, ia berusaha menenangkannya. "Sudahlah, tidak apa-apa."
Arka melepaskan pelukan mereka. "Tidak apa sekarang tidurlah." Ia bangkit untuk mengambil segelas air.
"Jangan pergi." Lia menggenggam erat tangan Arka, mencegah pemuda itu beranjak darinya.
Tubuh Arka kembali terduduk, tangan kanannya menggenggam erat jemari Lia, sementara satu tangan lagi mengusap puncak kepala Lia lembut.
"Tenanglah, itu hanya mimpi buruk, sekarang pejamkan matamu, aku janji tidak akan pergi kemanapun." Arka tersenyum. Lia sekarang tampak lebih tenang. Kemudian mengikuti instruksi Arka untuk kembali tidur.
"Sebenarnya mimpi buruk apa sampai membuatmu ketakutan?" Arka membatin, ia bisa merasakan bahwa Lia begitu ketakutan, terbukti dari tangannya yang masih gemetar.
Otaknya terus berpikir, begitu banyak pertanyaan yang terus bermunculan. Namun, tidak ada satupun jawaban yang ia dapatkan.
***
Pukul 6 pagi, Lia sudah terbangun, ia membuka matanya perlahan dan mendapati Arka yang tertidur dengan posisi terduduk di samping kasurnya.
"Aaaaa," teriak Lia membahana, di pagi hari, ia juga mendorong tubuh Arka kasar, hingga terpental jauh.
Arka terbangun, ia tampak menguap beberapa kali. "Kenapa mendorongku? Sakit tahu."
"Salah sendiri, mengambil kesempatan dalam kesempitan," ujar Lia dengan nada mengejek.
"Kamu sendiri yang memintaku, untuk memegang tanganmu semalam," jelas Arka membela diri, semalam ia tidak bisa tidur nyenyak karena Lia terus menarik tangannya, Lia juga sempat hampir menampar wajah Arka, meski masih dalam mode tidur. Anehnya, saat Arka mencoba melepaskan genggaman tangan mereka, Lia justru menggenggamnya lebih kuat, Arka akhirnya pasrah, ia membiarkan Lia mengganggu tidurnya semalam.
"Oh, benarkah," ucap Lia tersenyum kikuk, ia bangkit dari kasur menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah itu, pergi ke dapur untuk membuat sarapan.
Sementara Arka, ia merebahkan tubuhnya di atas kasur, matanya terasa sangat berat untuk terbuka, perlahan ia mulai masuk ke alam mimpi hingga tertidur.
"Arka bangun!" teriak Lia sesudah membuat sarapan, namun, bukannya bangun, Arka malah mengambil sebuah bantal untuk menutupi kedua telinganya lalu kembali tidur.
Lia yang melihat tingkah Arka hanya menggeleng frustasi, pagi ini ada jadwal meeting dengan klien, ia tidak mau Arka sampai membuat klien marah dan membatalkan kontrak mereka.
"Bangun woii! Bangun." Lia terus berteriak di telinga Arka. Pemuda itu terus berusaha menghindari suara nyaring yang terus datang bertubi-tubi.
"Lima menit lagi. Aku sangat mengantuk." pinta Arka memeles, ia kemudian mengganti posisi tidurnya membelakangi Lia.
"Bangun atau ku guyur pake air," acam Lia.
Arka berjalan menuju kamar mandi dengan mata tertutup dan hampir menabrak pintu, jika saja Lia tidak memperingatinya.
"Galak amat sih, ini kan masih pagi," imbuh Arka.
***
"Tunggu." Lia menghentikan pergerakan Arka yang mau membuka pintu mobil. "Tidak boleh berkendara kalau masih mengantuk, bisa menimbulkan kecelakaan."
Arka menoleh ke arah Lia, jika ia tidak menyetir lalu siapa lagi. Setahunya Lia tidak bisa mengendarai mobil. "Lalu, siapa yang akan membawa mobilnya?"
"Kita pergi naik bus," ucap Lia, lengkap padat dan jelas.
Mulut Arka sedikit menganga, ia tampak terkejut dengan ucapan Lia, yang benar saja seorang CEO perusahaan harus naik bus. Itu tidak lucu.
"Tidak mau, mana bisa seorang CEO naik bus dan duduk berdesakan, itu bukan gayaku," bantah Arka, ia berusaha untuk membuka pintu mobil kembali. Namun tetap saja di tahan Lia.
"Kalau begitu, kita menumpang saja pada Rian, aku yakin dia pasti belum berangkat," tutur Lia, ia merogoh ponselnya yang ada di dalam kantong dan segera menghubungi Rian.
Belum sempat Lia mendekatkan ponsel di telinganya, Arka lebih dulu mengambil benda persegi panjang tersebut lalu mematikannya.
"Lebih baik kita naik bus," ujar Arka pasrah, setidaknya ide naik bus lebih baik daripada mereka harus meminta bantuan Rian. Arka sangat tidak suka pemuda itu, apalagi cara dia menatap Lia, benar-benar membuat Arka naik pitam.
Lia masih terdiam bingung di posisinya, padahal semenit yang lalu Arka mengatakan bahwa naik bus bukan gayanya.
"Kamu mau berangkat kantor atau bengong disitu sampai besok." seru Arka dengan nada setengah berteriak.
Lia berjalan mengikuti Arka, ia tidak mau ambil pusing, terkait pemikiran bosnya yang berubah tiba-tiba seperti cewek yang sedang PMS.
"Iya tunggu, ini lagi jalan kok," ujar Lia sedikit berlari kecil.
Untunglah saat sampai di halte, ada bus yang sedang berhenti, jadi Arka maupun Lia tidak harus menunggu lama.
Keduanya masuk dan duduk di barisan belakang, Arka duduk di dekat jendela, ia sengaja memilih posisi tersebut agar bisa menyandarkan kepalanya jika rasa kantuk kembali menyerang.
Dan benar saja, baru saja bus berjalan, rasa kantuk kembali menyerang dirinya, ia menyandarkan kepalanya di jendela untuk tidur.
Lia yang merasa bersalah sekaligus kasihan melihat keadaan Arka, memilih untuk menyandarkan kepala Arka pada bahu, ia tidak mau jika di tengah perjalanan, kepala Arka terantuk jendela.
Sementara Arka yang masih belum sepenuhnya tertidur, tersenyum senang, ia berjanji mulai hari ini bus akan menjadi angkutan favorit dirinya mulai sekarang. Bahkan ia akan membuang mobilnya jika itu di perlukan. Yang penting, ia dan Lia bisa terus bersama.
***
Lah, bisa gitu ya, dari pada di buang mending mobilnya di kasih ke author atau disedekah kan gitu kepada yang membutuhkan. Wkwkwkw.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Gagal Move On
RomanceSetelah dua tahun lamanya semenjak Lia putus dengan kekasihnya, Arka. Keduanya bahkan tidak pernah berhubungan lagi. Sialnya Lia tetap saja tidak mampu membuang Arka dari pikirannya. Hingga saat ini hanya lelaki itu yang terus menghantui setiap hari...