Sebelumnya, kesepuluh cowok itu bernapas lega karena gerimis perlahan mulai turun. Tanda-tanda kemunculan Miss Peni-kepala bidang Tata Boga-nampaknya juga tak terlihat pagi ini. Membuat para rombongan di dapur boga tersenyum kegirangan tak jadi upacara seperti biasa.
Dari Abi yang berkoar-koar membantu anggota adik kelasnya memasak, sampai Zidan yang berjalan kesana-kemari mencari sesuatu, entah apa.
"Lo emang pakek ngga sih tadi?" tanya Hamka memakai celemek bertuliskan namanya di ujung atas celemek berwarna hitam pekat.
"Auk lupa gue, lo liat gue pakek kacamata ngga tadi?" tanya Zidan yang malah berbalik nanya.
"Malah nanya balik, kan lo yang punya," jawab Hamka berlalu pergi.
"Gue inget-inget coba, tadi dari rumah pakek ngga sih," gumam Zidan pelan sambil meraba-raba sekitar.
Ano yang baru saja datang melempar tas kosongnya ke atas lemari. Melihat temannya itu kebingungan, ia segera menghampiri. "What happen?"
"Kacamata gue. Lo liat, No?" tanya Zidan dengan pandangan kosong sambil mengingat-ngingat.
"Gue baru dateng ya mana liat." Sama seperti Hamka, Ano pun berlalu pergi ke arah kakak kelasnya, Abi.
Terakhir, Zidan mendatangi Haris yang terlihat fokus dengan buku resep. Tangannya bersiap mengambil telur dan hendak memecahkannya. Namun tangannya tergantung ke udara kala Zidan memanggilnya.
"Ris liat kacamata gue?"
"Ngga tuh," jawab Haris lalu menoleh, detik selanjutnya ia melanjutkan memecah telur ayam ke wadah.
"Masa ngga ada yang liat," keluh Zidan menarik kursi lalu mendekat ke Haris.
"Lo bawa kemana tadi? Kan lo pakek perasaan."
"Nah bener kan yah, gue ke sekolah tadi pakek. Tapi sekarang dimana sih astaga," sahutnya heboh namun kemudian lesuh lagi.
Zidan menatap Haris yang mulai mengocok campuran telur dan gula menggunakan mixer. "Parah nih mata gue, muka lo keliatan burem."
"Namanya juga rabun dodol," balas Haris iseng menyentil pelan kening temannya itu.
"Mau minjem punya gue?" tawar Haris kemudian.
Zidan bangkit dari duduknya lalu melepas celemek. "Nggak ah, punya lo gede banget minusnya."
"Yaudah syukur deh."
"Gue ke wc bentar," pamit Zidan.
"Ngapain?"
"Nyari kacamata lah."
Tepat di belakang Abi, Angga dengan percaya diri menyetel lagu dari album hp miliknya. Setelah itu, mulai terdengar nada awalan lagu kebangsaan Angga dan Bunbun.
"Ngga ada upacara bro?" tanya Ano yang sudah mendekat ke Abi.
"Ngga liat gerimis," ketus Abi tak mau berpaling dari hp.
Ano menyisir poninya yang panjang dan basah akibat gerimis tadi. "Nggak liat, mata ku ketutup ketampananmu," goda Ano alih-alih mencolek dagu Abi.
"Paan sih," balas Abi terlihat risih, namun tetap saja pandangannya masih jatuh ke layar hp.
"BANG JALI, BANG JALI GOYANGNYA BIKIN HEPI. BIKIN LO KETAGI--"
"Kecilin volumenya, Ga," potong Abi merasa terganggu membuat Angga menelan kembali nyanyiannya.
"Baiklah kakanda," ujar Angga kali ini mengalah dannmenjauh pergi dari Abi, mencari tempat untuk melanjutkan Bang Jalinya.
Ano hanya terkekeh melihat Angga menjauh, selanjutnya ia menatap kembali kakak kelasnya ini. "Liat apa sih? Woahhh dah ada doi yah lo," tebak Ano maju ingin mengintip.
"Apasih, bukan. Sana-sana," usir Abi mengibas-ngibas tangannya di hadapan Ano.
"Ck, malu-malu tai kucing lo."
Cowok itu melihat sekitar, penglihatannya jatuh ke Rian yang berkutik dengan kamera andalannya. Merasa mendapat target baru buat di ganggu, Ano tersenyum senang mendekat.
"Ngapain, Yan?"
"Ngeliat video anak-anak kemaren," balas Rian.
Ano tiba-tiba mengambil alih paksa kamera, Rian dibuat terkejut olehnya. Ia mencoba mengambil lagi namun nihil. Patut diakui Ano lebih tinggi darinya. "Bentaran doang gue liat," kata Ano fokus ke kamera.
"Video tai kucing, ngeliatin foto Mayang yah lo. Wah wah mulai baper juga lo," ejek Ano sambil menslide foto berikutnya.
"Lo nya salah buka folder," balas Rian berhasil merebut kamera.
"Alah pinter ngeles lo."
Bagas melirik Ano yang sedari tadi kerjaannya hanya menganggu. "No, ribut mulu lo. Bantu gue ambil baking soda di kulkas."
"Lo nyuruh terus sih. Gue aduin Sisil yah," ancam Ano namun tetap mengambil baking soda dari dalam kulkas.
"Apa urusannya haha."
"Ngancem itu asik. Eh Gas, Rian pantengin foto Mayang, anjir," adu Ano tiba-tiba.
"Halah, sirik."
"ADA MISS PENI." Zidan mengatur napasnya setelah berlari dari wc, tak menemukan kacamata tapi malah bertemu miss Peni yang menuju ke sini.
"Mana?"
"Lagi otw ke--"
"Kenapa lihat miss lari?" tanya miss Peni tiba-tiba muncul.
"Hah? Aku miss?" tanya Zidan.
"Kok dateng miss?" tanya Ano refleks, membuat Zidan bernapas lega.
"Emang kenapa? Miss kan guru jadi wajib dateng. Ngga suka kamu saya datang?"
"Atuh hujan miss," jawabnya dengan rasa tak takut.
"Miss punya mobil keless, jadi yah bisa dateng, lah."
Mereka menoleh bergantian, lalu tertawa yang dibuat-buat. "Hehe iya juga yah."
"Untung ada mobil yah miss," sambung Rian ikut-ikutan.
"Itu tunangan miss gak jemput, Mr. Jun yah namanya," kata Angga berbasa-basi, menutupi rasa takutnya saat miss Peni datang disaat dia sedang heboh dibelakang.
"Why jadi bahas miss gini? SANA UPACARA HEI, DIGIRING DULU KAYAK KAMBING BIAR KE LAPANGAN."
"Masih hujan miss," keluh Bagas menengok keluar.
"Ngga papa, anak muda kan suka basah-basahan, betul?"
Ano menyahut cepat. "BETUL MISS, TAU AJA SIH HAHAHA."
"Hobi banget nyiksa sih," lirih Bagas pelan sekali.
"Haris, tuntun gue," rengek Zidan.
"Belum nemu juga?" tanya Haris sambil mendekat.
"Yang lo liat gimana emang ah," kesalnya.
Ya seperti ini lah sekarang, Haris merangkul Zidan menuju lapangan--supaya terlihat natural. Walau sedikit bisa terlihat objek, namun Zidan tetap kekeh minta dituntun.
"Berasa nuntunin nenek nyebrang elah," ucap Haris sabar. Lalu meringis merasa pedih di bibirnya karena Zidan menyentil tepat di bibir bagian bawah.
"Yang atas belom, ngomong sekali lagi kena yang atas."
~
KAMU SEDANG MEMBACA
K/A
Ficção Adolescente[BEBAS UNTUK DIBACA - ON GOING] Sama-sama remaja yang tumbuh dengan adanya pendidikan. Perberdaan tempat untuk menempuh pendidikan bukan halangan bagi mereka untuk tetap saling bercanda ria. Tentunya kesembilan belas remaja tersebut, mulai menampakk...