Cinta Sepihak

66 4 0
                                    

Cinta sepihak seperti sebuah hukuman. Kamu terus menjalaninya. Tanpa tau dosa apa yang telah kamu lakukan.

***

"Dia siapa?" tanya Rian bingung.

Rendi lebih dulu mengulurkan tangannya sebelum Diana buka suara."Rendi Wijaya."

"Adrian Pradana," balas Rian menatap tajam lawan bicaranya.

Asmofir di sekeliling seketika berubah menjadi canggung. Diana menarik keduanya masuk.

"Lebih baik kita masuk sekarang, filmnya sudah di mulai dari tadi."

***
Disinilah Diana sekarang, entah suatu kebetulan atau takdir, ia kini duduk di antara dua pria tampan, di samping kanan Rian dan di Kiri Rendi.

Diana mefokuskan pandangan kedepannya, ia begitu antusias menonton film horor, ia dan Adelia memang suka sekali menghabiskan waktu mereka bersama menyaksikan film menakutkan tersebut. Bagi keduanya, film horor seperti suatu kesenangan tersendiri.

"Aakhhh," Suara teriakan membuat Diana terkejut, ia menoleh ke sisi kanan dan kiri.

"Kenapa berteriak?" tanya Diana bingung.

"Itu, setannya muncul tiba-tiba," ujar Rian beralasan. Rendi juga langsung mengangguk mengiyakan jawaban tersebut.

Diana menyergit bingung, adegan hantu yang muncul tiba-tiba, tentu sudah menjadi lumrah di film horor. Namun, kedua pria di samping itu tampak ketakutan.

"Kalian takut?" tanya Diana lagi.

Keduanya langsung menggeleng, Rian malah menunjuk Rendi yang ketakutan dan Rendi juga melakukan hal yang sama. Menunjuk Rian yang ketakutan.

Diana kemudian kembali fokus ke film, adegan hantu yang muncul sontak membuat kedua pria di kedua sisinya berteriak kembali. Bahkan kini suara teriakan mereka terdengar oleh penonton lainnya. Semua orang menatap ke arah mereka, seolah memberi peringatan untuk tetap diam. Diana hanya bisa tersenyum kaku membalas tatapan tersebut.

"Kalau kalian takut, lebih baik kita keluar saja." jelas Diana ingin bangkit. Tapi, kedua tangannya langsung di cegah.

"Maaf, kami tidak akan berteriak lagi," ucap keduanya bersamaan.

Akhirnya Diana menurut ia kembali duduk, tapi tak ada yang berubah kedua pria di sampingnya tetap berteriak ketakutan setiap kali adegan hantu muncul, popcorn yang tadinya Diana pegang berhamburan begitu saja.

Entahlah, Diana terus memasang senyuman kaku setiap kali para penonton menoleh ke arah mereka.

***
Setelah film selesai akhirnya Diana bisa bernapas lega, rasanya tatapan penonton lebih menakutkan dibandingkan wujud hantu yang ada di film, ia menatap tajam dua pria yang sedang minum cola di hadapan dengan wajah polos tanpa dosa.

"Diana kamu tidak minum?" tanya Rendi buka suara. Diana tidak menjawab, ia hanya diam sembari menatap keduanya.

"Jangan terus memandang kami seperti itu, aku akui aku memang takut hantu." lirih Rian pasrah.

Rendi juga menundukkan wajahnya lesu. "Aku juga, ini pertama kalinya aku menonton film horor."

Kalian ingin tahu respon Diana, ia malah tertawa mendengar penuturan kedua pria tersebut.

"Jangan menertawakan kami, itu tidak lucu." ujar Rian sedikit dongkol.

"Habisnya kalian lucu sih, kalau takut ngapain nonton, aneh-aneh saja," sahut Diana, sembari menyeruput cola yang sudah di cuekin sejak tadi.

"Itu karena aku penasaran, banyak temanku suka film horor karena itu aku mencobanya." jelas Rendi jujur.

Lagi-lagi Diana tertawa, tidak percaya dengan alasan receh milik Rendi. "Sudah tahu takut ya tidak usah di tonton."

Rendi hanya mengangguk pasrah, ia menoleh ke arah Rian. "Kalau kamu apa alasannya?"

Sebenarnya Diana juga penasaran, ia juga ingin tahu alasan Rian, tapi dirinya terlalu takut untuk bertanya, untunglah pertanyaan kini sudah di wakili oleh Rendi.

"Itu karena orang yang kusukai, suka menonton film horor." jawab Rian santai.

Damn.

Diana merasa sesuatu kembali menamparnya, ia sendirilah yang memberitahukan segala hal yang di sukai Adelia, termasuk kesukaan sahabatnya menonton film horor. Hatinya merasa sakit, ia iri kepada Adelia. Jadi beginilah rasanya cinta bertepuk sebelah tangan, terlalu menyedihkan bahkan untuk di ungkapkan.

"Hahaha, aku ingat, jadi itu alasannya," seru Diana mencairkan suasana canggung di hatinya.

Rendi menatap lama ke arah Diana, ia merasa ada yang aneh dari sikap Diana. "Kamu ingin ku antar pulang?"

Belum sempat menjawab tawaran tersebut, Rian buru-buru menarik Diana mengikutinya. "Dia kemari karena ajakanku, jadi akulah yang berkewajiban mengantarnya."

"Tapi..." Diana ingin membantah namun, sorot mata Rian yang terlihat marah membuat Diana menurut. "Rendi, aku pamit pulang dulu ya."

Rendi tersenyum menggangguk. "Sampai bertemu lagi."

Setelah itu Rian langsung mengajak Diana ke parkiran.

Di dalam mobil, Diana melirik ke arah Rian beberapa kali. Rian yang menyadari hal tersebut akhirnya buka suara. "Kenapa melirikku?"

"Tidak, siapa yang melirikmu," ujar Diana yang terdengar gugup. Ia seperti pencuri yang sedang tertangkap basah.

"Dengar Diana, kamu tidak bisa dengan mudah mempercayai pria asing seperti itu," nasehat Rian yang terdengar seperti perintah.

Diana menoleh ke luar jendela. "Memangnya kenapa? Rendi itu pria yang baik."

Mendengar Diana memuji Rendi, Rian mendengus kesal. "Baik katamu, memangnya sudah berapa lama kamu mengenalnya?"

Diana tampak berpikir. "Kami baru bertemu dua kali."

Rian menghembuskan napas berat, bagaimana wanita di samping itu mudah sekali percaya dengan orang asing yang baru di temuinya dua kali. Sungguh ia tidak mengerti dengan jalan pikiran Diana.

"Aku tidak percaya ini, kamu baru bertemu dia dua kali tapi sudah menganggap dia baik." ucapan Rian terjeda sesaat. "Dengar Diana, tidak semua pria yang kamu temui itu baik. Berhati-hatilah lain kali."

"Lalu bagaimana denganmu? Apa kamu pria baik atau hanya si berengsek yang hanya akan menyakiti hatiku?" Ingin sekali Diana mengajukan pertanyaan tersebut. Namun, lagi-lagi ia begitu penakut. Pertanyaan itu hanya terucap di benaknya.

"Diana kamu dengar aku?" Suara Rian membuat Diana tersadar, ia segera menggangguk mengerti.

Setelah itu, tak ada lagi suara percakapan di antara mereka. Keduanya begitu tenggelam dengan pikiran mereka masing-masing.

***

Diana tidak berhenti tersenyum, sejak turun dari mobil tadi, Rian terus menggenggam tangannya. Yap, katakanlah ia terlalu kegeeran atau dirinya terlalu mengganggap sesuatu dengan berlebihan. Ia tidak perduli. Selama Rian berada di dekatnya. Tentu ia merasa sangat bahagia.

Sayang, senyuman tersebut tidak bertahan lama. Garis lengkung itu memudar seiring Rian yang melepaskan genggaman tangan mereka. Bukan. Diana bukan sedih karena genggaman mereka terlepas. Melainkan alasan Rian melepaskan genggaman tangan mereka yang membuat Diana tersenyum miris.

"Ya, seharusnya aku tidak pernah berharap lebih dari cinta sepihak. Aku hanya akan terus tertampar oleh keadaan berkali-kali," batin Diana sendu.

***

Kira-kira ada yang tau gak kenapa Rian melepaskan genggaman tangan mereka. Jangan lupa komen😊

Love MGMO😍

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Miss Gagal Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang