Dua tahun berlalu begitu saja.
Rheni mengerutu saat Fathur telat jemput. "Baba ih... Beliin motor ngapa? Males banget nungguin Baba jemput."
"Maaf, sayang. Baba ada urusan di rumah sakit."
"Tahu gini Rheni nggak setuju aja Baba buka rumah sakit sendiri. Biar dikata anak pemilik rumah sakit hebat juga Rheni ogah."
Fathur tertawa pelan. Ia melirik anaknya. "Eh.. Sejak kapan anak Baba pake lipstik?"
"Ini namanya liptin, natural. Tuh liat nggak menor. Baba ihh.. Kok tambah hari tambah bikin kesel." Rheni mengomel. Fathur hanya tertawa melihat anaknya. "Ulang tahun nanti mau kado apa?"
"Jalan-jalan."
"Ke?"
"Malaysia yuk."Fathur diam. Ia melirik kearah Rheni dan mengeleng. "Setuju nggak? Kalau tidak Rheni bakal minta Oma beliin motor, pacaran, bolos kuliah, dan nggak mau jadi dokter kek Baba. Ngebelin!"
"Rheni?"
"Baba kenapa sih? Sensitif banget sama yang namanya Malaysia. Rheni kan cuman mau liat menara kembar. Makan masakan di sana.""Nggak boleh."
Rheni menatap ayahnya nelangsa. "Rheni kangen Kak Najia."Fathur tegugu mendengar hal itu. Memang dari pengakuan Rheni dan mamanya, bahwa semenjak lamarannya gagal. Begitu juga Najia menghilang. Nomor ponselnya tidak aktif lagi. Dan semua orang di Bandung kesulitan mencari keberadaan Najia. Semua seakan menghilang.
Fathur menghembuskan nafas. Ia menatap wajah Rheni teduh. Dan melajukan mobilnya menuju rumah Mama Fatma.
Sesampainya di rumah sang Oma. Rheni langsung berlari menuju kamarnya.
"Rheni kenapa?"
"Kangen Najia."
"Kamu nggak kangen?"
"Ma.." nada peringatan Fathur terucap. "Huftt.. Punya anak kok udah umur 42 tahun masih nggak paham ngurusin perasaan." Fatma lesu berujar. Ia memakan makanannya. Membiarkan Fathur menyendok makanan ke mulutnya sendiri dengan rasa kesal karena disindir."Hufft.. Kok nggak pekaa sihh ya Allah.. Anak ku lanang iki loh."
"Maa..."
"Ck.. Iya, iya."
Mereka makan dengan tenang.
"Eh bukannya salah satu investor rumah sakit kamu ayahnya Najia ya?"
"Iya."
"Berarti kamu tahu dong rumah Najia di Malaysia."Fathur melirik Fatma curiga. Ia tak menjawan tapi sikapnya dapat Fatma ketahui bahwa anak lelakinya ini mengetahui alamat rumah Najia di Malaysia. "Berarti Langit tahu dong."
Lagi-lagi Fathur diam. Sedang Fatma tertawa senang. "Gih.. Kamu jemput. Tanyain.. Udah menikah apa belum?"
***
Saat membuka mata, Fathur kaget saat mendapati sticky note berwarna kuning menempel di keningnya.
Saat pesan yang tertera di kertas itu dapat Fathur cernah. Ia teriak kaget.Good morning, Baba ku sayang
Rheni liburan nyambil jemput calon Mama dulu ya.. ByeTertanda
Anak gadis muNote: Ayo kejar aku!
"Ma!!! Mama!!"
"Ada apa sih?"
"Rheni mana Rheni????"
"Dikamar dia dong. Emangnya kemana lagi."
Fathur berlari kearah lantai satu dimana kamar Rheni berada di rumah Mamanya. "Aggkkhh!! Anak nakal!!!"Fathur dengan frustasi menelpon seseorang. Saat diangkat ia ingin sekali mengumpat. "Rheni ada menelpon mu?"
"Ya, malam tadi. Kenapa?" Langit mengernyit binggung. Ia menatap bayinya dan tersenyum. "Dia tanya apa?"
"Alamat rumah pak Darius, di Malaysia."
"Kamu jawab."
"Ya dong. Kata Rheni, Abang mau ke Malaysia tapi lupa alamat rumah pak Darius."
"Shi*!!!"
"Wo..wow.. Santai."
"Santai bagaimana, anak gue ke Malaysia sendirian gobl*k!"
Langit terngaga mendengar suara Fathur penuh emosi dan tidak formal seperti biasa."Ya jemput lah!! Tunggu apa lagi?" Benar!! Fathur langsung membanting ponselnya di atas kasur Rheni. Berlari dan bersiap diri dengan tergesa-gesa.
"Anak nakal itu!!"
Fathur memang posesif terhadap Rheni, naik motor saja ia larang apalagi berpergian keluar negeri sendirian. Walaupun sudah beranjak 19 tahun. Bagi Fathur, Rheni tetap bayi nya yang masih kecil.
"Heh!! kemana?!"
"Jemput Rheni. Cucu mama paling nakal itu ke Malaysia nggak minta izin ke aku." Fathur memasang sepatu. Ia bahkan tak bawa apa-apa selain dompet, paspor, dan badan.
Fatma tertawa mendengar itu. Dengan santai sambil melambaikan tangan ia berujar, "Bawa pulang calon mantu Mama ya.""Ck! Dia pasti udah nikah kali, Ma. Udah Fathur jemput Rheni dulu. Itu anak pasti nangis kejer karena Najia udah punya anak satu."
Ia salam kemudian pamit.
***
Tak menunggu lagi, sesampainya di Malaysia, Fathur langsung menuju alamat rumah Najia. Anak itu sudah sampai di sana.
Sesekali Fathur mengamati hasil lacak ponsel Rheni. Dia sudah tidak bergerak. Dan posisi tepat di alamat rumah Najia. Dalam hati Fathur bersyukur karena anak itu sampai dengan selamat.
30 menit berlalu. Fathur akhirnya keluar dari taksi. "Eh.. Eh.. Sorry bos. Awak tak beniat tipu saye kan? Bayaran saye mane?" Fathur menepuk dahi. Ia lupa menukar uang sangking terburu-buru. "Saya hanya ada uang Indonesia. Bapak terima?"
"Tak boleh.. Mesti ringgit lah." supir taxi dengan kulit coklat khas india itu berseru tak terima. "Gini saja. Saya kasi jam tangan. Ini rolex, Pak. Boleh jual dan harganya mahal." Fathur menyerahkan jam kesayangannya. Ia tak sabar karena dari tadi melirik pagar rumah Najia terus.
"Asli ke tak ni?"
"Asli.. Saya jamin. Kalau saya menipu basok datang lagi ke rumah ini." Supir taxi itu menilai Fathur. Sepertinya bukan seperti penipu. "Oke, nanti saya datang kalau awak tipu." supir taxi itu mengambil hp dan menyuruh Fathur mengulang ucapannya sedang dia menvideokan. Setelah selesai, Fathur akhirnya dapat merasa lega dan melangkah menuju rumah.Pintu rumah terbuka, menampilkan sosok Najia di sana dengan wajah kaget.
"Rheni mana?" nafas Fathur ngos-ngosan. Ia seperti habis berlari jauh. "Ada di dalam. Ayo masuk." Najia mempersilahkan.
Fathur mengamati sekitar mencari Rheni. Sudah dua tahun berlalu, ornamen rumah tidak ada yang berubah, hanya bagian dapur yang memang asing bagi Fathur karena baru pertama kali menapaki daerah ini.
"Rheni!!"
"Baba!!" gadis itu berdiri dan bersembunyi di balik badan Najia. Takut di marahi. Sedang pria tua di sana terkekeh geli. "Anak kamu ya, Fathur?" mendengar itu Fathur menoleh dan mengangguk sopan. "Maaf Rheni merepotkan kalian."
"Sama sekali nggak. Rheni lucu mirip Najia waktu awal-awal kuliah. Di suruh belajar malah ikut kontes masak-masak." Ibu Najia membawa semangkuk makanan dari arah dapur ke meja makan. Ia tersenyum ramah ke arah Fathur. "Master Chef, Ibu." Koreksi Najia."Eleh.. Walaupun juara satu, kalau di suruh masak di rumah malesnya minta ampun. Sini Ibu cubit." Fathur mengigit bibir menahat tawa. Mereka selalu tampak harmonis.
"Kenapa kamu kemari?" lagi-lagi Darius berujak dengan dingin.
"Saya jemput Rheni, Datok."
"Nggak jemput anak saya kan?"
"Eh??""Ihhh.. Ayah ni buat malu je." Najia beranjak diikuti Rheni di belakangnya.
"Najia..." suara Fathur tertahan. Ia menelan ludah gusar mengamati wajah dingin Darius dan kelembutan wajah Ummi, Ibu Najia. Juga gadis itu yang duduk di samping Ayahnya.
"Najia kenapa?" Darius tidak sabar.
"Sudah menikah apa belum?"
Prang!!
Itu suara sendok yang mengenai lantai dengan tidak elegannya. Dari tangan Ummi.
Tbc~
KAMU SEDANG MEMBACA
Segelas Cappuchino (End)
RomanceBagi Fathur, Najia bukan diciptakan untuknya. Bagaimana bisa gadis ini jatuh cinta karena segelas cappuchino yang ia bayar? Dia sebegitu cintanya dan tak mempedulikan masa lalu Fathur da betapa pengecutnya lelaki itu. Mereka bahkan berbeda 13 tahun...