Sebuah Insiden

36 3 0
                                    

Rasa khawatir di matamu, membuktikan bahwa, kamu masih begitu mencintaiku.
Bisakah aku menyimpulkan begitu?

~Arka~

Pagi telah menyambut, Lia telah selesai bersiap tiga puluh menit yang lalu. Ia juga sudah menyiapkan sarapan untuk dirinya dan juga Diana.

"Diana, aku berangkat dulu ya, kalau butuh apapun ambil aja, jangan malu." Peringat Lia.

Diana yang masih setengah sadar berusaha untuk mengeluarkan suara. "Aku gak malu kok tapi, malu-maluin."

Lia hanya menggeleng kepala pelan, tentu saja ia tahu bagaimana watak sahabatnya itu. Diana memang tidak pernah sungkan terhadap dirinya, begitupun sebaliknya.

"Aku berangkat dulu ya," pamit Lia membuka pintu.

"Oh, ya ampun," ucap Lia kaget ketika melihat Arka sudah berdiri rapi di depan pintu lengkap dengan senyuman lebar.

"Ngapain ke sini?" tanya Lia menatap Arka heran.

"Ayo," ajak Arka, ia meraih tangan Lia sebelum sempat berkomentar.

Lia menepis tangan Arka. "Apa maksudnya ini?"

"Dengar, sebagai sekertaris, kamu harus selalu ada di dekatku, jadi tidak salah kalau kita pergi bersama." tutur Arka dengan nada memerintah.

"Tapi." Lia berusaha membantah tapi Arka lagi-lagi memotong kalimatnya.

Arka segera menarik Lia masuk ke dalam lift. Tatapan intimidasi Arka seolah memperingati Lia untuk tidak boleh menolak, Lia hanya menghembuskan napas pasrah. Kadang Arka yang keras kepala sangat sulit untuk di bantah.

Saat berada di lantai satu Lia melihat Rian, ia mencoba memberitahunya, bahwa ia akan pergi ke kantor bersama Arka namun, Lia malah di tarik langsung menuju mobil.

"Pelan-pelan sikit woi, ini masih pagi," seru Lia jengkel.

Arka menoleh ke arah Lia, ia memasang seatbelt. "Yang bilang malam siapa," jawab Arka dengan tampang datar.

Padahal hari masih pagi, tapi Arka sudah memancing emosi Lia untuk mencakar wajahnya.

"Untung ganteng," batin Lia membuang pandangannya ke luar jendela.

Arka diam-diam tersenyum melihat tingkah Lia yang cemberut, bibirnya mengerucut lucu.

Tepat setelah itu sebuah sepeda motor menyalip yang membuat Arka mengerem mendadak, ia menahan tubuh Lia dengan tangannya agar tidak terantuk.

Lia juga ikut terkejut, ia hampir saja berteriak ketakutan.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Arka khawatir.

Lia segera mengangguk, ia mencoba mengatur ulang pernapasannya. wajah Arka tampak marah, ia membuka pintu berniat menemui orang yang hampir menyebabkan mereka kecelakaan. Namun, tangan Lia segera mencegahnya.

"Jangan," ucap Lia menggeleng pelan, ia takut terjadi sesuatu kepada Arka, apalagi melihat gelagat dua orang asing yang tampak seperti preman, tengah berdiri di depan mobil mereka. Wajah sanggar dan tatapan bengis membuat Lia semakin takut.

Arka memegang tangan Lia. "Tenanglah, semua akan baik-baik saja." Setelah mengatakan hal tersebut Arka keluar dari mobil.

Lia hanya bisa memandang punggung Arka sambil berdoa di dalam hati.

* * *
"Kenapa kalian menghalangi jalan kami?" tanya Arka to the point. Ia tidak berniat berbasa basi apalagi pada orang yang baru di kenalnya.

Salah satu dari mereka tersenyum sinis, "Serahkan semua harta bendamu maka kami akan mengampuni nyawamu dan wanita cantik yang ada di dalam mobil."

"Kau yakin," sahut Arka dengan nada mengejek. "Bukankah lebih baik untuk mengkhawatirkan nyawa kalian sendiri."

"Berani sekali kau," kedua preman tersebut maju untuk memukul Arka.

Arka bisa segera menghindar dan membalas serangan mereka, namun tak bertahan lama, salah satu dari mencoba menyerang Arka dari belakang. Untunglah Lia melempar pria tersebut dengan sepatu miliknya dan mengenai kepala preman tersebut. Arka yang menyadari hal tersebut langsung memukuli preman tersebut hingga jatuh pingsan. Ia segera berlari ke arah Lia.

"Kenapa kemari? Sudah ku bilang tetap di dalam mobil." Arka segera menarik Lia untuk masuk kembali ke dalam mobil tetapi, Lia malah tetap ingin membantu.

Tanpa sepengetahuan mereka, satu preman yang masih sadar berlari ke arah Lia untuk menusuknya, di situ Arka segera menarik Lia ke dalam pelukannya lalu berbalik.

Sehingga pisau itu malah menancap di punggung Arka dan preman itu langsung menariknya kembali. Lia yang melihat hal tersebut menjadi sangat panik. Sementara Arka dengan sisa-sisa tenaganya, ia berusaha memukul preman itu hingga tidak bisa berkutik seperti temannya.

"Arka kamu berdarah," seru Lia panik, ia membantu Arka untuk duduk dan segera menghubungi ambulance.

"Tenanglah Lia, ini luka kecil, aku akan baik-baik saja." Arka berusaha menenangkan Lia yang sudah sangat ketakutan, apalagi melihat darah terus mengalir keluar.

Lia mengambil kain bersih yang ada di dalam mobil dan berusaha menghentikan pendarahan.

"Sudah tidak apa, ini cuma luka kecil." Arka mencoba meyakinkan Lia bahwa dirinya baik-baik saja, akan tetapi Lia sudah menangis sedari tadi dengan tubuh yang tampak gemetar.

"Arka bodoh! Kau tidak lihat darah yang keluar semakin banyak," bentak Lia, ia benar-benar tak habis pikir bagaimana Arka menganggap ini hanya luka kecil.

Selang beberapa menit, ambulance segera datang dan membawa mereka ke rumah sakit.

* * *

Jangan lupa untuk vote dan komen kalau kalian suka 🤗

Kalau gak boleh menghilang tanpa jejak😆😆 #kayakmantan

Happy reading

Miss Gagal Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang