Hal Tak Terduga

38 2 0
                                    

Diana kini berdiri di depan kantor Lia, lima menit yang lalu, ia sudah menghubungi Lia untuk menyuruhnya keluar.

"Tumben datang ke kantor?" tanya Lia antusias.

Diana tersenyum, ia menyerahkan selembar tiket untuk Lia. "Ini aku beli tiket, kita nonton film nanti malam ya."

Lia menatap tiket itu lama, sebenarnya ia tidak enak hati menolak permintaan Diana tetapi, ia lebih dulu berjanji pada Arka tadi.

***
30 menit yang lalu.

Lia masuk ke ruang Arka dengan tatapan galak, ia bahkan berdiri sambil berkacak pinggang, berusaha menatap tajam ke arah Arka. Namun, orang yang di tatap tidak perduli ia sibuk mengutak-atik keyboard dengan jarinya.

"Pak bos," panggil Lia dengan nada lembut, sikapnya kini berubah 360°. Wajahnya langsung memeles, memamerkan puppy eyes miliknya. "Gaji saya jangan di potong ya," rayu Lia lagi. Ia harus mendapatkan kembali gajinya. Itu adalah hal yang berharga.

Arka melirik Lia sekilas. "Baiklah, tapi dengan satu syarat," terang Arka, ia benar-benar tidak tahan melihat Lia yang sedang dalam mode imut, hatinya menjadi luluh seketika.

"Temenin saya nanti malam," ucap Arka santai.

Lia langsung melangkah mundur, ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya, dengan wajah penuh antisipasi.

Arka yang melihat reaksi berlebihan Lia hanya bisa menghembuskan napas pelan. "Maksudnya kamu nanti malam temenin saya buat beli kado."

"Oh," sahut Lia santai, ia menurunkan kedua tangannya, lalu duduk di kursi yang ada di depan Arka, bersikap seperti biasa. "Lah terus kenapa saya harus ikut," Lia sama sekali tidak paham, kenapa ia juga harus ikut, apa jangan-jangan, gajinya akan di potong untuk pembelian kado.

"Kamukan perempuan, pasti tahu selera perempuan lain gimana." terang Arka singkat.

"Perempuan lain?" ulang Lia di dalam hati, jadi selama ini Arka sudah melupakannya, ah tentu saja, hanya Lia yang bodoh dan terus berharap bahwa Arka akan mencintai seperti dulu. Sepertinya semua itu telah sangat jelas sekarang.

Tidak ada lagi ruang untuk Lia di sana, kesempatan itu, waktu itu, semua telah benar-benar berubah. Bahkan saat Lia sendiri mengaku sudah bisa move on, hatinya tetap saja sakit, ketika Arka menyebut perempuan lain di depannya.

Lia kemudian menghembuskan napas lesu, wajahnya yang tadinya ceria kini berubah murung. "Woii, kamu dengar saya tidak?" Tangan Arka melambai-lambai di depan wajah Lia, memastikan perempuan tersebut mendengar apa yang sedang ia katakan.

"Iya pak, saya setuju," ucap Lia lemas, ia kemudian kembali ke mejanya dengan wajah cemberut.

Sementara Arka, ia tampak heran melihat perubahan sikap Lia yang tiba-tiba. "Mungkin dia sedang PMS," batin Arka, ia pernah tidak sengaja membaca artikel yang mengatakan bahwa perempuan yang sedang PMS terkadang emosi mereka sedikit labil.

***
"Maaf, aku gak bisa," tolak Lia merasa bersalah. Padahal mereka sudah lama tidak lagi keluar untuk menghabiskan waktu bersama. Namun, apalah daya Lia, ia lebih dulu menyetujui syarat dari Arka. "Aku lebih dulu janji dengan orang lain."

Diana tersenyum senang dalam hati, wajahnya mungkin tampak kecewa tetapi, ia merasa sangat bersyukur Lia menolak ajakannya.

"Tidak masalah, kita bisa menonton lain kali saja, lagi pula ini film lama, aku juga sudah melihat endingnya," bohong Diana.

Meskipun begitu, wajah Lia tetap saja merasa bersalah, ia tidak enak menolak permintaan Diana, padahal Diana tidak pernah sekalipun menolak ajakannya, meski terkadang Diana sendiri sedang sibuk, ia pasti menyisihkan waktu untuk bertemu dengan Lia.

"Udah, mukanya gak usah jelek gitu, kita bisa pergi lain kali, tapi kamu harus mentraktirku." Perintah Diana dengan nada imut.

"Okey," ujar Lia senang, keduanya berpelukan sebentar. "Ya sudah, aku masuk ke dalam dulu, mau lanjut kerja banting tulang."

"Iya, iya, kerja yang rajin biar gajinya banyak." Diana membalikkan badan Lia, mendorong pelan tubuh gadis itu, untuk masuk ke dalam kantor.

Ia terus memperhatikan Lia yang berjalan masuk, hingga objek tersebut hilang dari pandangannya.

"Bagaimana?" tanya sebuah suara yang membuat Diana segera berbalik. Ia melihat Rian menatap ke arahnya dengan penuh harap.

Seketika perasaan bersalah menyelimuti hati Diana, tidak seharusnya ia merasa senang, di saat orang lain tampak begitu berharap dengan kedatangan Lia.

"Maaf, tidak berhasil. Lia ada sudah ada janji dengan orang lain," terang Diana jujur, ia menyerahkan kembali ke dua tiket tersebut kepada Rian.

Rian menatap tiket yang diberikan oleh Diana dengan tatapan kecewa, padahal, ia sudah menyusun banyak rencana, untuk dirinya dan Lia malam ini. Namun, semuanya kini berakhir sia-sia.

"Diana, malam ini kamu sibuk?" tanya Rian.

Diana segera menggeleng pelan. Setiap malam, ia selalu menghabiskan waktunya di depan laptop untuk menulis, malam ini iya ingin menggunakan waktunya untuk beristirahat.

Rian menyerah satu tiket kepada Diana kembali. "Kalau begitu kamu saja yang pergi, aku tidak ingin tiketnya terbuang begitu saja. Lagipula ini film terbaru, aku sangat ingin menontonnya."

Mendengar hal tersebut, ekspresi Diana langsung berubah, ia masih belum percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Diana berusaha semaksimal mungkin menyembunyikan kegembiraannya. "Kamu yakin?" tanya Diana tak percaya.

Rian tersenyum sembari mengangguk. "Ya, kalau kamu tidak sibuk, tetapi kalau tidak mau juga tidak apa."

"Aku mau kok, lagian bosen juga di rumah sendiri." Diana mencoba untuk tetap mengatur nada bicaranya, padahal dalam hati, ia berteriak kegirangan seperti anak kecil yang mendapat mainan kesukaannya.

"Kalau gitu, nanti malam kita ketemu di bioskop." Setelah sepakat, Rian pergi masuk ke dalam gedung.

Sementara, Diana masih terdiam di posisi, ia tersenyum lebar ke arah tiket tersebut, seperti orang gila. "Ini bukan mimpi kan, seharusnya ada seseorang yang menamparku untuk membuktikan ini bukanlah mimpi," batin Diana.

Tepat setelah mengucapkan hal tersebut, semua botol air mineral mendarat keras di kepalanya.

"Aww," teriak Diana kesakitan, ia memegang bagian kepalanya yang terasa sakit.

"Maaf Mbak, saya gak sengaja," ucap seorang pria berlari ke arahnya. Pria tersebut tampak khawatir.

Bukannya kesal ataupun marah dengan kelakuan pria tersebut. Diana malah tertawa senang, ia juga berterima kasih kepada pria tersebut.

Pria yang tadinya merasa bersalah atas tindakannya yang teledor, malah bingung, melihat Diana yang tersenyum ke arahnya. Seolah ia baru saja membantu perempuan itu mendapat hal baik.

"Kepala kamu tidak apa-apa kan?" Tanya pria itu lagi.

Diana segera menggeleng pelan. "Tidak masalah, aku balik-baik saja," setelah itu Diana memilih pergi dari sana. Sementara pria tersebut hanya bisa menggeleng pelan. Melihat tingkah perempuan yang baru saja ia temui.

"Dasar gadis aneh," ucapnya pelan.

***

8 Januari 2021

Jangan lupa tinggalkan jejak.

Love MGMO.

Miss Gagal Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang