Le Minerale

63 25 23
                                    

"Huekkk."

Cia seketika menutup mulut dengan kedua tangannya kuat-kuat. Perutnya terasa aneh saat turun dari wahana kora-kora. Dengan tangan yang masih mencoba menahan cairan menjijikan itu keluar, matanya menyipit saat Rio merogoh saku celananya mengambil sesuatu.

"Huekk," ulang Cia yang makin membuat mereka kebingungan. Satu persatu mulai mendekat dan melingkari Cia yang berada di tengah-tengah sekarang.

"Eh Ci! Jangan disini, yuk ke kamar mandi. Kamar mandi di mana sih Allahuakbar," ucap Mayang gelagapan sendiri.

Mayang hendak maju untuk menarik Cia ke kamar mandi. Tapi, tangan Rian malah sudah diatas puncak kepalanya, menarik paksa mundur tubuh kecil itu. Membuat kepalanya mundur duluan ketimbang badannya.

"Anjir, ini tangan ada wey kenapa harus kepala?"

"Syuka-syuka."

Mereka semua akhirnya hanya berdiam dan memperhatikan saat tangan Rio menyodorkan kantong plastik ke hadapan Cia. Tangannya terulur untuk memijit bagian belakang leher Cia, memudahkan cewek itu saat mualnya tersendat di tenggorokan.

Sisil mengerjap, segera sadar dari lamunannya. "Anak mami kenapa dong ini?" tanya Sisil lalu mengambil alih untuk memijat bagian belakang leher Cia.

"Huekk." Rio lebih mendekatkan kantong plastik ke depan mulut Cia.

"Gue bilang juga apa, jangan naik itu," oceh Angga melengos kesal.

"Alah alah merajuk dia," goda Ano mencubit pinggang Angga manja.

"Apaan sih, njir."

"Siap bener bro bawa-bawa kantong plastik," ujar Bagas heran.

"Dah gede dia papi," pungkas Ano dengan senyuman mengejek.

"Kenapa kalo gue udah gede? Lo masih embrio bacot bae," sarkas Rio sambil membuang kantong itu dan mengambil beberapa tisu di celananya. "Ini lap dulu Ci bekasnya."

"Idih baperan," ejek Ano manyun sendiri karena balasan dari Rio.

Rio menoleh namun tak menggubris makhluk bawah laut itu.

"Udah enakan Ci?" tanya Rida memajukan diri lalu menaruh rambut Cia ke belakang telinganya.

Cia hanya mengangguk. Kepalanya mendongak melihat Rio berada dekat dihadapannya. Rahang yang tegas milik Rio terlihat jelas dimatanya.

"Ci mau pulang?" tawar Rio menatapnya sambil tersenyum membuat Cia mengerjap tersadar. Rio tersenyum pun masih terlihat menyeramkan di mata Cia karena rahangnya itu. Heran.

Hamka mendorong pelan bahu Rio berniat menggoda saat melihat temannya itu tersenyum. "Aish senyam-senyum lo yahhh," goda Hamka kali ini.

"Orang senyum normal kali," tukas Viie.

"Heh nyambung aja."

"Mau minum aja, Yo," pinta Cia masih merasa mual.

"Eh jangan yang Le Minerale yah, Yo," lanjutnya lagi.

Rio mengangguk dan menatap teman-temannya. "Pada ngapain ngeliatin? Buruan beliin," suruhnya.

"Lah? Guna lo apaan setan," jawab Rian yang sudah menyelesaikan vlognya sejak tadi.

"Beli sendiri aja Yo," sahut Abi masih dengan gaya santainya.

"Ini Cia siapa yang jaga?"

"Lo kira kita-kita ini mainan sawah?"

Rio menghembuskan napasnya pasrah. "Jagain sebentar," katanya lalu berbalik pergi.

"Hooh, gue bawa balik dia," sahut Ano sambil membenarkan poni rambutnya yang turun.

Rio melotot tajam ke Ano, membuat cowok yang dijuluki ketua para dugong laut itu meringis. "Iya-iya canda anjir."

"Lagian kok bisa mabok sih, Ci? Kan gue yang ogah naik itu tadi, kenapa malah lo yang mabok?" tanya Angga heran.

"Namanya juga cewek," sahut Zidan.

"Eh? Anak mami udah punya mulut?" tanya Sisil terkejut namun dengan kekehan gelinya.

"Iyalah, dikasih sesajen tadi," sahut Koko kali ini.

Rio kembali ke kerumunan yang dibuat oleh tingkah konyol teman-temannya. Tangannya juga sudah ada aqua botol untuk Cia.

"Gue bilang kan jagain bukan pada becanda," kesal Rio.

"Napa sih lu? Pms?" tanya Hamka melepas kacamatanya lalu mengelapnya dengan baju.

Rio lagi-lagi tak menjawab.

"Minum dulu pelan-pelan." Cia menerima botol aqua yang sudah terbuka tutupnya dari tangan Rio.

"Gue kira main-main doang semalem," gumam Cia dalam hati.

Ia meneguk air aqua dengan tatapannya yang tak lepas dari Rio.

"Ya Allah beli atu doang."

"Ada kaki ada tangan juga kan lo. Beli sendiri nggak bisa?"

"Yah kan bisa sambil nitip, Goriorio," ucap Liona jengah. "Bener nih, pms lo yah."

"Anjir nih bocah tau dari mana coba. Goriorio kan panggilan gue ke Ri--eh? Kok jadi emosi gini," gumamnya lalu tersadar sesuatu karena ada yang aneh pada dirinya.

"Nggak ada omongan nitip tadi."

Renata yang tadi hanya memperhatikan kini mendelik tajam pada Cia. Membuat Cia menaikkan alisnya menandakan 'kenapa?'

"Ada apa sih lo berdua? Absurd banget dari tadi," sergah Renata curiga.

"Ngg--"

"Ada yang baper-baperan lagi sahabat!" cetus Renata lalu melenggang pergi begitu saja.

"Tanggal berapa ini sahabat?" tanya Rida menatap Renata yang mulai menjauh.

"31," sahut Jeli cepat.

"Harinya dia sahabat! Harap maklum yah," ujar Rida sambil tersenyum manis dan menyatukan kedua telapak tangannya memohon maaf.

"Haha udah biasa kami sahabat!" lanjut Ajeng mengangkat kepalan tangannya ke udara dengan pede.

"Anakku udah bisa ngomong semua, lengkap sudah sahabat," sahut Sisil dengan ekspresi seolah-olah bahagia.

"Terharu mamiii," pekik Mayang tertahan dan meloncat memeluk Sisil.

"Jadi yang pms Rio apa Renata?" tanya Haris bingung sendiri.

~

~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
K/ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang