Juvenile Detention Center

493 48 10
                                    

Tersebutlah Weni. Seorang Pembina Senior di Lembaga Pemasyaratan Anak. Tugasnya adalah memastikan anak-anak yang sedang dalam proses peradilan pidana mendapatkan hak-hak mereka dalam pembinaan pendidikan dan keterampilan. Dalam 5 tahun karirnya, sudah banyak sekali anak-anak yang dipercayakan untuk berada dibawah pembinaannya. Anak-anak dengan latar belakang, kisah dibalik layar yang berbeda-beda, dan dengan karakter yang berbeda-beda pula.

Namun, tak pernah sekalipun Weni menemukan yang seperti ini.

Beberapa hari yang lalu, Atasannya tiba-tiba memberi kabar bahwa dia ditunjuk menjadi Pembina seorang anak yang terjerat dua kasus sekaligus. Seperti biasa, sebelum dia bertemu dan menjalankan sesi wawancara bersama si Anak, dia akan membaca dulu profil calon anak asuhnya dan juga mempelajari kasusnya.

Anak ini bernama Rara. Wanita, umur 16 tahun 11 bulan 27 hari.

'Wow, Nyaris sekali...'

Adalah komentar pertama yang terlintas dipikiran wanita berperangai kekar itu. Tinggal beberapa hari saja, anak ini sudah berumur 17 tahun. Jika dia tertangkap setelah itu, maka petakan lusuh di penjara wanita dewasalah yang akan menunggunya.

Weni bergidik ngeri hanya karena membayangkan ruangan berjeruji besi itu. Ia pun membuang jauh-jauh pikirannya dan melanjutkan membaca.

Rara diduga bersalah dalam dua kasus. Pemukulan dan Penculikan.

Disinilah ia mulai merasa tertarik.

Biasanya, anak-anak yang masuk ke Lembaga Pengembangan Khusus Anak seperti ini karena terlibat kasus Narkoba, Pelecehan seksual, Pencurian, atau Kekerasan.

Tapi Penculikan? Weni baru pertama kalinya menerima kasus seperti ini dilakukan oleh Anak-anak. Apalagi diberkas itu tertulis bahwa Rara adalah pelaku tunggal, dengan korban yang lebih tua darinya. Bagaimana bisa?

Satu hal yang dia pelajari dari anak-anak asuhnya adalah, selalu ada cerita dibalik kejahatan yang dilakukan. Dan Weni sudah tak sabar mendengar kisah dari anak bernama Rara.

Setelah proses interogasi dan investigasi di kantor Polisi, Rara langsung diboyong ke kantornya untuk menjalani proses wawancara terkait program pembinaan sementara sampai proses persidangan. Dan melihat langsung sang Anak Pidana* secara dekat, Weni sedikit membelalakkan matanya.

Anak ini, ternyata lebih mungil dari foto yang dia terima sebelumnya. Wajahnya putih, bersih dengan raut muka polos dan sederhana. Sama sekali jauh dari bayangan Weni saat melihat titel "Pelaku Penculikan & Pemukulan" di berkas kasusnya. Dan juga, dia terlalu tenang. Sangat tenang malah. Seolah-olah tidak ada ancaman penjara yang sedang menantinya.

"Hai, Rara! Saya Weni..." Sang Pembina memperkenalkan diri ketika dia dan Rara sudah berdua saja diruangannya. "Saya yang akan menjadi fasilitator kamu di Lembaga ini. Saya akan bertanggung jawab untuk Pendidikan dan pengembangan diri kamu selama berada disini..."

Gadis didepannya hanya mengangguk dan tersenyum tipis.

"Baik, kita mulai saja..."

Beberapa jam selanjutnya, dihabiskan Weni untuk membacakan hak-hak Rara selama berada difasilitas negara itu. Ia juga menjelaskan beberapa peraturan dan ketentuan yang harus diikuti oleh calon binaannya. Dan tentu saja, ia pun menyempatkan diri untuk mengenal lebih dekat sosok yang, sejak lima tahun perjalanan karirnya, tak pernah membuatnya setertarik ini.

Gadis ini cerdas. Weni yakin sekali. Ia bisa bilang begini bukan hanya karena membaca jejak akademisnya yang gemilang di Sekolah, tapi juga dari cara anak ini menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Beberapa kali ia melontarkan pertanyaan pancingan dan menjebak, tapi Rara bisa menjawab dengan mulus dan tanpa cela. Ia seakan bisa membaca pikirannya.

A Million DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang