Part 7 - Sebulan Sebelum Lamaran

3.5K 325 1
                                    

"Halo? Assalamualaikum, Ayah." Najia mengangkat telpon saat mereka masih dalam perjalanan menuju rumah. Fathur melirik gadis itu dari kaca depan. Najia tampak tak bersemangat dan menyenderkan kepala dijendela mobil.

Bahkan saat Najia menatap jemarinya yang sudah kehilangan cincin pun tak luput dari pandangan Fathur.

"Dah.. Ini dah nak balek ni. Student Najia tengah tido, penat agaknye kot."[1]
Fathur mengernyit mendengar logat Najia yang tampak berbeda. Seperti logat melayu Malaysia.
"..."
"Sehat alhamdulillah.. Ayah kene jage kesehatan juge tau."[2]
"..."
"Seronok.. Rheni memang comel budaknye. Ayah dengan Ibu mesti datang kat sini, kite jalan."[3]
"..."
"Eh.. Nanti kite borak lah, Yah. Najia mengantok sangat. Kirim salam dengan Ibu.. Najia sayang Ayah dengan Ibu. Assalamualaikum."[4]

Najia mematikan ponsel dan memejamkan matanya. Sesekali ia menyentuh jarinya yang merasa kehilangan karena cincinnya yang hilang.

***

Fathur melahap makanan yang Mamanya buat. Makanan dari rumah memang terasa berbeda.

"Kamu masih libur?"
"Besok sudah mulai kuliah lagi."

Fatma mengangguk paham. Ia juga mengunyah makanannya perlahan. "Najia tadi telpon Mama." ucap Fatma. Memandang Fathur yang tampak tenang. "Dia izin nggak ngajar Rheni untuk dua minggu kedepan karena pulang kampung. Ibunya sakit jadi pagi-pagi sekali Najia berangkat ke Malaysia."
"Oh."
"Kamu itu kok cuek banget sih sama Najia."
"Memangnya kenapa, Ma?"
"Mama suka sama Najia."
"Maksud, Mama?"

Fathur menaruh sendok di atas piring. Fatma ikut memandang dengan kesal.

"Udah berapa tahun kamu menduda ha? Usia udah nggak muda lagi. Mama pun udah tua. Rheni kehilangan kasih sayang Ibu sejak kelas 1 SMP sampai sekarang. Kamu nggak kasihan?"
"Sulit mencari yang cocok."
"Menurut Mama, Najia cocok kok."
"Fathur nggak kenal sama Najia."
"Kamu ini ngeles aja. Kamu nggak mau cari tahu tentang gadis itu! Kalau kamu tanya soal diri kamu ke Najia, anak itu pasti tahu apapun soal kamu."

Fatma meminum airnya karena emosi. "Dia suka sama kamu."
"Sudah tahu."
"Nah loh?! Sudah untung ada yang suka kok nggak sekalian di embat sih, Fathur."

Fathur menarik nafas gusar. Ia memandang Mamanya geram. "Sampai kapan sih, Mama akan selalu mengurusi jodoh Fathur? Apa Fathur tidak berhak memilih seseorang yang baik menurut Fathur?"

"Apa menurut kamu Najia tidak baik? Mana ada Ibu yang memilihkan seseorang yang buruk untuk anaknya."

Mereka diam sejenak. Fatma kadang tak habis pikir terhadap Fathur.

"Saat Mama menjodohkan kamu sama Luna, menurut Mama kalian serasi. Buktinya Rheni ada di antara kalian."

Fathur mengacak rambutnya asal. Ia berdiri, memilih untuk pergi saja.
"Kamu takut masa lalu itu terulang lagi?"

Fathur terdiam di tempat. Ia memegang kepalanya yang pening. Benci hal itu teringat lagi di kepalanya. Ia masih belum bisa memaafkan tindakannya.

"Kamu sudah belajar dari masa lalu. Mama yakin kamu tidak akan bersikap seperti dulu kepada istri kamu kelak."

"Najia masih muda, dia berhak menemukan yang pantas untuknya."

"Usia bukan halangan Fathur. Kamu juga masih tampan dan gagah. Berdiri dengan Najia tak membuat orang mengira kamu sama anak kamu kok."

"Fathur ini berengs*k, Ma. Fathur tidak pantas untuk Najia."

"Cobalah memaafkan masa lalu, Fathur."

"Fathur pulang."

Fatma menghela nafas gusar. Ia membiarkan Fathur pergi dan menghilang dibalik pintu. Ia kemudian duduk dan meminum sisa air untuk meredakan emosi.

Segelas Cappuchino (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang