Menjemput Peri Kecil

83 34 13
                                    

Alo wak-wak ku yang cantik. Udah siap wak baca kelanjutan mereka? Yuk cekidot :')
~

Hari ini mereka sepakat untuk berkumpul di rumah pohon sekaligus menjemput Bunbun untuk pergi ke Dufan bersama-sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini mereka sepakat untuk berkumpul di rumah pohon sekaligus menjemput Bunbun untuk pergi ke Dufan bersama-sama. Karena mereka yang begitu ramainya seperti gen halilintar bahkan lebih banyak, jadinya kini Sisil minta untuk Bagas menggunakan mobilnya saja.

"Pakai mobil aku aja," ucap Sisil berusaha meyakinkan kekasihnya.

Bagas yang sudah siap menaiki motor Nmax-nya menoleh heran kebelakang. "Emang kenapa? Pakai motor aku aja sih, kamu malu?"

"Apaan sih kok malu," lirih Sisil sambil cemberut.

"Jadi kenapa?"

"Kita pergi bukan berdua aja sayang. Rombongan tuh udah pada nungguin di sana. Kan kursi belakang bisa buat yang lain."

"Orang aku mau berduaan sama kamu."

"Nggak. Pokoknya pakai mobil!"

"Iya-iya sayang," ucap Bagas pasrah, namun tangannya terjulur untuk mencubit pipi sang kekasih.

Saat di dalam mobil, Bagas selalu berbicara mengenai dirinya bahkan keluarganya. Sisil pun menanggapi dan disaat giliran ia yang bercerita, tentunya Bagas juga memperhatikan dengan baik.

Dihadapan Sisil sekarang mereka sudah masuk ke area perkampungan, yang dimana terdapat tempat rumah pohon mereka dan cerita asmara antara Sisil dan Bagas.

"Kok sepi yah. Ini mobilnya Rida deh." Bagas menggeleng tanda tak tahu dan berjalan keluar, hendak membukakan pintu untuk Sisil.

"Pada ngumpet kali," balas Bagas akhirnya dan menutup pintu mobil.

Lelaki itu meraih tangan Sisil dan menuntunnya ke rumah pohon. Samar-samar mereka medengar suara bising yang tak jelas dari arah ruang game.

"Paham nih aku yang. Pasti Jeli lagi, heran deh dimana-mana nyanyi mulu," kesalnya sambil menendang batu kerikil.

"Yang, boleh nanya nggak nih?"

Sisil menoleh dengan dahi yang mengerut, bingung. "Nanya yah tinggal nanya santen kara!"

"Kamu kebiasaan banget manggil gitu. Nggak ada panggilan yang lain apa."

"Nggak," ejek Sisil puas.

"Bodo ah." Sisil yang sadar bahwa cowok itu sedang ngambek kini lebih mengapit lengan cowoknya. "Yaudah sih gitu aja ngambek. Tadi mau nanya apaan?"

K/ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang