6: Cerita

46 10 14
                                    

'Sisa waktu kalian tinggal 15 menit lagi, yes?'

'Yes chef!'

Aku sedang asyik menonton Masterchef Indonesia. Masterchef menginspirasiku untuk menjadi pribadi yang pandai memasak.

Apalagi, Mama selalu bilang kalau nanti setelah aku menikah, aku harus bisa masak agar suamiku makin cinta padaku. Mama kadang ada ada saja, namun bukan berarti ucapannya tidak benar.

Bude membuka kamarku, aku spontan kaget dengan kehadirannya. Bude selalu membuka pintu layaknya orang yang sedang mengamuk.

"Huh, bude lain kali ketuk dulu pintunya, kaget tahu,"

"Iya, maaf ya, kamu lagi nonton apa sih? Seru banget kayaknya," ucap Bude lembut.

Aku memanyunkan bibirku ke arah layar laptopku. Bude tersenyum, dan kemudian duduk di samping ku.

"Lima hari lagi Pak de ulang tahun loh, kamu buatin kue gih, bude kan udah sering, gantian sekarang kamu," bisik bude.

"Oh iya! Pak de suka kue apa sih bude?"

"Kue pie Bali itu loh, bisa gak kamu buatnya?"

Oh pie telur susu Bali, itu sebuah hal gampang bagiku. Kemudian aku mengacungkan jempolku dan tersenyum pada Bude.

"Makasih ya, maaf nanti bude nyicipin aja ya, gak bantuin," canda Bude disusul tawaku.

Bude keluar, aku melanjutkan acara Masterchef ku, aku menonton tanpa berkedip. Apalagi di saat-saat 5 menit terakhir, aku ikut merasakan sport jantung yang dirasakan para anggota Masterchef.

Aku mencari-cari episode lanjutannya, ketika ponselku bergetar, kamera ku menyala tanda seseorang menghubungiku vua vidcall. Kulihat nama teman-temanku tertera di layar sana.

"Hai guys! Tumben nelpon," ucapku.

"Ini nih, si Sasi mau cerita. Heboh banget. Karena lo ga nyaut-nyaut di grup, jadinya dia gak cerita-cerita," ucap Viona kesal.

"Rayya mana? Kok ga ikut?"

"Dia lagi ada acara keluarga katanya. Dan di sini kan bisa vidcall nya cuma berempat. Nanti deh gue ceritain di sekolah," jawab Sasi.

"Ekhem, oke oke, jadi gini--" wajah Sasi terlihat mesem-mesem senang.

"Gue. Ditembak. Ghasta," lanjutnya tersendat-sendat.

"Ghasta yang anak basket itu?!" aku mengernyit kaget.

Ya Ghasta lumayan sih, tapi menurutku tidak selevel dengan wajah Sasi yang ayu-nya kelewatan.

"Iyaa!"

"Gila gue seneng banget, apalagi setiap kali gue nontonin Alunna tanding, gue selalu perhatiin dia,"

"Oh, jadi lo nonton tanding gue karena cuma karena mau liat Ghasta, oke fine," wajah Alunna terlihat kesal namun mengejek.

Kami tertawa terbahak-bahak.

"Lo terima?" akhirnya Viona angkat suara.

"Mau sih, tapi gue masih mau pertimbangkan dulu. Menurut kalian gimana?" jawabnya lesu.

"Ya Ghasta sih baik, tapi gue lebih mending Erza sih," ucapku meledek.

"Ih, Reth! Gue nanya nya Ghasta bukan Erza, lagipula Erza sok keren,"

"Udah, jangan rebutin gue," ucap Viona sok menengahi.

"Geli banget gue," ucap kami bertiga. Kami tertawa dan bercanda sampai perutku sangat sakit.

Ineffable [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang