8. mungkin dia takdirku

882 55 9
                                    

Selamat membaca
Dan jangan lupa taburi dengan bintang dan komen. Biar aku tambah semangat menulisnya

Rustam POV

Aku sangat terkejut dengan apa yang di rencanakan orang tuaku terutama nenek. Mereka ingin menikahkanku dengan Dira. Hal yang tak pernah terlintas sama sekali di pikiranku.

Aku bingung harus bagaimana, di satu sisi Dira masih terlalu kecil buatku, di sisi lain aku kasihan dengan Dira. Kedua orang tuanya telah tidak ada. Dan aku hampir melupakan ada Lita kekasihku. Dengan aku menerima perjodohan ini, artinya aku menyakiti Lita.

Berbicara soal Lita aku tak tahu harus bagaimana, berulang kali aku mencoba melamarnya tapi dia selalu tidak siap. Katanya masih mau mengejar impiannya. Padahal setelah menikah aku tak akan mengekangnya. Dia masih bisa meraih impiannya. Tapi selalu ada saja alasan yang dia ungkapkan untuk menolak ajakan ku menikah. Apakah aku harus menerima perjodohan ini?

Dira masih terlalu muda, bahkan kami seperti adik kakak. Ya memang adik kakak. Apakah rasa sebagai adik kakak itu akan hilang dengan sendirinya jika kami telah menikah? Dan tergantikan dengan rasa cinta sebagai suami istri. Apa itu mungkin?. Entahlah, biar waktu yang menentukan.

Disinilah aku saat ini, dikamar Dira menemaninya tidur. Dira seperti kehilangan poros hidupnya setelah kepergian Tante Hana.

Ku singkirkan rambut yang menutupi wajahnya, ku perhatikan dengan jelas. Dia sudah dewasa, cantik, bukan adik kecilku lagi. Apalagi yang kurang dengannya. Selama Dira tinggal bersamaku, Dira selalu mengurus keperluanku dengan baik.

Walaupun Dira anak tunggal tapi dia cukup mandiri dan sederhana. Itu yang ku suka dari adikku ini. Apakah aku harus menerima perjodohan ini saja di bandingkan menunggu Lita yang tak pernah ada kepastian.

Hidup, mati, rezeki dan jodoh merupakan rahasia Ilahi yang tak pernah bisa kita tebak begitu saja. Empat perkara ini, kesemuanya telah dituliskan oleh Allah SWT. Semuanya sudah digariskan sesuai kehendakNya, termasuk kehendak mengenai jodoh atau teman hidup selamanya di dunia hingga akhirat. 

Kita tak pernah tahu dengan siapa kita akan berjodoh. Jodoh adalah misteri. Kapan dan dimana kita bertemu, Allah SWT telah mengaturnya.

Allah SWT Maha Tahu apa dibutuhkan hambaNya. Termasuk untuk urusan jodoh. Allah SWT tak serta merta memberikan apa yang diinginkan oleh hambaNya, tetapi dia akan menyiapkan dan memberikan apa yang dibutuhkan oleh hambaNya. 

Jika memang Dira jodohku, aku akan belajar untuk mencintainya sebagai istriku, bukan sebagai adikku lagi. Tidak susah untuk mencintainya, selama ini kami terlalu dekat. Bahkan kontak fisik. Tapi rasa itu hanya sebagai adik.

Aku yakin Dira dapat menjalani rumah tangga ini, Dira cukup dewasa. Bukankah kedewasaan tidak di ukur dari usia seseorang tetapi bagaimana seseorang tersebut dapat bersikap.

Dira gadis penurut, hidupnya hanya lurus-lurus saja. Tidak sepertiku dulu di saat seusia Dira, suka Gonta ganti Perempuan. Tapi aku masih ingat batasan untuk bergaul dengan seorang perempuan.

Usiaku sudah cukup mapan untuk bisa membina kehidupan rumah tangga.

"Mama jangan tinggalkan Dira" ternyata Dira mengigau sambil terisak dalam tidurnya

"Husst... Dira ada kakak disini" ku belai rambutnya, tak lama dia mengerjapkan matanya.

"Kak, mama. Hiks...hiks... Hiks..." Ku dekap langsung tubuhnya dan ku tepuk-tepuk punggungnya.

"Adek yang sabar. Ikhlaskan mama".
Ya aku harus belajar memanggil almarhumah Tante Hana dengan panggilan mama. Sebentar lagi aku akan jadi menantunya.

"Kak... Hiks..hiks..."

"Kalau adek seperti ini terus, mama juga akan sedih di alam sana melihat adek seperti ini terus. Adek harus bangkit"

"Tapi Dira tak punya siapa-siapa lagi?"

"Ada kakak. Kita akan terus bersama sampai tua" Dira mendongkak. Mungkin Dira tak mengerti apa maksud perkataanku. Tapi biarlah, aku yakin Dira menerimanya.

Kuhapus air matanya dan ku singkirkan anak rambut yang menutupi wajahnya.

Ku perhatikan mata, hidung dan bibirnya. Ah... Shit... Kenapa pikiranku langsung ke bibirnya. Dulu tak seperti ini. Dira tiba-tiba membangkitkan sesuatu yang ada dalam diriku.

Kenapa tiba-tiba rasa ini berdesir hebat. Dulu tak seperti ini walaupun kami sering kontak fisik. Tapi setelah mengetahui aku di jodohkan dengannya, perasaan apa ini yang tiba-tiba hadir.

Kuberanikan diri menempelkan bibir ini pada bibirnya, aku tak tahan lagi memandang bibirnya. Aku melumatnya walaupun tak ada balasan dari Dira.

Tak tahu berapa lama dan ah... Dira membalasnya. Aku tak rela melepaskan tautan kami ini. Ada rasa yang berbeda.

"Hemmm...." Aku berbalik dan melihat adikku Heri yang sudah berada di belakangku dan menepuk jidatnya. Aku segera mengakhiri ciuman kami dan Dira seolah tak sadar. Kulihat matanya mulai tertutup lagi

Memang tadi pintu tak aku tutup, ku biarkan terbuka begitu saja.

"Ada apa Her, kalau masuk itu ketuk dulu"

"Maaf menganggu. Tapi untung aku yang masuk bukan papa atau nenek. Astaga kak, apa yang tadi kalian lakukan?"

"Aku hanya menenangkan Dira"

Heri berdecih "alasan. Bilang saja kalau tak tahan"

"Apapun alasannya Dira akan jadi istriku. Jadi apa bedanya dilakukan sekarang atau setelah menikah"

"Ya ampun kak Rustam, nanti bisa kebablasan"

"Untuk apa kau kesini?"

"Kami tidak jadi nginap, kami akan pulang. Tolong pintunya di kunci."

"Iya... Iya... Aku segera bangkit"

"Kak Rustam" sambil menunjuk area sensitifku yang menegang. Aku lupa hanya memakai bokser dan tak memakai dalaman. Heri terkekeh.

"Ah sudah. Kau jangan bilang siapa-siapa" pintahku dan Heri hanya menertawai ku terus.

Ku ambil sarung dan memakainya, kemudian aku menemui keluargaku.

Sesampai di ruang tamu

"Kenapa kalian harus pulang, tak ada satupun yang nginap?" Protesku

"Kami harus mengurus seluruh administrasi pernikahanmu besok, dan tolong beritahu Dira secara pelan-pelan pasti dia akan ngerti" ucap papa.

"Ya kalian harus segera dinikahkan sebelum kembali ke Makassar" sela nenek.

"Betul itu, jangan sampai hal-hal yang tak diinginkan terjadi. Kalau perlu besok nek. Nikahkan saja dulu urusan administrasinya belakangan" kurang ajar Heri ini mengkompori para tetua di sini.

"Mama setuju. Pokoknya besok sebelum jam 12 kalian harus nikah dulu, urusan penghulu nanti mama urus"

"Bagus itu, besok pagi papa jemput kalian. Menikah dirumah saja."

"Terserah kalian. Sana pulang.". Aku mengusir mereka. Sudah terlalu pusing rasanya mengurusi pernikahan dadakan ini.

Mimpi apa aku, tiba-tiba besok akan berganti status.

"Ingat kak Rustam harus mampu menahan diri. Besok juga sudah bisa ena-ena. Aw...", Papa langsung menggeplak kepala Heri

"Sudah aku ngantuk. Tinggal saja mobil 1 disini. Tak perlu jemput. Nanda mari kunci mobilmu"

"Kok mobilku kak." Protesnya.

"Kamu pulang diantar Heri saja, sudah tengah malam bahaya bawah mobil sendiri"

"Iya besok suruh Andi suami kamu izin kerja dulu" pinta Heri

Akhirnya aku mencium tangan para tetua dan kereka kembali.

Besok adalah awal hidup baru bagiku. Aku berharap menikah hanya sekali seumur hidup. Dan semoga pernikahan ini bahagia selamanya.

Menguntai Serpihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang