Part 5 - Sakit

3.8K 379 3
                                    

Sebulan telah berlalu, selama itu pula Najia merasa nelangsa karena tak pernah berjumpa dengan Fathur. Dari info yang ia dapat sih, Fathur di minta full time di rumah sakit khususnya di ICU. Ada masalah besar.

"Wah, akhirnya teroris yang ngebom di gedung itu ketangkep satu." Teh Nila berseru saat menonton youtu**.

Sebulan lalu Negeri heboh dengan berita pengeboman hebat yang memakan 100 lebih korban jiwa dan 300 an korban luka.

Ini lah mengapa Fathur full time di rumah sakit, karena rumah sakit tempat Fathur bekerja menampung banyak sekali korban karena dekat dengan lokasi.

"Alhamdulillah, Najia juga geram sama berita ini. Katanya membela agama tapi kok bunuh orang." Ujar Najia. Teteh Nila mengangguk setuju.

Najia yang baru sampai di meja Tetehnya menyodorkan segelas jus pesanan Teh Nila. Juga makanan kesukaan tetehnya.

"Kamu nggak makan?"
"Nggak laper. Teteh aja." Najia tersenyum saat beberapa orang yang lewat menyapanya ramah.

Suasana restoran tidak terlalu ramai, memang karena sekarang belum masuk jam istirahat kantor.

Tringgg... Tringgg...

"Halo? Assalamualaikum?"
"Waalaikumsalam, kenapa Rhen?" Najia mengernyit heran karena Rheni menelponnya padahal sekarang hari senin. Ia pun masih sibuk berkerja.
"Darurat kak, bisa datang ke rumah sekarang nggak?"
"Darurat kenapa?"
"Baba! Baba kak!!"

***

Najia tampak gelisah menunggu pintu rumah Rheni belum terbuka. Setelah tadi di telpon, gadis itu langsung saja meninggalkan restoran dan menuju ke sini.

"Kak?" Ujar Rheni senang karena ketika ia membuka pintu, wajah Najia lah yang ada di sana.

Ia menarik tangan Najia menuju dapur dan menunjukkan hal paling 'darurat' yang terjadi.

"Gosonggg..." Rheni mengadu. Sedang Najia terkikik karena melihat nasi yang gosong. "Ini pasti di tinggal pas lagi masak."
"Eh.. Cuma ditinggal ambil hp kok."
"Sambil bales chat dulu." Najia tertawa pelan. Sedang Rheni meringis karena yang diucapkan Najia memang benar.

"Rheni mau masak apa sebenarnya?"
"Bubur. Baba lagi sakit, Kak. Kecapean kurang istirahat sebulan ini di rumah sakit." ucapan Rheni membekukan Najia. Ia melirik arah lantai dua, entah mengapa pula ia melirik sebelah sana. Pikirnya pasti Fathur kamarnya di lantai dua.

"Terus sekarang keadaannya bagaimana?" Tampak jelas raut khawatir di wajah Najia.
"Sudah dua hari, badan Baba masih panas dan nggak ngapa-ngapain. Tiduran terus."
"Udah kamu kompres?" ucap Najia sambil memasang apron. Ia menyingkirkan hasil karya Rheni dan mulai memasak.
"Belum."
"Kamu bisa pakai ini, masukkan air biasa dan handuk. Kompres Baba ya, coba ditanyain, Baba mau apa. Haus apa nggak."
"Oke, Kak."
"Kalau masakannya udah siap, nanti Kakak panggil Rheni."

Rheni memberi hormat bak saat upacara bendera. Ia kemudian berlari pelan menuju lantai dua. Najia hanya mengamati dan akhirnya tahu di mana kamar Fathur berada.

Sekitar 25 menit berlalu, masakan sederhana khas Najia akhirnya siap. Ini masak kilat, bubur pun hanya seadanya karena tadi waktu memasak, saat Rheni datang mengambil air. Dia bilang Fathur belum makan dari pagi. Tentu lah Najia menyiapkan sedikit agar lebih cepat matang. "Baba pengen makan sup ayam, Kak."

Gadis itu pun akhirnya memasak sup dengan bahan seadanya, ayam, kentang, bunga kol dan sedikit wartel. Dalam waktu yang terbilang singkat. Hasilnya pun hanya cukup untuk satu orang.

Najia menyiapkan makanan, ia naik ke lantai atas dan mengetuk pintu kamar Fathur. Tak lama Rheni keluar. "Masuk aja, Kak."
"Eh.. Nggak boleh, nggak sopan itu namanya. Kakak bukan siapa-siapa kalian." Walaupun tak dapat ditepis bahwa Najia ingin sekali masuk dan melihat isi kamar Fathur tapi ia juga masih ingat kalau dirinya seorang gadis baik-baik. Apa jadinya jika ia melakukan hal tidak sopan. Tercoreng nama keluarganya.

"Rheni, kalau Baba tidak bisa makan, kamu suapi ya. Ini masih hangat jadi pelan-pelan. Jangan lupa minum dan obatnya."
"Oke kak."
"Eh kamu sudah makan?"
"Belum. Bibi Nur pulang kampung, makanya Rheni bolos sekolah, niatnya masakin Baba eh gagal."
"Ya sudah, nanti Kakak masakin. Setelah Baba kamu tidur langsung turun ya." ucap Najia pelan, ia menyerahkan nampan berisi makanan dan berbalik menuju lantai satu. Saat itu lah mendadak Najia dan Rheni kaget. Ada seorang perempuan berdiri mengamati mereka dari ujung tangga lantai dua. Matanya nampak menilai.

"Ih, Oma mah baru datang. Telat! Tadi di telpon sampai 10 kali nggak diangkat. Untung Kak Najia langsung angkat telpon ku, kalo nggak Baba bisa mati kelaperan. Tauk ah! Rheni ngambek sama Oma!"

***

"Nama kamu?"

Najia meringis saat ia memunggungi Ibu dari Fathur karena sedang memasak, wanita itu akhirnya buka suara setelah dua puluh menit berlalu dengan sepi dan hanya suara pisau dan bahan makanan yang terdengar.

"Najia, Buk."
"Nama lengkap?"
"Najia Syarha Humaira Faiz."
"Kamu siapanya Fathur?"

Deg!

Mati! Ini kok calon mertua keknya galak ya?? Aduhh anaknya masih belum open kok ini udah ada kendala baru sih!!

"Kak Najia itu guru les bahasa inggris Rheni, Oma."
Najia bernafas lega, penyelamatnya udah datang. Ibu Fathur mengangguk paham. Ia memandang sekali lagi gerak-gerik Najia yang hampir siap memasak. "Gimana menurut kamu soal Fathur?"
"Hah?!"
"Fathur itu gimana orangnya?"
Najia melirik Rheni yang memandang Omanya heran. Seperti diintrogasi. Seram.

"Pak Fathur... Baik, iya dia juga terlihat sayang dengan Rheni." Najia menjawab dengan nada kikuk. Ia akhirnya selesai memasak dan menyiapkannya di atas pantri. Melayani Rheni makan, mengambil sendok dan piring begitu juga dengan Ibu Fathur.

"Silahkan di nikmati." ucapnya sambil senyum. Rheni girang akhirnya perutnya akan terisi makanan enak. Ia dan Omanya pun makan.

"Kamu tidak makan?"
"Eh, saya sudah kenyang, tadi sarapan banyak." Najia mengaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Mengamati ekspresi Rheni yang terkaget-kaget dengan rasa masakannya.

"Eh tunggu-tunggu!!" Najia mengalihkan fokus ke arah wanita dengan wibawa tinggi itu.
"Jangan bilang kamu anak Mohammad Darius Faiz?"

Najia hanya tersenyum keki.
"Hehe.. Ibuk kenal Ayah ya?"

"Kamu? Kenapa ada di sini?" Fathur turun dari tangga, menuju dapur untuk mengambil air. Matanya tajam memandang Najia.

Walaupun pucat dan terlihat lelah tetap ganteng ternyata ya.

"Baba kok turun?"
"Haus."
"Biar saya yang ambilkan." Najia mendekati Fathur, namun segera ditepis pria itu. "Tidak perlu."

Ibu Fathur mengamatinya sejak tadi. Oh.. Begini interaksi mereka.

Tbc~


Pukul 16.45

"Ma? Kok masih ada di sini?"
"Ya nemenin kamu sama Rheni."
"Fathur lapar, sup yang tadi masih ada kan?"
"Udah habis tadi kan kamu makan."
"Kok Mama bikinnya sedikit. Bikin lagi dong, Ma."

Ibu Fathur mendengus pelan, ia pun beranjak dan mulai memasak lagi.

"Tapi kok masakan Mama agak beda ya tadi?"
"Kenapa emangnya?"
"Fathur suka banget."

Segelas Cappuchino (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang