Part 15 - Aku Akan Datang

4K 338 5
                                    

Setelah menjawab salam, Ummi segera membuka pintu lebar-lebar. Di sana ada Fatma beserta tante Fathur dan keluarga. Datang spesial atas permintaan anak lelaki mereka. Walaupun dengan terkaget-kaget.

Para perempuan salam-salaman dan tertawa. Rheni dan Fathur yang menjemput seluruh keluarga intinya pun masuk, seperti baru datang.

Fathur baru tahu jika di Malaysia, budaya melayu apa yang ia lakukan ini adalah 'Antar Tanda' maksudnya sama seperti lamaran. Hanya bawa cincin. Untunglah Mama Fathur membawanya tadi. Jadi Fathur bisa tenang.

"Saya ingin sekali pernikahan Najia dilakukan di rumah ini. Sesuai adat-istiadat melayu. Setelah antar tanda dari pihak nak Fathur. Akan masuk ke tahap antar belanja. Baru kemudian akad dan prosesi pernikahan adat melayu selanjutnya."

Perbincangan hangat terjalin. Kadang lelucon dari Fatma dan di balas oleh Ummi menjadi penghangat, godaan demi godaan dari adik dan sepupu Najia jadi pewarna suasana.  Walau ternyata Fathur baru tahu juga kalau sebenarnya saat antar tanda si laki-laki tidak boleh ikut, begitu juga antar belanja. Maka malu lah ia.

Acara sudah selesai. Keluarga Fathur memilih menginap di hotel bersama Fathur dan Rheni.

"Halo.. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam, calon PaSu."
"Apa itu?"
"Pak Suami."
"Oh."
"Lah.. Dingin lagi? Bapak tidak berubah pikiran kan?" Najia mengerucutkan bibirnya sebal. Tidak tahu saja dia bahwa Fathur mati-matian menahan senyum.

"Apa kita akan tetap berbicara formal seperti ini?" Fathur tak menanggapi ucapan Najia.
"Bapak maunya dipanggil apa? Honey? Baby? Suamiku? Baba-nya anak-anak?" Najia tertawa setelahnya. Fathur hanya mengeleng gemas.

"Apapun terserah Najia. Aku akan terima." Najia menatap layarnya kaget. Sudah tidak terlalu formal. "Oke, akan Najia pikirkan panggilan yang pas untuk Bapak."

"Oke."
"Lagi apa?"
"Alay sekali pertanyaannya. Lagi telponan sama kamulah. Baru dapat nomernya dari Rheni tadi."
"Ihh kan, ternyata selama ini nggak simpen nomer aku. Baru mau nikah aja baru simpen."
"Maaf. Lagian kan kamu ganti nomer."
"Nggak termaafkan!" Fathur menghela nafas, mau bagaimana pun juga Najia, ia masih muda, tentu tingkahnya akan seperti ini.
"Maafkan aku ya, Sayang."

Najia melotot. Ia kembali menatap layar ponsel, mengambil bantal dan teriak di sana. Jangan sampai semua orang dengar.

"AAAAAAAaaaaaapppp!!!!"

***

"Aku pamit pulang."
"Hati-hati.. Awas loh kalau berubah pikiran." Najia khawatir. Fathur mengeleng dan tersenyum. Rasanya pengen cepet-cepet dihalalin.

"Harusnya aku yang kebelet nikah. Ini kok kamu sih." Fathur mengeleng jenaka menatap Najia yang tersenyum memainkan mainan tas berisi oleh-oleh yang di bawa Fathur.

"Ya udah."
"Izinkan aku yang mengejar-ngejar."
"Iya juga ya. Ayah sih mudahin jalan Bapak." Najia tertawa. Membuat Fathur mengigit bibirnya.

"Ugkh gemes banget." Fathur berbisik. Najia kembali tertawa. "Kalau di sini aku harusnya panggil Bapak, Abang. Tapi kalau Bapak maunya dipanggil apa? Aku binggung."
"Mas aja bagaimana?"
"Oke siap, Mas." Najia bersuara lembut.
"Astaga, Najia."
"Kenapa, Mas?" Semakin lembut dibuatnya.

Fathur menutup matanya dengan tangan kanan. Dadanya tolong selamatkan. Dia sudah cukup tua untuk merasakan jatuh cinta gila-gilaan seperti ini.

"Hati-hati ya, Mas. Najia tunggu."
"Aku akan datang."

***

Sebulan termasuk waktu yang sangat singkat untuk mempersiapkan pesta pernikahan. Apalagi, Fathur bersibuk diri untuk mengurusi administrasi pernikahannya dengan gadis beda negara. Kadang kala hal itu membuatnya lelah dan hampir menyerah, persyaratan yang ribet dan banyak kendala membuat semuanya makin keruh. Sesekali hal itu memancing emosi masing-masing.

Apalagi kebingungan Fathur akan adat melayu di sana. Di Malaysia mirip adat-istiadatnya dengan Melayu Riau dan Kepulauan Riau. Tapi tentu saja Fathur tak paham. Dia orang Sunda. 

Namun akhirnya semua kepayahan itu terbalas. Sudah sejak dua hari yang lalu Fathur dan keluarga di Malaysia. Malam besok dia akan menikah. Tapi masalahnya, Najia sedang merajuk padanya.

"Masih marah?"
"Kesel." suara di seberang telpon terdengar ketus.
"Mas minta maaf." Fathur mendehem. Wajahnya datar tapi percayalah hatinya gelisah. Jangan sampai Najia meminta pernikahan ini batal.

"Kenapa tadi nggak datang saat feeting baju?" Najia tampak menahan tangis. "Mas tahu nggak sih, bajunya ternyata tidak pas di aku. Padahal malam besok mau di pakai. Kalau punya mas juga nggak cocok bagaimana?"

"Najia.."

Pip

Telpon di matikan. Fathur menghembuskan nafasnya gusar. Ia akhirnya bangkit dari atas kasur. Menaruh handuk basah diri kening ke meja dan mengambil kunci mobil serta jaket.

"Loh mau kemana, Fathur?"
"Calon mantu Mama ngambek aku nggak datang feeting baju."
"Kamu nggak bilang kalau kamu sakit?"
"Nanti dia khawatir."
"Najia itu calon istri kamu loh, Fathur. Kamu harus jujur apapun itu sama dia. Nggak boleh kayak gini. Nah  kan liat dia ngambek."
"Iya, Fathur minta maaf."
"Aduh.. Udah tua kok belum paham juga." Fatma mengomel dan diikuti tawa cekikikan oleh Rheni. Fathur tak banyak omong langsung saya ia pergi. Untungnya tempat ia menginap dan rumah Najia tidak Jauh. Hanya butuh waktu 10 menit mengendarai mobil.

Sesampainya, Fathur di sambut oleh Ummi. Awalnya kaget, setelah dijelaskan Fathur, Ummi akhirnya mengerti dan mengetuk pintu kamar Najia.

"Mas datang."
"Ngapain?" Najia masih menutup pintu setengah, dia menyelit dibalik pintu, hanya kepala dan sedikit badannya yang terlihat. "Mas mau bicara."

Najia awalnya pengen menolak. Tapi akhirnya dia mengangguk dan mereka menuju arah taman belakang.

"Rumah kamu sudah ramai sekali."
"Harusnya Mas nggak boleh ketemu aku. Bentar lagi mau berinai curi."
"Apa itu?"
"Salah satu tradisi. Kayak pake heyna di tangan."
Fathur mengangguk.
"Mas kok pucet?"
"Mas sakit."
"Ha?? Kok bisa?"
"Makanya mas nggak dateng pas fitting baju. Maaf ya, Mas nggak sanggub banget buat bangun. Ini udah lumayan."
"Kenapa nggak bilang." Najia berkaca-kaca merasa bersalah. Hampir saja nangis jika bukan karena Fathur menenangkannya.

"Mas bucin banget sama kamu. Sangking takut kamu khawatir mas diam aja."
"Ihhh.. Kesel!!"
"Dimaafkan nggak nih?" Fathur tersenyum lembut.
"Calon suami kok nggak dimaafin, besok mau akad juga. Ya udah Mas istirahat aja lah ya di sini. Takut kenapa-napa di jalan nanti kalau pulang. Aku kan juga bucin banget-banget-banget sama Mas." ujar Najia. Fathur terkekeh dan mengangguk karena memang nggak sanggub buat jalan. Kepalanya pusing.

"Pasti capek ngurusin semuanya ya. Maafin Najia yang manja ya, Mas."

Fathur tersenyum dan mengangguk. Ia di bantu adik lelaki gadis ini menuju kamar tamu di lantai tiga. Agak jauh dari keramaian dari lantai satu karena nanti akan sangat berisik.

Tbc~

Segelas Cappuchino (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang