"Eh? Ibuk?"
"Gimana kabar kamu?"
"Alhamdulillah sehat.. Ibuk bagaimana?"
"Alhamdulillah, walaupun Mama udah 60an tapi masih fit." Fatma terkekeh. Sedang Najia tergugu karena Ibu Fathur memanggil dirinya Mama di depan Najia.Gadis ini pun baru tahu nama Mama dari Fathur saat beliau menelponnya untuk makan siang di restoran.
Najia ikut tertawa pelan, ia pun membantu salah seorang pramusaji yang datang mengantar makanan pesanan Fatma. "Silahkan di makan, Buk."
Fatma mengangguk dan mulai mengunyah makanannya. "Masakan kamu enak ya."
"Terimakasih banyak atas pujiannya."
"Mama mau tanya."Najia dalam posisi siap menjawab pertanyaan Fatma.
"Kamu suka sama Fathur ya?"
Deg!!
"Tidak!!"
Najia gelagapan, ingin pergi tapi takut tidak sopan kalau tetap duduk takut tambah malu-maluin. Najia melirik air mineral di samping kanan Fatma. Apakah nanti air itu akan mengenai wajahnya. Seperti di drama-drama."Mama setuju kok kamu sama Fathur."
"Ha?!"
Fatma tertawa. Ia menyuapi makanannya lagi. Mengunyah dengan anggun.
"Mama tau, Mama sudah cari info. Mama sudah tau kerja kamu apa, kuliah di mana, orang tua kamu siapa, dan tempat tinggal mu dimana." ujar Fatma enteng, yang dipandangi menatap Fatma ngeri. Ia di kuntili???"Saya.. Minta maaf." Najia menunduk, wajahnya memerah karena ketahuan. Pasti lah Fatma tahu akal bulusnya mengajar Rheni tiap minggu. Apalagi kalau bukan supaya ketemu Fathur. Walaupun tidak pernah menjadi kenyataan.
"Mama mau bantu kamu. Gimana kalau kamu yang masakin Fathur setiap hari. Jadi koki pribadinya di rumah." Fatma tampak bersemangat. Najia mengeleng pelan dan tersenyum tipis.
"Tidak bisa, Bu. Pak Fathur tidak pernah memakan masakan saya."
"Loh tahu dari mana?"
"Makanan yang saya beri selalu dikasi ke orang lain. Mungkin hanya bubur dan sup kemarin yang di makannya, itu juga karena Pak Fathur tidak tahu siapa yang masak."***
"Kamu harus gencar lagi, jangan patah semangat.. Pantang menyerah sebelum jalur kuning melengkung!"
Najia tersenyum sembari menekan bel rumah. Ia menunggu pemilik rumah membuka pintu. Hari masih sangat pagi, dan Najia adalah orang paling rajin yang bertamu pagi-pagi begini.
"Assalamualaikum.. Maaf, Pak. Saya nggak sopan bertamu pagi-pagi. Saya masuk ya." Najia tersenyum manis di hadapan Fathur. Ia menuju dapur dan menyiapkan sarapan yang sudah ia siapkan tadi di rumah.
Perlu diketahui bahwa sudah seminggu berlalu sejak kedatangan Fatma di restoran. Memberinya semangat. Apalagi yang ia tunggu? Restu Ibu Fathur saja sudah ada di tangan. Bersegeralah!!
Sekarang pun sudah mulai masuk hari libur, seminggu ini Najia memang tidak datang menganggu Fathur karena mereka sibuk uts.
"Bapak nggak ngajak Rheni liburan? Mumpung Bapak libur juga Rheni libur. Bentar lagi bulan puasa kan."
"Siapa yang suruh kamu ke rumah saya?" Fathur berujar dingin. Najia hanya memandangnya dan tersenyum.
"Diri saya sendiri."
"Kak Jia!!!"
"Hai Rhen.. Gimana? Seru nggak mimpinya malam tadi?"
"Makasi udah denger curhatan ku." Rheni memeluk Najia dan merengek terharu. Biasalah, masa puber anak remaja 17 tahun. "Aku perlu liburan."
"Nah.. Kan, Pak. Anak bapak ini lagi galau.. Auchh!!"
Rheni melotot. Mencubit pinggang Najia gemas karena ia malu bicara soal ini di depan ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segelas Cappuchino (End)
RomanceBagi Fathur, Najia bukan diciptakan untuknya. Bagaimana bisa gadis ini jatuh cinta karena segelas cappuchino yang ia bayar? Dia sebegitu cintanya dan tak mempedulikan masa lalu Fathur da betapa pengecutnya lelaki itu. Mereka bahkan berbeda 13 tahun...