"Halo? Assalam-"
"Pulang sekarang!" Najia merengek. Ngambek karena Fathur belum pulang juga padahal sudah mau jam 9 malam."Kamu kenapa?"
"Pulang!"
"Oke, tunggu sebentar."Pip
Najia ngambek karena ditinggal sendiri. Rheni nginap di rumah temannya yang berulang tahun. Jadilah rumah menjadi sepi.
Sambil menunggu Fathur, Najia mengunyah makanan hingga tandas. Hm.. Makan sate kambing keknya enak. Najia kembali membuka ponsel, mengetik pesanan di aplikasi chat. Menunggu balasan suaminya.
30 menit berlalu, Fathur masuk dan mendapati Najia berdiri menyambutnya. "Gendong." Perempuan ini membuat Fathur merasa aneh. "Kamu sakit?" Najia mendengar itu semakin merengek.
Mau tak mau Fathur pun menyerahkan bungkusan sate dan mengendong istrinya sampai ke kamar.
"Mas capek?" Najia bertanya sambil tangannya menari-nari di atas perut suaminya.
"Kamu ngode atau bagaimana?" Fathur terkekeh. Ini istrinya sempurna bertingkah aneh.
"Jangan mandi. Peluk aku aja."
"Sebenarnya kamu kenapa?" Fathur tercekat karena setelahnya Najia melepas kancing kemejanya dan melempar pakaiannya begitu saja. Tangan wanita itu kembali bertengger dibatas perut Fathur yang masih awet kotak-kotak.
"Kangen." Najia menyesuaikan posisi. Ia membuat Fathur tertidur dengan dirinya menyender di dada suaminya dengan nyaman. Bahkan sate pun terlupakan.
"Maaf ya Mas akhir-akhir ini pergi subuh dan pulang larut terus."
"Hmm.."
Tak butuh waktu lama, Najia benar-benar tertidur pulas. Fathur pun merasa bersalah sekaligus lelah. Biarlah, Najia saja tidak keberatan ia belum mandi.
Esok paginya, Fathur terbangun dengan Najia yang menangis. Lelaki itu salah tingkah, ia memakai kaos dam menghampiri Najia yang menangis keras di dapur.
"Najia?"
"Satenya jadi basi!!"
Fathur menepuk keningnya. Ini masih subuh, dan Najia menangisi sate yang basi.
Saat Fathur mendekat, Najia membuka bungkus sate tersebut dan seketika itu juga ia berlari ke arah washtafel. Memuntahkan isi perut.
"Mas buang.. Bau banget." ujar Najia kesulitan. Fathur pun membuangnya ke tong sampah. Mendekati istrinya yang tampak lemas sehabis memuntahkan isi perut.
Najia merosot ke lantai namun sempat Fathur tahan. Ia mengendong istrinya kembali ke kamar. "Kamu makan apa semalam?"
"Sama kayak Mas."
"Sudah berapa lama tidak enak badan?"
"Dari seminggu kemarin. Udah Mas jangan banyak tanya.. Sini aja Najia mau peluk."
Fathur mengernyit heran, kalau begadang tidak mungkin, jelas mereka tidur jam sembilan malam. Salah makan juga tidak mungkin. Fathur menyentuh kening Najia dan mendapati suhu tubuh istrinya normal.
Fathur melirik jam. Sudah mau pagi dan dia harus ke rumah sakit. "Nggak boleh pergi!" Najia seperti tahu. Ia kembali melepas baju kaos Fathur yang sedang lelaki itu kenakan dan memeluk badan suaminya dengan nyaman.
"Mas tidak akan ke rumah sakit asal kamu jawa pertanyaan Mas."
"Hmm.."
"Udah telat datang bulan berapa minggu?"
Yang di tanya diam. Fathur melirik wajah istrinya yang ternyata kembali tidur. Mungkin masuk angin, karena ia tahu siklus sang istri.
Sepertinya Najia tidur cukup nyenyak. Fathur dapat bersiap-siap ke rumah sakit.
***
Fathur sengaja pulang tengah hari karena di telpon Najia. Ia pun sudah menyelesaikan urusan rumah sakit jadi ada waktu banyak untuknya bersama sang istri.
Sesampainya di rumah, Najia sedang memasak. Fathur pun duduk manis di kursi pantri mengamati betapa sexy nya Najia saat memegang wajan.
"Baba.." Fathur menatap heran Najia yang memanggilnya seperti Rheni.
"Apa?"
"Tolong ambilkan barang ku di dalam tas itu." Najia berujar sembari menunjuk tasnya di atas meja pantri dekat Fathur.
"Barang apa?" tanya Fathur sembari membuka tas dan melihat isi tas Najia yang hanya ada satu barang di sana. Fathur mengambilnya, mengeluarkannya dan mengamati benda itu.
"Najia?"
"Ya?"
"Kemari." Fathur berdiri. Najia pun mematikan kompor dan mendekati suaminya. Tanpa aba-aba Fathur mengangkat Najia hingga ia duduk di atas meja pantri yang tinggi. Bahkan Najia menjadi lebih tinggi dari pada Fathur.
Fathur melepas apron dari tubuh Najia, dan mengangkat sedikit kaos putih istrinya ke atas membuat Najia terpekik. Fathur pun menyentuhkan telapak tangannya di atas perut rata itu.
"Kamu hamil?" Nada suara Fathur bergetar. Najia hanya terkekeh.
Fathur tak kuasa menahan haru, ia tersenyum lebar dan memeluk Najia amat erat. Mencium istrinya lembut.
"Terimakasih, sayang."
Fin
KAMU SEDANG MEMBACA
Segelas Cappuchino (End)
RomanceBagi Fathur, Najia bukan diciptakan untuknya. Bagaimana bisa gadis ini jatuh cinta karena segelas cappuchino yang ia bayar? Dia sebegitu cintanya dan tak mempedulikan masa lalu Fathur da betapa pengecutnya lelaki itu. Mereka bahkan berbeda 13 tahun...