Part 8 - 20 Hari Sebelum lamaran

3.4K 340 6
                                    

"Hah! Permintaannya gila, Langit."
"Maaf, Bang. Apa perlu kita cari rekan yang lain?"
"Kamu dapat investor ini dari mana sih?"

Lelaki yang di ajak bicara tersenyum kaku. Langit terkekeh geli saat Fathur menyebutkan permintaan investor mereka saat rapat tadi. Memang Fathur baru akan merintis rumah sakit miliknya, di bantu oleh Langit yang notabene pernah ia bantu dulu. Ia berencana untuk kembali memulai promosi rumah sakit impian kemudian resing dari kampus dan rumah sakit tempat ia kerja sekarang.

Rumah sakit sudah rampung dibangun, sangat megah dan modern. Dengan fasititas tak kalah bagus dan tempat-tempat yang di buat sedamai mungkin. Konsepnya menarik, ada kebun dan taman bunga dengan dinding-dinding kaca dan burung warna warni yang dibiarkan bebas. Ada juga tempat olah raga ringat agar pasien bisa berolah raga ringan jika di perlukan. Juga ada taman bermain anak-anak.

Rumah sakit milik Fathur hanya tinggal dipromosikan, bantuan dana dan penerimaan dokter terbaik lulusan negeri. Membuka peluang untuk para dokter yang sudah banyak saat ini.

"Dokter terima saja." Naqi datang membawa roti yang ia pilih tadi.  Wanita itu mengusap pelan perutnya yang buncit.

"Rheni bagaimana?" Fathur tak habis pikir dengan mantan guru les anaknya ini. Seharusnya Naqi lebih tahu Rheni.

"Rheni itu gampang luluhnya. Lagian kan Pak Jhonatan mau menikahkan anak tunggalnya. Cantik, baik, bijaksana, anggun, walaupun sudah bercerai tapi tidak punya anak. Usia 35 tahun cocok lah sama dokter."

"Lagian saya tidak tenang selagi Bapak belum menikah." Langit merangkul Naqi posesif. Mengusap-usap perut Naqi penuh sayang. Naqi terkekeh geli. Mau seribu kali Fathur bilang bahwa dia tidak tertarik pada Naqi. Tetap saja Langit masih was-was.

Fathur diam, memandangi Naqi dan Fathur bergantian. Entah mengapa hatinya terasa hangat dan senang, memandang mereka saat ini seolah-olah mengingatkan akan masa lalu bersama Luna ketika hamil Rheni.

Pintu toko roti tempat mereka duduk berdenting. Seorang gadis dengan baju kurung khas dan jilbab simplenya masuk sabil memilih roti.

Saat selesai memilih dan membayar roti pilihannya, gadis itu tak sengaja memandang arah meja Fathur. Ia kaget saat mendapati ada seorang wanita yang ia ingin sekali kenal.

Namun fokus Najia kembali ke arah pujaannya. Tatapan mata lelaki itu tampak berbeda kepada Naqi.

"Assalamualaikum."
Mereka bertiga serentak menjawab salam dan memandang gadis asing dengan heran. "Saya guru les Rheni yang baru." Najia tersenyum lembut. Ia memandang Naqila takjub. Baru ia sadari bahwa wanita itu sedang hamil.

"Wah.. Hai.." Naqila terlihat kaku. Maklum dia masih agak ansos. Walau sudah cukup lumayan bisa berinteraksi dengan orang baru.

"Boleh bergabung. Saya sendirian." Najia memelas. Ia memandang Fathur kemudian tersenyum. Lelaki itu hanya diam tak memandangnya. Membuat Najia mendengus kesal.

"Silahkan."
"Kakak.. Pasti Hafa Naqila?"
"Eh.. Iya."
"Ini Kak Langit ya? Suami kakak?"
"Ou.. Kamu tahu kami?" Naqi mulai nyaman. Najia tampak bersahabat. Walau ia juga cukup pede untuk dekat dengan orang asing. "Kenalin.. Najia Syarha Humaira Faiz. Calon Mama Rheni."

Fathur geram. Kedua manusia dihadapannya kepalang kaget. Melihat betapa gusarnya hati Fathue ia akhirnya mengeprak gelas berisi teh di atas meja hingga bercecer dan mengenai tangan Najia. Ia kemudia menarik gadis itu keluar dari toko.

"Apa kamu sudah tidak ada harga diri?" Fathur membentak. Najia yang kaget hanya menunduk.
"Kemana rasa malu kamu? Apa gunanya hijab kamu?"

Gadis itu bergetar. Matanya memanas, dan sebentar lagi air mata akan terjatuh jika ia mengedib barang sekali saja.

"Tolong pergilah, saya sudah menolak kamu dari kemarin-kemarin. Saya tidak peduli jika Mama pun setuju atas sikap kamu. Semakin lama saya semakin muak. Apa kamu mengerti?"

Air mata gadis itu akhirnya terjatuh. Dadanya sakit, ia hanya merasa gelisah saat mendapati Naqi ada di sana bersama Fathur walaupun ada suami wanita itu.

"Jangan buat saja semakin kasar berbicara sama kamu. Mulai besok jangan temui saya dan keluarga saya lagi."

"Pak.."

"Jangan bersuara! Saya mulai benci suara itu."

"Saya cemburu! Bukankah Bapak menyukai Kak Naqila walau ia sudah bersuami? Tatapan mata Bapak berbeda saat memandang wanita itu!!"

Najia menangis dan pergi meninggalkan Fathur menuju mobilnya. Untung ia pakai mobil hari ini. Tangannya perih karena air hangat yang terpercik tadi. Jadi orang tidak akan tau bahwa ia sedang menangis dan sesegukan.

Fathur mengacak rambutnya gusar. Ia kembali ke mobil dan menghubungi Langit bahwa ia sedang tidak enak badan. Langit pun tak banyak tanya, karena mereka melihat Najia hanya menunduk dan pergi saat Fathur tampak emosi.

***

"Aku sudah punya calon, Ma."
"Siapa?"
"Anak pak Jhonatan. Usianya 35 tahun, ia sudah lama bercerai dan tidak memiliki anak. Jika aku menikah dengannya, rumah sakit yang ku bangun akan berkembang."
"Tapi-"
"Ini keputusan final ku. Aku harap Mama bersiap untuk lamaran sebentar lagi." Langit pergi begitu saja. Saat di depan pintu rumah ia terdiam karena saat itu juga Najia berdiri di sana sambil ingin mengetuk pintu.

"Bapak jangan salah sangka. Saya datang untuk pamit."
"Bagus."

Fathur kemudian pergi melewati Najia begitu saja.

***

"Kamu mau tahu kenapa Fathur menjadi duda?" Fatma menyesap secangkir cappuchino hangat buatan Najia. Gadis di hadapannya tidak menyahut, hanya diam.

"Fathur selingkuh." Najia mendongak kaget. Tidak dapat di percaya.

"Tapi Najia, kamu jangan nyerah dulu dong, sayang."

"Pak Fathur selingkuh dari istrinya? Mamanya Rheni?"

"Itu dulu.. Penyesalah sudah Fathur terima bertahun-tahun. Waktu dan kematian Luna adalah hukuman buatnya, Fathur bahkan tak peduli dengan Rheni yang butuh sesosok Ibu. Fathur sudah berubah."

"Najia nggak percaya.. Pak Fathur.."

"Maaf baru cerita tentang hal ini, Najia. Mama awalnya takut kamu berhenti menyukai Fathur karena hal ini."

Najia bangun dari duduknya. "Seharusnya Mama nggak bilang masalah ini." Najia mulai ingin menangis. Ada rasa takut dan kesal. Tapi cintanya pun tak kalah besar. Mengapa hal ini bisa ia alami?

"Mama tidak bisa cerita semuanya. Harapan Mama kalian bisa bersama, biar Fathur sendiri yang cerita agar ia bisa memaafkan dirinya di masa lalu. Tapi ternyata takdir tidak bersama kalian."

Fatma berdiri dan menghampiri Najia. Memeluk gadis itu yang ternyata menahan tangisan. "Najia terlanjur jatuh cinta terlalu dalam, Ma. Maafkan Najia." Gadis itu menangis dalam pelukan Fatma. Menumpahkan segala kesakitan yang ia terima.

"Najia sebentar lagi akan wisuda, mungkin Najia tidak akan ke sini lagi. Najia minta maaf jika ada salah. Najia pamit." setelah mengucapkan salan, gadis itu pun pergi.

Tbc~

Segelas Cappuchino (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang